Suarapapuanews, Jakarta– Investasi telah menjadi salah satu komponen untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia, sehingga perlu adanya regulasi yang mengatur tentang proses tersebut.
Pemerintah terus berupaya untuk memperbaiki regulasi investasi di Indonesia. Regulasi yang dimaksud adalah undang-undang (UU) Cipta Kerja. Terkait hal tersebut, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) meyakini bahwa target realisasi investasi sebesar Rp 1.200 triliun dapat dicapai pada 2022. Salah satu terobosan yang mendukung target tersebut adalah implementasi UU Cipta Kerja atau UU Ciptaker.
Direktur Promosi Wilayah Asia Tenggara, Selandia Baru dan Pasifik Kementerian Investasi, Saribua Siahaan, mengaku bahwa pihaknya optimis target tersebut dapat dicapai. Selain itu pemerintah juga perlu membuat regulasi melalui UU Cipta Kerja.
Saribua mengatakan, ada beberapa hal yang ingin disampaikan pemerintah melalui UU Cipta Kerja. Pertama, menunjukkan kepada dunia usaha bahwa pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan kemudahan berusaha.
Kedua, Upaya memberikan kemudahan investasi secara clean and clear. Khususnya terkait dengan masalah lahan. Selama ini banyak kegiatan investasi yang terhambat oleh upaya penyediaan lahan. Yang ketiga yaitu lewat UU Ciptaker pemerintah melakukan perampingan administrasi pemerintah sehingga upaya mengurus perizinan usaha menjadi tidak bertele-tele.
Saribua menjelaskan bahwa UU Ciptaker merupakan showcase bagi Indonesia, bahwa bila ingin investasi ke Indonesia investor cukup membawa modal dan teknologi, semua perizinan Kementerian Investasi/BKPM yang menghandle.
Dari UU Cipta Kerja ini tentu saja menyelaraskan kebijakan yang ada di pusat-daerah, serta mengatasi masalah yang tumpang tindih, apalagi UU ini akan memangkas pasal-pasal yang dinilai tidak efektif.
Guru Besar IPB Prof. Dr.Ir. Yanto Santosa, DEA mengatakan, ketika investasi meningkat, tentu lapangan kerja juga meningkat, ini merupakan tujuan dari UU Cipta Kerja sebenarnya, demi kesejahteraan masyarakat.
Untuk mengimplementasikan UU Cipta Kerja agar sesuai dengan harapan pemerintah, misalnya penyederhanaan regulasi perizinan, mendorong kemudahan investasi dan peningkatan lapangan kerja, maka diperlukan sejumlah syarat-syarat yang harus terpenuhi.
Salah satunya adalah pelaku usaha harus dijadikan sebagai mitra yang sejajar, bukan sebagai pihak yang dicurigai atau diwaspadai. Dengan status tersebut maka bentuk interaksi atau hubungan antara pemerintah dan pengusaha akan bersifat saling membantu dan membutuhkan.
Sebelumnya, Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi, dan Kesehatan Badan Pengurus Pusat (BPP) Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Sari Pramono mengatakan UU Cipta Kerja akan menciptakan lebih banyak lapangan pekerjaan. Angkatan kerja Indonesia juga akan memiliki pendapatan yang layak. UU Cipta Kerja juga dapat menciptakan iklim investasi dan usaha yang kondusif. Khususnya pada industri UMKM, sehingga bisa bersaing di tingkat global.
Pramono juga menambahkan bahwa pengesahan UU Ciptaker dapat menekan masalah dan hambatan bagi industri. Dengan adanya Omnibus Law, diharapkan regulasi tersebut dapat juga dapat menarik minat investasi demi meningkatkan kapasitas industri UMKM nasional.
Dengan adanya kemudahan dalam pengurusan izin usaha, diharapkan iklim investasi di Indonesia akan membaik, serta menarik investor lokal maupun asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Jika angka investasi meningkat tentu saja lapangan kerja akan semakin terbuka di berbagai sektor, sehingga jumlah pengangguran akan semakin berkurang.
Di sisi lain, UU Cipta kerja memang disusun dengan tujuan untuk mensejahterakan dan membantu para pencari kerja di Indonesia. Terlebih di tengah situasi pandemi di mana ekonomi juga sempat terseok. UU ini diperkirakan akan membuka sekitar 46 juta lowongan pekerjaan begitu disahkan. Tentunya dengan susunan Omnibus Law yang sudah dirancang sedemikian rupa, tentunya ini bukanlah hal yang mustahil.
Deputi Bidang Kerja Sama Penanaman Modal Kementerian Investasi/BKPM Riyatno mengatakan, perkembangan realisasi investasi mencapai Rp 826,3 triliun di tahun 2020. Ini mencapai 101.1 persen dari target Rp 817,2 triliun. Dari realisasi tersebut yang menarik adalah penanaman modal Dalam Negeri (PMDN) menunjukkan keseimbangan dengan penanaman modal Asing (PMA). Berdasarkan data dari BKPM, PMDN mencapai 50,5 persen. Sedangkan investasi di dulan. Sedangkan investasi di pula jawa porsinya 49,5 persen.
Dengan adanya UU Cipta Kerja, investasi di Indonesia mengalami peningkatan. Tahun 2021 lalu realisasi investasi sebesar 900 triliun rupiah dan target tahun 2022 meningkat hingga 1.200 triliun rupiah. Hal ini tentu sangat bagus karena semakin banyak investasi semakin banyak pula devisa yang masuk ke kantong negara.
Hal ini menjadi bukti bahwa UU Cipta Kerja mampu meningkatkan bisnis dan investasi di Indonesia. Sehingga keberadaannya perlu Dijaga agar investasi yang masuk ke Indonesia dapat terus berlanjut.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara
(RK/AA)