Jakarta — Praktik politik identitas dan juga pelaksanaan kampanye bernuansa SARA dalam proses Pemilu memang merupakan hal yang harus diwaspadai oleh seluruh pihak lantaran hal tersebut mampu menimbulkan perpecahan di masyarakat.
Ketua KPU, Hasyim Asy’ari menegaskan bahwa sudah diatur jelas mengenai pelarangan praktik politik identitas.
“Di UU Pemilu, kan sudah jelas ada aturan menggunakan instrumental SARA kalau dalam bahasa undang-undang bisa disebut politik identitas sebagai sarana atau alat untuk menyosialisasikan diri atau mengampanyekan diri itu dilarang,” ujarnya.
Sebagai informasi bahwa dalam Pasal 280 UU No. 7/2017 tentang Pemilu memang sudah ada pelarangan penggunaan instrumen SARA sebagai sarana untuk mengampanyekan diri.
Senada, pihak Kementerian Agama (Kemenag) pun turut mewanti-wanti kepada setiap peserta pemilu, yakni pada tahun politik seperti sekarang ini di 2023 hingga 2024, seluruh pihak harus terus waspada akan adanya potensi disintegrasi bangsa.
Maka dari itu, ketika terjadi pelanggaran berupa adanya partai politik yang menggunakan politik identitas bernuansa SARA, maka mereka akan langsung mendapatkan teguran dari Bawaslu RI.
Sementara itu, Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja juga mengaku bahwa adanya politik identitas merupakan masalah besar.
Dirinya berkaca dengan bagaimana berjalannya pemilu pada tahun 2019 lalu yang terjadi polarisasi cukup tinggi di masyarakat.
“Politik identitas adalah permasalahan besar Pemilu 2019 yang lalu,” ujarnya.
Rahmat Bagja juga menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan penindakan para peserta pemilu yang menggunakan politik SARA dengan adanya tahapan sanksi.
“Kami akan berikan sanksi. Pertama, tentu teguran kepada yang bersangkutan, kami harapkan mereka tidak melakukan hal tersebut kembali,” tegasnya.
Pada kesempatan lain, Sekretaris MUI Kota Serang, Amas Tadjuddin juga mengingatkan kepada para elite politik untuk tidak menggunakan politik identitas karena merusak kehidupan bermasyarakat.
Menurutnya, tatkala politik identitas bisa dicegah, maka berjalannya demokrasi di Tanah Air akan menjadi jauh lebih lancar, aman dan damai.
“Hal seperti ini (politik identitas) harus dicegah secara dini agar proses demokrasi berjalan lancar, aman, dan damai,” katanya.
Bagaimana tidak, karena dengan adanya isu SARA, maka akan memicu memanasnya kondisi di masyarakat sehingga akan berakhir dengan konflik dan perpecahan.
Para peserta politik yang menggunakan politik identitas, bahkan akan melakukan segala cara termasuk menyusupkan dalil-dalil dari ayat suci hanya demi meloloskan kepentingan mereka memenangkan kontestasi saja.
“Produksi hoaks dan fitnah meningkat, bahkan dalil ayat-ayat suci (kitab suci) tersebar dimanipulasi guna mencekoki dan membodohi umat sejagat. Yang penting menang,” imbuh Amas.
***