Oleh: Silvia. A. Pamungkas )*
Saat ini, rangkaian Pemilu 2024 sudah memasuki masa kampanye untuk Pilpres dan Pileg. Masa kampanye juga menghadirkan debat antar calon presiden dan calon wakil presiden, yang digelar KPU sebagai penyelenggara pemilu.
Sejak memasuki masa tahapan, baik pendaftaran calon hingga debat di masa kampanye, konten negatif atau bahkan menjurus ke konten hoaks mulai banyak beredar di platform media sosial. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kominfo melakukan pencegahan dengan berbagai langkah, guna mengantisipasi beredarnya hoaks menjadi perpecahan di masyarakat.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO), Dedi Kurnia Syah mengatakan bahwa berita hoaks di media sosial semakin hari dirasa semakin meningkat menjelang Pemilu 2024. Masifnya penyebaran hoaks yang terjadi saat ini, mau tidak mau memaksa seluruh pihak untuk turut andil dalam melakukan sosialisasi gerakan anti hoaks.
Berbagai langkah pencegahan dilakukan dalam mengantisipasi beredarnya hoaks saat pemilu 2024 di masyarakat. Termasuk para parpol peserta pemilu yang harus memberikan pemahaman kepada masyarakat agar tak mudah percaya dengan isu-isu yang beredar, serta membiasakan untuk memverifikasi setiap informasi yang ada.
Menurut Dedi, hoaks yang diproduksi tersebut bertujuan untuk menarik simpati bahkan memprovokasi masyarakat, terlebih kaum milenial dan Gen Z. Sejauh ini tidak ada satupun parpol di Indonesia yang punya tim riset serta analis sosial yang cukup berpengaruh, sehingga mereka akan kesulitan mempertahankan pemilih tetap, karena kesulitan itulah hoaks menjadi bagian dari upaya menarik simpati dan memprovokasi pemilih baru, ungkapnya.
Dengan tegas juga Dedi menyebutkan bahwa dengan banyaknya hoaks yang beredar di tahun politik saat ini baik yang mengandung unsur SARA, ujaran kebencian ataupun saling menjatuhkan satu sama lain merupakan kondisi kelam perpolitikan di Indonesia. Sehingga, literasi oleh pemerintah melalui kemenkominfo dan Polri langkah tepat dan patut kita apresiasi demi Pemilu 2024 yang aman damai dan nyaman.
Masyarakat perlu bersikap kritis dan tidak mudah percaya dengan segala informasi yang diterima terutama di media sosial terlebih dengan isu-isu yang condong mengarah kepada saling menjatuhkan. Masyarakat diingatkan untuk hati-hati mengonsumsi informasi dan agar melaporkan informasi hoaks kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Nurul Amalia Salabi, mengatakan terdapat lebih dari 1.100 informasi hoaks, 80 persennya terkait dengan pemilihan presiden dan sisanya terkait pemilu secara umum. Ketiga calon presiden tidak luput dari serangan hoaks, tetapi jumlahnya berbeda. Namun, sekarang pemilih pun mulai diserang hoaks.
Amalia menuturkan, informasi hoaks tersebut sebagian besar menyerang personal ketiga calon presiden dengan tendensi negatif. Meski demikian, ada juga informasi hoaks yang bertendensi positif. Informasi hoaks tersebut disebar melalui media sosial seperti Youtube, Facebook, Instagram, Tiktok, dan X. Pihaknya menemukan 90 akun yang memproduksi hoaks, 20 akun di antaranya memproduksi berita palsu setiap hari.
Menurut Amalia, ada dua tujuan informasi hoaks diproduksi, yakni untuk kepentingan politik dan ekonomi. Kepentingan politik menyerang calon tertentu dan membangun citra positif untuk calon yang lain. Sementara kepentingan ekonomi agar akun tersebut banyak dikunjungi oleh pengguna internet sehingga dia berpotensi mendapatkan keuntungan finansial dari iklan. Harapannya, Bawaslu segera menindaklanjuti permasalahan tersebut, agar produksi hoaks tidak semakin gencar. Informasi palsu akan membuat masyarakat salah dalam menentukan pilihan dan merusak demokrasi Indonesia.
Bawaslu menyediakan kanal pengaduan hoaks dan pelanggaran pemilu yang dapat digunakan warga dalam mengawasi proses pemilu. Kanal tersebut melalui e-mail, pesan Whatsapp, dan laman web. Adapun warga harus peduli dan berpartisipasi dalam mengawal proses pemilu.
Sebagaimana kita ketahui, informasi hoaks sangat banyak, tetapi Bawaslu tidak mungkin menindak semuanya sebab jumlah personel dan sumber daya manusia terbatas. Oleh karena itu, Bawaslu mengajak partisipasi masyarakat untuk sama-sama melawan hoaks. Kampanye melawan hoaks adalah bagian dari mencegah terjadi pelanggaran.
Informasi hoaks dapat menyebar lebih cepat dibandingkan informasi fakta. Selain karena kontennya yang tendensius dan provokatif, rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia membuat hoaks mudah diterima. Warga harus melakukan verifikasi terhadap informasi yang dicurigai sebagai hoaks dengan cara mendalami sumbernya dan mencari informasi serupa pada media arus utama. Jika tidak ditemukan, maka patut dicurigai sebagai informasi hoaks.
Dalam upaya menjaga ketertiban dan kelancaran Pemilu mendatang, Polres Kampar juga secara aktif menginisiasi gerakan milenial anti Hoax dan Golput, dengan tujuan untuk menciptakan pemahaman yang lebih baik kepada generasi muda agar tidak termakan Informasi palsu jelang Pemilu 2024 mendatang.
Kegiatan yang diselenggarakan bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kampar dan Bawaslu Kampar ini digelar di Jalan Ahmad Yani, Kecamatan Bangkinang Kota. Antusias kaum milineal mengikuti kegiatan ini cukup tinggi, ratusan kaula muda dan milineal padati lokasi acara, diperkirakan hampir seribu orang menyaksikan kegiatan tersebut. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pendidikan literasi warga dan para pemuda agar kritis juga skeptis terhadap informasi yang diterima.
)* Penulis adalah tim redaksi Saptalika Jr. Media