Surabaya – Pembinaan yang dilakukan oleh pihak Badan Intelijen Negara (BIN) di Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN) Surabaya dinilai sangat efektif, dalam rangka mencegah generasi muda dari penyebarluasan ajaran kelompok-kelompok radikal untuk menjaga keutuhan NKRI.
Peresmian Asrama Mahasiswa Nusantara (AMN) di Surabaya dilakukan secara langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo pada Selasa (29/11). Dengan peresmian tersebut, banyak sekali harapan yang menyertai bagaimana nantinya AMN dikelola dan difungsikan.
Tentunya harapan tersebut adalah mengenai seperti apa kontribusi dari AMN sendiri ke depannya demi membantu mengarahkan dan membina para generasi penerus bangsa supaya bisa terlahir pemimpin-pemimpin yang berkualitas di masa mendatang.
AMN dibangun untuk menampung hingga 520 orang mahasiswa. AMN juga dilengkapi dengan sejumlah fasilitas lainnya untuk bisa mendukung seluruh kegiatan para mahasiswa, baik akademik maupun yang bersifat non-akademik.
Terkait hal tersebut, Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa menjelaskan bahwa penggunaan seluruh fasilitas tidak akan membedakan dan mendiskriminasi antar satu mahasiswa dengan kelompok mahasiswa lainnya. Pasalnya, memang sejak awal proses rekrutmen anggota penghuni asrama melalui serangkaian tes, yang mana bukan hanya hanya mahasiswa yang berasal dari daerah tertentu saja, namun benar-benar seluruh mahasiswa bisa berpotensi untuk mengikutinya.
Hal tersebut juga membuktikan bahwa memang sama sekali tidak ada ajang diskriminasi atau membedakan, sehingga benar-benar seluruh mahasiswa dari berbagai pelosok Indonesia berkesempatan sama, khususnya mereka yan mengenyam pendidikan tinggi di Surabaya dan sekitarnya.
Bukan hanya itu, Khofifah juga menyampaikan bahwa peresmian AMN di Surabaya itu menjadi sebuah ajang penggodokan atau penempaan para calon pemimpin bangsa yang memiliki wawasan Nusantara dengan berkarakter sesuai dengan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyang bangsa.
Gubernur Jatim juga menambahkan bahwa supaya seluruh mahasiswa yang menghuni AMN di Surabaya ini mampu untuk saling memberikan apresiasi masing-masing meski mereka memiliki perbedaan dan keberagaman, karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa Bangsa Indonesia sendiri justru lahir dan besar karena keragaman yang dimilikinya. Keberagaman tersebut bahkan berasal dari masing-masing masyarakat yang memiliki suku berbeda, adat berbeda, bahasa berbeda hingga agama yang juga berbeda.
Mereka semua, yang menempati AMN dengan banyak sekali latar belakang perbedaan tersebut dan bermukim pada suatu wilayah yang sama, memang benar-benar sebagai representasi atau miniatur dari Indonesia itu sendiri. Di sisi lain, menyadari adanya perbedaan yang besar diantara para mahasiswa di sana, Dirjen Cipta Karya, Diana Kusumastuti mengungkapkan bahwa AMN tidak difungsikan sebagai hunian saja, melainkan juga menjadi tempat pembinaan para mahasiswa yang diselenggarakan oleh pihak Badan Intelijen Negara (BIN).
Di sisi lain, Kepala BIN, Budi Gunawan mengungkapkan bahwa hasil survei yang dilakukan oleh BIN, terdapat 39% mahasiswa telah terpapar oleh paham radikal. Bahkan paparan tersebut sudah terus menyebar hingga di 15 provinsi di Indonesia.
Maka dari itu, dengan tegas dirinya menyatakan bahwa penyebaran paham radikal yang semakin masif tersebut menjadi perhatian bagi seluruh kalangan.
Ada juga survei lain yang juga dilakukan oleh BIN yang menunjukkan bahwa ada 24% mahasiswa setuju dengan adanya konsep jihad untuk menegakkan negara Islam. Menurutnya, hal tersebut sangat mengancam keberlangsungan NKRI.
Dengan adanya pemahaman demikian, bagi Budi Gunawan, menjadi ancaman bagi eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) karena dengan adanya radikalisme, akan terjadinya sikap intoleransi antar masyarakat. Jika ajang intoleransi tersebut terus dibiarkan, maka bangsa ini tidak akan bisa meraih kejayaannya.
Karena kondisi bangsa ini yang sudah sejak awal penuh akan keberagaman, jika masyarakatnya masih penuh sikap intoleransi, sudah tentu keberagaman yang seharusnya mampu menjadi sangat cantik apabila menjadi satu, justru menjadi ajang pemecah antar masyarakat.
Sikap intoleransi ini juga akan semakin mempermudah kelompok atau golongan radikal tertentu yang hendak menyebarluaskan paham mereka kepada generasi muda bangsa, sehingga mereka akan menjadi sasaran empuk, terlebih mereka sedang dalam proses pencarian jari diri.
Budi Gunawan juga mengungkapkan jangan sampai mahasiswa yang notabene adalah generasi muda penerus bangsa dan juga memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan, justru dengan sangat mudah diperalat oleh kelompok kepentingan dan golongan yang menganut paham radikal untuk memecah belah tatanan masyarakat.
Untuk itu, pencegahan akan penyebaran ajaran radikal dari kelompok dan golongan tertentu memang menjadi fokus dan terus dipantau oleh seluruh pihak. Utamanya jangan sampai hal tersebut justru merusak pemikiran generasi muda penerus bangsa seperti para mahasiswa. Dengan adanya pembinaan dari pihak BIN dalam AMN di Surabaya, hal tersebut dinilai sangat efektif guna mencegah mahasiswa terhadap ajaran radikal.