Suarapapuanews, Jakarta– Indonesia terus mendorong adanya deklarasi biodiveritas untuk semakin menuju kepada ekonomi hijau, utamanya gelaran KTT G20 tersebut menjadi momentum terbaik demi keberlangsungan lingkungan hidup yang berkelanjutan.
Pertemuan forum KTT G20 yang dipimpin oleh Indonesia dan diselenggarakan di Bali pada November 2022 mendatang akan disertai dengan deklarasi pemanfaatan biodiversitas dunia secara berkelanjutan untuk mendukung dan terus mendorong ekonomi biru dan hijau. Deklarasi akan dilakukan di tingkat menteri lewat side event Pertemuan Inisiatif Riset dan Inovasi G20 atau G20 Research and Innovation Initiative Gathering (RIIG).
Semangat untuk terus mendukung serta mendorong kebermanfaatan ekonomi biru dan hijau secara berkelanjutan tersebut memang menjadi hal yang sangatlah penting. Pasalnya dunia saat ini berada dalam kondisi ancaman krisis dari beberapa sektor termasuk juga adanya ancaman perubahan iklim dunia sehingga sangat penting negara-negara mulai lebih berfokus memanfaatkan ekonomi hijau demi menjaga lingkungan.
Hal tersebut dikarenakan sejauh ini sudah banyak sekali halangan untuk bisa menuju kepada transisi hijau diantaranya inflasi yang lebih tinggi dari perkiraan dan persisten, kondisi keuangan yang semakin ketat, perang Rusia melawan Ukraina, pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, dan ketidaksesuaian penawaran-permintaan semakin memperlambat prospek ekonomi global. Meningkatnya kekhawatiran tentang harga pangan dan energi mengakibatkan tekanan biaya hidup di banyak negara, yang ikut serta menambah tekanan inflasi.
Ketua RIIG, Agus Haryono mengungkapkan bahwa setidaknya pada tanggal 28 Oktober mendatang deklarasi mengenai dukungan untuk peningkatan pemanfaatan ekonomi hijau tersebut akan segera dideklarasikan. Sebenarnya RIIG sendiri sudah melakukan serangkaian pertemuan yang dilangsungkan sejak bulan April lalu dengan tujuan membahas kedua topik utama.
Topik pertama yang dibahas adalah mengenai peningkatan dan penguatan kolaborasi riset antara anggota G20 dengan berbagi sumber daya. Selain itu juga pengaturan pemanfaatan biodiversitas berbasis riset untuk memastikan kesejajaran antaranggota G20, baik yang berperan sebagai sumber biodiversitas maupun pengembang pemanfaatannya. Apakah itu pemanfaatan untuk sektor kesehatan, energi, pangan, ataupun adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Kemudian topik kedua yang dibahas dalam rangkaian pertemuan tersebut adalah mengenai pendanaan untuk melakukan kolaborasi riset dan juga inovasi, termasuk skema penggunaan fasilitas riset dan inovasi bersama, resolusi, serta kerangka kolaborasi antarnegara anggota G20. Dalam hal ini, RIIG G20 mengusulkan Global Biodiversity Research and Innovation Platform (GBRIP).
Agus Haryono menambahkan bahwa usulan dari RIIG G20, GBRIP tersebut merupakan sebuah platform kolaborasi yang memberikan peluang kepada negara maju dan negara berkembang untuk melaksanakan tanggung jawab dalam konservasi, pemanfaatan berkelanjutan, serta pemanfaatan sumber daya alam yang adil dan merata.
Memang sangat penting adanya kolaborasi antar seluruh negara bahkan itu mereka yang merupakan negara maju maupun negara berkembang, karena dengan adanya sinergitas yang baik tentunya semua pihak akan bisa saling berbagi pandangan atau perspektif untuk menghadapi sebuah tantangan, sehingga solusi yang dihasilkan bisa jauh lebih relevan diterapkan.
Terkait dengan sektor riset dan juga inovasi, peran Indonesia selaku Presidensi dalam gelaran KTT G20 menjadi sangat sentral. Selain itu, menurut Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko bahwa forum internasional bergengsi itu menjadi momentum penting untuk bisa membuktikan dan menunjukkan bagaimana peran Indonesia di mata dunia.
Ketika Indonesia berhasil membuktikan perannya di mata dunia dan berhasil diakui oleh global, maka tentunya peluang bangsa ini dalam hal menjalin mitra kolaborasi untuk menjalankan riset dan inovasi ke depannya, utamanya dengan negara-negara anggota G20 akan menjadi lebih terbuka lebar.
Handoko mengatakan, kekayaan keanekaragaman hayati di laut dan darat yang terbesar di dunia menjadi modal utama Indonesia untuk bisa menjadi pusat kolaborasi riset dan inovasi terkait biodiversitas. Dengan memiliki keuntungan berupa kekayaan serta keanekaragaam tersebut, maka jelas saja posisi Indonesia akan menjadi semakin menarik sebagai sebuah negara berpopulasi besar, namun di dalamnya terdapat biodiversitas yang sangat besar pula.
Terlebih, pihak BRIN sendiri juga juga sudah melakukan skema klaim supportin system yang sangat lengkap mengenai ekosistem riset dan inovasi tersebut di Tanah Air, yang mana di dalamnya sudah ditunjang dengan ketersediaan fasilitas riset, skema hibah riset, seri infrastruktur.
Sejauh ini pelaksanaan riset di Indonesia sendiri dalam berbagai bidang bahkan sudah dinaungi oleh satu manajemen, yakni BRIN. Sehingga ketika sudah ada satu atap tersebut tentunya pengaturan yang berada di dalamnya akan menjadi jauh lebih mudah serta efisien. Handoko menjelaskan bahwa semuanya merupakan modal awal untuk seluruh komunitas periset, juga modal awal untuk membuka dan meningkatkan kerja sama dan kolaborasi riset dengan berbagai negara tadi, khususnya anggota G20.
Untuk bisa menjawab seluruh tantangan global yang saat ini memang terus terjadi, utamanya karena menjadikan transisi menuju ekonomi hijau menjadi semakin terhambat, memang sudah selayaknya Indonesia mengambil peran sebagai Presidensi dalam G20 untuk bisa mendorong adanya deklarasi biodiversitas untuk ekonomi hijau.
*) Penulis adalah kontributor Persada Institute
(YA/AA)