Pontianak – Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) dan Universitas Tanjungpura menggelar sosialisasi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Nasional di Hotel Mercure Pontianak City Center, Kalimantan Barat, Rabu (18/1/2023).
Sekretaris Jenderal Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Sekjen Mahupiki), Dr. Ahmad Sofian menegaskan bahwa seluruh proses pembuatan KUHP Nasional sudah menampung sejumlah aspirasi publik.
“KUHP Nasional telah digagas oleh para tokoh lintas generasi, Pemerintah dan DPR RI yang di dalamnya telah menampung seluruh aspirasi publik,” katanya.
Menurutnya, karena sudah lebih dari 100 tahun Bangsa Indonesia menggunakan sistem hukum buatan kolonial Belanda, justru kini masyarakat harus berbangga dengan lahirnya KUHP Nasional. KUHP lama sudah banyak hal yang tidak relevan sehingga penting sekali adanya pembaruan.
“Kita bangga dengan UU No.1/2023, Presiden RI, Joko Widodo telah mengesahkan UU ini. Dan juga telah diundangkan oleh DPR RI pada Desember 2022 lalu dari yang sebelumnya RUU KUHP menjadi UU KUHP. Karena sudah sejak lebih dari 100 tahun kita terus menggunakan KUHP buatan kolonial Belanda, sehingga sangat penting adanya pembaruan,” tambah Sekjen Mahupiki.
Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas Tanjungpura (UNTAN), Dr Ir. Radian mengungkapkan bahwa pembaruan sangat penting untuk lebih menguatkan eksistensi hukum di Tanah Air. Dalam KUHP Nasional juga telah menghadirkan adanya kepastian hukum dan menyajikan harmonisasi nilai-nilai kebangsaan.
“Para akademisi berperan penting untuk memberikan banyak masukan terkait hukum. Sebagai negara hukum, kita memerlukan pembaruan untuk menguatkan eksistensi hukum di Indonesia. KUHP Nasional mampu untuk mengatasi ketidakpastian hukum di Indonesia,” jelasnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang (UNNES), Prof. Dr. R Benny Riyanto menyebutkan bahwa proses public hearing telah dilakukan dalam penyusunan sistem hukum asli buatan anak bangsa itu.
“KUHP Nasional ini lahir melalui proses public hearing sehingga menampung seluruh aspirasi dari semua elemen masyarakat. Sehingga kita harus menjalankan apa yang sudah menjadi ketetapan kita bersama,” paparnya.
Menurutnya menjadi sangat penting adanya sosialisasi untuk mengisi masa transisi 3 tahun setelah pengesahan KUHP Nasional kepada masyarakat supaya mampu memberikan pemahaman yang lengkap.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Prof. Dr. Topo Santoso mengatakan bahwa KUHP Nasional telah mengakomodir banyak kesesuaian dengan perkembangan jaman.
“Pada Bab I di Buku I, sekarang sudah mengakomodasi banyak perubahan di jaman modern, yang mana belum tercakup dalam KUHP lama, begitu juga asas-asas yang lain juga mengakomodir banyak perkembangan jaman modern,” katanya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (UNDIP), Prof. Dr. Pujiyono menjelaskan bahwa dalam hukum pidana terdapat norma dan value, sehingga hendaknya masyarakat jika ingin mengkritik harus memahami Buku I terlebih dahulu.
“Jika kita bicara terkait dengan Buku II tentunya tidak bisa dilepaskan dari Buku I. Ketika kita mengkritisi di Buku II, harusnya kita paham terlebih dahulu mengenai Buku I. Karena dalam hukum pidana itu ada dua inti, yakni norma dan value. Sehingga dalam Buku II adalah norma, namun konsep dan ide dasarnya ada dalam Buku I,” pungkasnya.