Oleh : Viktor Awoitauw )*
Seorang Kepala Distrik di daerah Kenyam patut dikecam karena membantu KST untuk memasok senjata api. Ia pantas ditangkap karena menjadi penghianat negara. Tidak boleh ada WNI yang bersimpati, apalagi membantu KST dalam hal apapun. Apalagi ia menjabat sebagai kepala distrik yang seharusnya memberi teladan, malah memberi contoh buruk ke warganya.
Ketika Papua (dulu bernama Irian Jaya) bergabung dengan Republik Indonesia tahun 1969, ada sebagian kecil oknum yang tidak setuju. Mereka tak percaya akan hasil Pepera (penentuan pendapat rakyat) padahal sudah jelas bahwa mayoritas rakyat ingin jadi WNI daripada jadi jajahan Belanda. Para oknum akhirnya membentuk OPM (Organisasi Papua Merdeka) yang memiliki kaki tangan bernama Kelompok Separatis Teroris (KST).
Keberadaan KST dibenci masyarakat Papua karena mereka sering melakukan penyerangan dan membuat teror. Namun ada oknum yang justru membantu KST dalam memasok senjata api. Satgas Penegakan Hukum Damai Cartenz menangkap Kepala Distrik Kenyam, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, berinisial MM (37). Dia diduga menjadi pemasok senjata api dan amunisi ke kelompok kriminal bersenjata (KKB).
Dansatgas Damai Cartenz Kombes Faizal Rahmadani membenarkan adanya penangkapan tersebut. Dikatakannya bahwa penangkapan dilakukan bulan April lalu, dan saat ini masih terus didalami. Penangkapan terhadap MM dilakukan karena sebelumnya ada indikasi keterlibatan yang bersangkutan dalam membantu mendanai KKB wilayah Nduga untuk pembelian senjata dan amunisi.
Satgas penegakan hukum Damai Cartenz masih memroses kasus yang melibatkan MM. Satgas Damai Cartenz telah mengamankan 13 pucuk senjata api dan 710 butir amunisi berbagai kaliber dari tangan KKB. Selain senjata api dan amunisi juga diamankan 16 magazen, 136 senjata tajam, 76 telepon seluler, 23 HT, empat radio SSB, kamera dan 7 teropong. Lalu, ada juga laptop dan bendera Bintang Kejora masing-masing empat unit.
Penangkapan terhadap MM adalah sebuah kewajaran karena ia bersalah saat membantu kelancaran KST dalam melakukan teror. MM bisa dikenakan/diancam dengan UU terorisme, karena membantu kelancaran aksi kelompok separatis dan teroris.
MM sudah menjadi penghianat negara, oleh karena itu pantas jika ditangkap. Jangan sampai ada penghianat berikutnya yang diam-diam menjadi simpatisan, bahkan pemasok senjata atau uang bagi KST. Oleh karena itu penangkapannya menjadi shock therapy sehingga tidak ada orang yang nekat untuk membantu KST Papua.
Sebagai pejabat lokal (kepala distrik), seharusnya MM memberi teladan kepada rakyatnya. Namun dia justru memberi contoh yang tidak baik dan memalukan dengan berkontak dengan KST guna membantu memasok senjata-senjatanya.
Sementara itu, selain menelusuri pemasok senjata api, aparat juga menyelidiki siapa orang yang menyumbangkan uangnya untuk KST. Selama ini diduga ada dalang yang menyuplai senjata api hingga uang kontan. Namun bisa jadi sumbangannya berkurang, gara-gara pandemi yang melanda Indonesia.
Sumber dana KST memang masih diselidiki dan ketika mereka tertangkap, ada bukti transfer dari Lekagak Telenggen, untuk dibelikan senjata api. Hal ini diungkapkan oleh Wakil Humas Satgas Damai Cartenz AKBP Arief Fajar. Kasus ini masih dalam tahap penyelidikan dan penyidikan, dan polisi berusaha menangkap siapa penyumbang dana utama untuk KST.
Pengamat politik Al Chairi meragukan siapa penyumbang-penyumbang KST, karena bisa jadi mereka terpaksa melakukannya, karena takut kehilangan nyawa. Jika memang penyumbang terungkap maka seharusnya mereka lapor ke aparat keamanan. Bukannya terus menyumbang dan malah menyuburkan aksi KST di Papua.
Motif ekonomi KST memang masih ditelusuri, apakah benar mereka merana di hutan, atau penyumbangnya mulai mengundurkan diri satu-per satu. Yang jelas mereka merasakan sendiri sengsaranya bergerilya sehingga untuk sekadar minum air putih harus meminta ke penduduk lokal.
Sementara itu, upaya pemberantasan KST juga terus dilakukan untuk mengamankan masyarakat. Keselamatan warga diutamakan karena KST terbukti berkali-kali melakukan penyerangan. Saat ada masyarakat sipil yang meninggal akibat ulah KST, maka mereka beralasan bahwa yang menjadi korban adalah mata-mata, padahal korban warga sipil biasa.
Aksi KST jelas-jelas sangat menyengsarakan dan membuat ketakutan (teror) rakyat, karena warga jadi tidak bisa bebas beraktivitas, terutama jika kelompok mereka sedang ‘turun gunung’ alias keluar dari hutan. Masyarakat takut akan diserang karena dari beberapa kejadian lalu, selalu ada korban jiwa. Mulai dari anak sekolah, guru, sampai petugas kesehatan, semua jadi korban serangan KST yang sangat brutal.
Oleh karena itu aparat keamanan selalu menjaga warga agar tidak terkena serangan KST. Memang saat ini ada strategi baru yakni dengan pendekatan kesejahteraan. Operasi Nemangkawi diganti menjadi operasi Damai Cartenz. Akan tetapi damai bukan berarti membiarkan KST. Justru KST harus ditangkap agar ada kedamaian di tengah masyarakat.
Penangkapan terhadap seorang kepala distrik di daerah Kenyam oleh aparat keamanan patut didukung warga, karena hal ini menjadi bukti bahwa negara hadir untuk melindungi masyarakat. Sementara MM harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, karena telah menjadi penghianat negara. Sebagai pejabat lokal seharusnya ia memberi teladan yang baik, bukan contoh yang buruk.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Bandung