JAKARTA – Akademisi Fakultas Hukum Universitas Jember I Gede Widhiana menilai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Baru bersifat universal dan mengakomodir prinsip keadilan. Prinsip universal tersebut karena ada keseimbangan antara perbuatan dengan si pembuat.
“Misal si pembuat bisa dimaafkan meski melakukan tindak pidana. Ini jadi ciri khas KUHP kita.
Kedua mengakomodir value yang hidup di masyarakat Indonesia,” kata Widhiana dalam program acara Trijaya Hot Topic Petang bertema “Outlook KUHP Baru”, Selasa (17/1/2023).
Menurut Widhiana, KUHP baru memenuhi kebutuhan zaman karena mengakomordir perkembangan perbuatan pidana yang bersifat baru dan moderen. KUHP baru memuat tentang penegakan keadilan restoratif dan keadilan rehabitat.
“Publik harus memahami penegakan tersebut. Penjara bukan satu-satunya hukuman. Bukan berarti hukum melunak padahal kejahatan belum tentu kriminal, adakalanya pelaku itu terdesak,” ujarnya.
Ia mencontohkan, aksi yang sering dijadikan rujukan adalah pencuri kakao. Pencuri kakao hukumannya tidak selalu berupa penjara.
“Dan publik mulai mengerti tentang tersebut. Termasuk kasus Mulya Sari. Adanya ruang restoratif tentang ruang perdamaian dengan korban dan pengadu,” kata dia.
Widhiana melanjutkan, saat ini pemerintah telah melakukan sosialisasi KUHP baru. Terkait pihak yang mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi, menurut Widhiana, gugatan tersebut tidak akan mengganggu eksekusi KUHP.