JAKARTA – Direktur Eksekutif Lentera Research Institute, Dr. (Cand) David N mengatakan bahwa untuk mewujudkan pemilu 2024 yang damai dan demokratis maka semua pihak harus memiliki kesadaran yang tinggi untuk menjaga persatuan dan kesatuan ditengah perbedaan preferensi politik.
Ia memandang bahwa pemilu merupakan sarana berkompetisi untuk memberikan yang terbaik bagi kemajuan bangsa Indonesia berdasarkan prinsip kedaulatan rakyat dan bukan sarana berkonflik.
“Tidak ada yang menang atau kalah, yang ada berapa presentase masyarakat yang memilih dan dari suara terbanyak, maka peserta berhak memperoleh kedudukan atau jabatan. Jadi bukan arena konflik menang atau kalah seperti melawan musuh. Intinya berupaya memberikan yang terbaik bagi rakyat,” ujar David melalui Zoom, Rabu (15/03/2023).
Semua pihak dia nilai harus bekerja sama dalam mencegah terjadinya kecurangan, baik itu dalam bentuk politik uang, intimidasi, atau manipulasi data. Khususnya, masyarakat harus waspada dengan politik identitas maupun HOAX dan Ujaran kebencian yang bisa terjadi pada pemilu 2024.
“Oleh karena itu kita semua harus memisahkan antara agama dengan politik. Karena pada dasarnya agama mengajarkan kebaikan serta perdamaian dan bukan permusuhan apalagi perpecahan bangsa,” tegasnya.
Dia berharap seluruh pihak harus berhati-hati dan menghindari tindakan yang dapat memicu konflik atau kekerasan serta melaporkan kejadian yang mencurigakan kepada pihak yang berwenang.
“Tujuan daripada kontestasi politik adalah pesta demokrasi, yaitu ajang saling menghormati perbedaan preferensi politik dan dilakukan dengan menjunjung tinggi moral kebangsaan. Kontestasi politik harus kita maknai sebagai persatuan ditengah perbedaan, bukan saling menghancurkan,” pungkasnya.
David mengajak masyarakat untuk bersama-sama menolak perilaku yang dapat menyebabkan perpecahan antar individu maupun masyarakat untuk memastikan Pemilu berjalan dengan damai, santun, dan mengedepankan kepentingan bersama.
Ia pun kembali mengingatkan memasuki tahun politik, kemajuan teknologi informasi berpotensi membawa masuk pada situasi terjadinya gempuran informasi, termasuk ujaran kebencian dan berita HOAX yang berpotensi menyebabkan konflik di masyarakat hingga dapat menimbulkan kekerasan.
“Kita harus bijaksana. Memiliki pemahaman yang baik dan benar dalam menerima setiap informasi yang masif di ruang digital. Tanpa pemahaman yang baik terhadap informasi yang beredar, maka sangat rawan terjadi konflik karena misinformasi, akibat kurang literasi digital,” tutupnya.