Suarapapuanews, Keerom– Implikasi dari penetapan Gubernur Lukas Enembe menjadi Tersangka dugaan kasus korupsi oleh KPK coba dibedah oleh tokoh pemuda dari Keerom, Ferdinand Tuamis.
Mantan Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) ini mengatakan, respon masyarakat Papua terhadap persoalan Lukas Enembe ada dua jenis. Pertama, respon bersifat politik, kedua respon sosial.
Ferdinand menjelaskan, respon sosial datang dari kelompok-kelompok masyarakat yang pro ke Pak Lukas. Ada kelompok mahasiswa, kelompok profesi, keluarga dan lain-lain. Mereka tahu, bahwa Ketika terjadi penyelewengan dalam penyelenggaraan Pemerintahan, ada konsekuensinya hukumnya.
“Tetapi mereka itu justeru sekarang sedang membentengi sehingga akses untuk penanganan hukum terhambat. Pertanyaannya, faktor apa yang mendorong mereka berbuat begitu?”kata Ferdinand di Keerom, Kamis (6/10/2022).
Menurut Ferdinand, kelompok yang membentengi Lukas Enembe dilatari faktor emosional. Ketokohan Lukas Enembe membuat mereka melakukan proteksi. Proteksi dilakukan karena mereka merasa Pak Lukas dipolitisir.
Sementara di pihak lain, ada prosedur hukum yang harus ditegakkan. Pemanggilan ketiga pasti akan dilakukan, dan mungkin ada penjemputan paksa. Masyarakat akan merespon, para pendukung pak Lukas pasti tidak diam, dan aparat penegak hukum juga akan merespon.
“Aparatur datang dengan alat kelengkapan negara, masyarakat hadapi dengan tangan kosong. Di sinilah bahayanya, masyarakat bisa jadi korban,”’ tegas Ferdinand.
Sikap Ferdinand tegas, siapapun penyelenggara Pemerintah, Gubernur, Bupati, kepala distrik sampai kepala kampung, bahkan presiden sekalipun kalau melakukan pelanggaran hukum, wajib ditindak.
“Tetapi jika ada kelompok masyarakat yang merasa ini dipolitisir, kenapa ini dipolitisir?” tegas Ferdinand.
Karena itu, Ferdinand mengusulkan agar ada mediasi. Pihak yang paling pantas menjadi mediator, sebut Ferdinan, adalah tokoh adat dan tokoh gereja. Secara khusus Ferdinand menyebut dua tokoh gereja yang menurutnya memiliki pengaruh cukup luas.
“Pendeta Lipiyus Biniluk dari Pegunungan Tengah, dan dari kalangan Katolik adalah Pastor Jhon Jonga,”sebut Ferdinand.
Melalui kedua tokoh inilah, harap Ferdinand, bersama dengan tokoh-tokoh adat dapat terbangun komunikasi konstruktif dalam rangka menemukan solusi damai. Sehingga kepentingan pemulihan kesehatan pak Lukas dapat dipenuhi dan kepentingan penegakan hukum dapat dilaksanakan.
Kepada kelompok masyarakat yang masih bertahan di rumah kediaman Lukas Enembe, Ferdinand mengimbau untuk membubarkan diri. Biarkan proses hukum berjalan, aparat hukum silakan melaksanakan tugasnya sesuai dengan sistem yang ada.
“Mari kita pulang lihat anak-isteri, keluarga, yang mahasiswa kembali lihat tugas-tugas dari dosen, kita kerja, kita terus membangun. Salam Papua damai,”tutup Ferdinand.
(CA/AA)