Suarapapuanews, Jakarta– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini sedang memeriksa Lukas Enembe di Papua. Masyarakat perlu mengawal kinerja KPK untuk menegakan hukum dan memberantas korupsi agar pembangunan Papua dapat berjalan optimal.
Lukas Enembe sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak September lalu, tetapi ia belum memenuhi panggilan sampai 2 kali. Sesuai aturan, maka berhak diadakan penjemputan paksa, walau tersangkanya berada jauh dari Jakarta. Namun untuk kasus Lukas, penjemputan batal dilakukan, karena menjaga kondusivitas masyarakat di sana.
Sejak Lukas jadi tersangka, ratusan warga Papua yang menjadi simpatisannya berjaga di sekitar rumahnya di Jayapura. Mereka bagaikan satpam yang garang dan siaga terus-menerus, bahkan ada yang membawa senjata tradisional. Penjagaan ini membuat penjemputan batal, yan dikhawatirkan berujung kerusuhan dan timbul korban di antara rakyat tersebut.
Oleh karena itu KPK memutuskan melakukan pemeriksaan di Papua, langsung di rumah Lukas Enembe. Ia juga menyetujui hal itu, dan rela diperiksa di rumahnya, karena beralasan masih stroke dan sakit jantung. Sebelumnya, Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri sudah melihat langsung keadaan Lukas Enembe dan ia membawa pesan bahwa Lukas mau diperiksa jika diadakan di Papua.
Ketua KPK Firli Bahuri menyatakan bahwa ia berterima kasih kepada masyarakat Papua, yang telah menyambut baik upaya aparat hukum untuk memeriksa Gubernur Lukas Enembe di Jayapura, Papua.
Firli melanjutkan, pemeriksaan terhadap Lukas Enembe tetap dilakukan. Dalam kasus Lukas Enembe, ia mengaku sakit dan akan bertambah parah jika memaksakan diri naik pesawat terbang ke Jakarta. Untuk mengatasi hal ini maka KPK akan membawa serta tim dokter independen dari IDI ke Papua.
Sebelum diperiksa oleh para penyidik KPK, Lukas Enembe diperiksa terlebih dahulu oleh tim dokter independen dari IDI. Setelah memastikan bahwa fisik dan mentalnya sudah cukup prima, baru pemeriksaan dilanjutkan oleh para penyidik KPK.
Tim dokter dari IDI akan memeriksa secara langsung, apakah Lukas Enembe benar-benar sakit jantung dan stroke parah, atau justru sebaliknya. Jika Lukas Enembe berbohong maka akan banyak orang yang sakit hati karena ia telah merugikan banyak pihak. Pertama, warga yang berjaga di sekitar Lukas akan kecewa berat karena orang yang mereka bela ternyata berbohong dan tidak sakit parah. Kedua, warga Papua juga sakit hati dan pusing karena sejak Lukas sakit, ia tidak masuk kerja, sehingga layanan administrasi di Kantor Pemerintah Provinsi Papua terganggu.
Oleh karena itu seluruh rakyat akan mengawal kinerja tim penyidik KPK dalam melakukan pemeriksaan terhadap Lukas Enembe. Tak hanya warga Papua, tetapi juga semua warga negara Indonesia. Mereka penasaran bagaimana penyelesaian kasus Lukas, karena berharap seorang koruptor akan dihukum seberat-beratnya, dan hukum di Indonesia akan ditegakkan setinggi-tingginya.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, menyatakan bahwa keputusan untuk memeriksa Lukas Enembe di Papua adalah hasil dari rapat koordinasi lintas lembaga negara, yang dihadiri oleh KPK, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, Perwakilan dari TNI dan Polri, serta dari Polda Papua.
Dalam artian, keputusan untuk memeriksa Lukas Enembe di Papua bukan murni keputusan KPK melainkan hasil dari rapat antar lembaga negara. Rapat koordinasi diadakan karena kondisi Lukas Enembe yang masih sakit dan dikelilingi oleh pendukungnya yang sangat militan. Hasil akhir rapat menyebutkan bahwa pemeriksaan akan dilakukan di Papua, demi melindungi banyak orang dari kemungkinan konflik saat dilakukan penjemputan paksa.
Masyarakat Indonesia mengawal Tim KPK dalam pemeriksaan Lukas Enembe, agar benar-benar objektif. Pemeriksaan memang dilakukan di Papua, karena ia masih sakit. Namun bukan berarti Lukas diistimewakan oleh KPK. Justru pemeriksaan dipindah ke sana karena ingin meminimalisir konflik antara pihak keamanan dan warga saat dilakukan penjemputan paksa ke Jakarta.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Jakarta
(RM/AA)