Oleh : Ratih Safira Utami )*
Hari Natal adalah saat berbahagia bagi umat kristiani. Mereka beribadah lalu berkumpul bersama keluarga tercinta. Pemerintah sudah menjamin keamanan agar Natal bisa berjalan dengan aman dan damai. Natal harus dijaga agar tetap kondusif, tanpa ada ancaman dari kelompok radikal dan teroris.
Akhir tahun membawa kedamaian bagi umat Nasrani karena mereka merayakan Natal dan menyambut tahun baru. Hari raya tersebut selalu disambut dengan gembira, karena umat Nasrani bisa melakukan misa Natal, bertukar kado, dan diakhiri dengan makan bersama. Namun kebahagiaan ini perlu disertai dengan kewaspadaan terhadap ancaman virus Corona, sebab saat ini masih dalam masa pandemi virus tersebut.
Selain ancaman Corona, perayaan Natal juga wajib diamankan karena bisa jadi ada ancaman pengeboman dari teroris jika berkaca dari kejadian di tahun-tahun sebelumnya. Jangan sampai desember menjadi bulan berdarah karena ulah kelompok tak bertanggung jawab. Oleh karena itu pemerintah berusaha keras agar Natal bisa aman, baik dari ancaman penularan Corona maupun serangan teroris.
Oleh karena itu seluruh elemen masyarakat mendukung agar Natal bisa dirayakan dengan kondusif. Jangan sampai terjadi kekacauan berdasarkan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan). Penyebabnya karena Nataru (Natal dan tahun baru) sering dijadikan alasan untuk penyerangan dari kelompok radikal dan teroris.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyatakan bahwa warga harus mendukung situasi kondusif di wilayah masing-masing dengan mengedepankan sikap saling menghormati antar umat beragama, selama perayaan Natal dan tahun baru. Toleransi di Jawa Tengah dikedepankan dan saling menghormati.
Dalam artian, masyarakat bisa merayakan Natal dengan aman karena tidak ada kasus SARA di daerahnya. Selain itu, warga yang tidak merayakan Natal juga bisa saling menghormati, sehingga tercipta perdamaian dan tidak ada pertentangan antar umat beragama. Hal tersebut bisa tercipta karena tiap orang bertoleransi dan menghargai perayaan dari keyakinan apapun, termasuk Natal.
Pemerintah menghimbau masyarakat agar masyarakat mengutamakan toleransi, karena sebagai negara yang majemuk, toleransi adalah kunci menuju kedamaian. Dengan toleransi maka umat kristiani bisa merayakan Natal dengan bahagia, karena mereka disambut baik oleh yang lain.
Sepanjang tahun 2022, ada 228 tersangka kasus terorisme yang berhasil ditangkap oleh Detasemen Khusus 88 antiteror Polri. Berhasilnya penangkapan teroris besar-besaran adalah sebuah prestasi bagi kepolisian, karena mereka membuktikan kesetiannya untuk menjaga keamanan rakyat.
Kapolri Jendral Polisi Listyo Sigit P menyatakan bahwa, dari 228 orang yang ditangkap, jadi tersangka karena melakukan pengeboman di Poso dan Bali. Bahkan ada yang sudah buron sejak 19 tahun lalu. Sejak beliau masih berpangkat AKBP, sudah melakukan penelusuran untuk menangkap teroris itu, hingga sekarang berhasil dicokok dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di penjara.
Jika semua orang memiliki toleransi yang baik maka masyarakat optimis Natal 2022 akan berlangsung dengan mulus, tanpa ada gesekan antar warga. Mereka juga tidak terpicu akan provokasi dari pihak yang tidak bertanggungjawab. Seharusnya tiap orang sadar bahwa Indonesia adalah negara ber-Bhinneka Tunggal Ika. Sehingga toleransi harus dinomorsatukan.
Sweeping yang terjadi saat Natal dan tindakan intoleran juga sudah sangat dicegah karena pemerintah telah membubarkan ormas yang sering melakukannya, karena terbukti radikal dan berafiliasi dengan teroris. Aparat juga mengamankan agar mantan anggota ormas tersebut tidak melakukan sweeping dan membuat umat yang akan merayakan Natal jadi ketakutan.
Untuk mewujudkan Natal yang aman dan damai, maka aparat keamanan makin memperketat penjagaan. Pertama, digencarkan lagi razia dan operasi lilin. Tujuannya selain untuk melancarkan mobilitas saat libur Nataru juga untuk mencegah ada orang-orang mencurigakan yang membawa senjata tajam, bahkan bom molotov.
Cara kedua adalah dengan menangkap para teroris di beberapa daerah, mulai dari Batam sampai Sumatera Utara. Upaya pencegahan wajib dilakukan untuk menjamin keamanan umat. Jangan sampai mereka takut untuk beribadah di hari Natal gara-gara ancaman teroris. Beberapa hari sebelum 25 Desember, di banyak gereja diperiksa keamanannya oleh polisi, jangan sampai ada yang kecolongan dan ternyata disusupi oleh bahan peledak.
Penangkapan anggota kelompok radikal dan teroris merupakan upaya pencegahan. Jangan sampai Natal menjadi tidak aman gara-gara anggota teroris yang berkeliaran. Masyarakat paham bahwa Densus 88 antiteror bekerja untuk menyelamatkan mereka dari berbagai potensi serangan teroris, karena aparat adalah sahabat rakyat.
Jika potensi terorisme sudah diperkecil dengan penangkapan anggota kelompok radikal dan teroris maka diharap Natal akan berjalan dengan kondusif. Umat bisa merayakannya dengan bergembira. Masyarakat yang tidak Natalan tetap senang karena mereka toleransi dan mempersilakan perayaan Natal di daerahnya.
Keamanan saat Natal sangat dijaga oleh aparat, tujuannya agar umat kristiani bisa beribadah dan merayakan Natal dengan damai dan tidak khawatir akan ancaman dari kelompok teroris. Selain itu, pemerintah juga membuat skema agar ibadah Natal lancar tanpa ada penularan Corona.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute