JAKARTA – Di tahun politik, masyarakat diharapkan untuk selalu menjaga persatuan dan mewaspadai provokasi dan politisasi isu SARA yang dapat digunakan untuk memecah belah bangsa. Masyarakat juga agar tidak mudah terpengaruh oleh pernyataan-pernyataan yang menjadi daya ungkit untuk memecah belah masyarakat.
Hal tersebut, disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Marsudi Syuhud dalam sebuah acara dialog bertema “Menjaga Persatuan di Tahun Politik” di stasiun TV Nasional, Jumat (24/2/2023) malam.
Menurutnya, tahun politik memiliki ciri tersendiri, maka ketika mengambil posisi politik akan membentuk situasi yang bermacam-macam. Ritual Pemilu juga diharapkan menjadi ritual yang biasa saja, sehingga masyarakat diimbau untuk tenang dan menyikapi secara biasa saja, apalagi jika sampai mengancam NKRI.
“Tujuan politik adalah untuk mengkomposisikan rencana-rencana lima tahun kedepan. Yang kedua adalah untuk menyatukan, jika masyarakat bangsa sudah disatukan maka kemudian harus gotong royong dan mengecilkan suara kebisingan. Oleh sebab itu pemilu diharapkan berjalan aman dan nyaman” kata Kyai Marsudi.
Kyai Marsudi Syuhud juga meminta masyarakat untuk tidak salah tafsir dalam menanggapi pidato yang disampaikan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri. Pihaknya menilai bahwa ketika seseorang membicarakan satu statement atau melafalkan, maka yang mengerti adalah orang yang mengungkapkannya.
“Jika ada orang lain yang menanggapi statement itu, mungkin ada pasnya, atau tidak. Karena bagi orang yang menanggapi, itu adalah sesuatu berupa tafsiran mereka sendiri dan itu bisa benar dan salah. Oleh sebab itu ada namanya tabayyun, karena pastinya bu Mega tidak bermaksud seperti itu, kita harus husnudzon demi menjaga perdamaian dan persatuan,” jelasnya.
Sebelumnya di tempat berbeda, Wakil Menteri Agama (Wamenag), Dr. H. Zainut Tauhid Sa’adi, M.Si. mengajak masyarakat untuk dapat mengedepankan prasangka baik atau husnudzon. Menurutnya, Megawati tidak melarang ibu-ibu mengaji, namun hanya mengingatkan ibu-ibu untuk seimbang dalam menjalankan tugas dalam membimbing anak.
“Beliau (Megawati) bukan melarang atau tidak senang dengan kegiatan pengajian ibu-ibu, tetapi sebaiknya dalam mengatur waktunya harus lebih proporsional. Jadi inti pesan yang beliau sampaikan adalah terkait dengan pengaturan waktu, bukan pada larangan mengikuti pengajian,” ujar Zainut.
Wamenag Zainut juga menjelaskan bahwa mengikuti pengajian adalah hal yang baik. Namun, kewajiban lain ibu-ibu untuk mengurus rumah tangga, mendidik anak, dan mengerjakan tugas dan kewajiban lainnya tak boleh ditinggalkan.
“Apa yang disampaikan oleh ibu Megawati harusnya dipandang sebagai sebuah masukan yang konstruktif, dan bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi terhadap praktik pengajian yang selama ini berlangsung,” imbuhnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) PDIP. Nasyirul Falah Amru atau Gus Falah menjelaskan bahwa Megawati tidak pernah melarang ibu-ibu ikut pengajian. Gus Falah menegaskan bahwa Megawati hanya meminta agar para ibu bisa seimbang dalam mengaji dan mengurus anak.
“Mengaji dan mengurus anak itu sama-sama untuk kepentingan dunia-akhirat, jadi mbok ya seimbang sehingga stunting dan sebagainya itu bisa dihindari, itu pesan sebenarnya dari Ibu Mega,” katanya.
Megawati sudah memohon maaf sebelum mengutarakan pernyataan demikian agar jangan sampai salah ditanggapi maksudnya, beliau juga seorang Muslimah jadi tidak mungkin melarang kegiatan pengajian. [*]