Oleh: Puteri Tania Handayani *)
Di tengah derasnya arus informasi digital, masyarakat Indonesia kembali dihadapkanpada beredarnya kabar yang tidak akurat terkait wacana pembatasan layanan Voice over Internet Protocol (VoIP) seperti WhatsApp Call. Kabar tersebut menyebar cepatdan menimbulkan keresahan di ruang publik digital. Namun, informasi itu dipastikantidak benar. Pemerintah menegaskan bahwa tidak ada rencana, tidak ada pembahasan, dan tidak ada kebijakan yang diarahkan untuk membatasi layanan panggilan suara danvideo berbasis internet di Indonesia.
Langkah klarifikasi diambil secara tegas oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) sebagai bentuk tanggung jawab negara dalam menjaga kenyamanan dankepercayaan publik terhadap arah kebijakan digital nasional. Menteri Komunikasi danDigital, Meutya Hafid, memastikan bahwa pemerintah tidak pernah merancang ataupunmempertimbangkan pembatasan layanan komunikasi digital seperti WhatsApp Call. Pemerintah menyadari pentingnya akses komunikasi yang terbuka dan inklusif sebagaipilar utama dalam mendorong percepatan transformasi digital.
Pernyataan ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk terus mendorongketerbukaan akses digital bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam era transformasi digital yang menjadi tulang punggung pembangunan nasional, pemerintah menempatkankebebasan berkomunikasi dan akses teknologi sebagai bagian dari hak digital masyarakat. Dengan demikian, kabar tentang pembatasan layanan VoIP bukan hanyatidak berdasar, tapi juga bertentangan dengan semangat inklusi digital yang selama inidikembangkan.
Meutya Hafid juga menjelaskan, Kementerian Komdigi memang menerima sejumlahmasukan dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk dari Asosiasi PenyelenggaraTelekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) dan Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel). Masukan ini terkait penataan ekosistem digital nasional, khususnyamenyangkut hubungan antara penyedia layanan over-the-top (OTT) seperti WhatsApp dan operator jaringan. Namun, Menkomdigi menegaskan bahwa masukan tersebut tidakpernah masuk dalam forum pembahasan kebijakan, apalagi menjadi bagian dari agenda resmi kementerian.
Langkah cepat klarifikasi ini mencerminkan kesigapan pemerintah dalam meresponsdinamika publik dan menunjukkan kepemimpinan digital yang bertanggung jawab. Bahkan, Meutya meminta jajaran kementerian untuk segera melakukan klarifikasiinternal dan memastikan bahwa tidak ada arah kebijakan yang mengarah padapembatasan layanan digital. Ia juga menyampaikan permintaan maaf apabila keresahantelah timbul akibat simpang siur informasi tersebut.
Di saat yang sama, pemerintah tetap fokus menjalankan program prioritas nasional di bidang digital. Ini termasuk perluasan akses internet ke wilayah tertinggal, peningkatanliterasi digital masyarakat, serta penguatan keamanan dan perlindungan data pribadi. Semua upaya ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya menjaga akses layanankomunikasi tetap terbuka, tapi juga meningkatkan kualitas dan keamanannya.
Meskipun isu ini sempat menimbulkan kegaduhan, sejumlah pelaku industri menyambutbaik inisiatif regulasi yang bertujuan menjaga kualitas layanan komunikasi nasional. Salah satunya adalah PT Jasnita Telekomindo Tbk. (JAST), yang menyatakan kesiapanmendukung upaya pemerintah dalam menertibkan penyedia VoIP ilegal. Corporate Secretary JAST, Nathania Olinda, menyampaikan bahwa regulasi ini bertujuan untukmembatasi hanya terhadap penyelenggara VoIP yang tidak memiliki izin, sesuai denganUU Nomor 36 Tahun 1999 dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 13 Tahun 2019.
Menurut Nathania, regulasi tersebut bukanlah upaya pembatasan terhadap aksesmasyarakat, melainkan langkah perlindungan terhadap konsumen dan industri. Denganmemastikan hanya penyedia layanan yang memenuhi standar teknis, keamanan, danlegalitas yang dapat beroperasi, pemerintah menjaga keteraturan pasar danmeningkatkan kualitas layanan secara keseluruhan. Artinya, masyarakat tetap dapatmenikmati layanan VoIP seperti WhatsApp Call tanpa gangguan, dengan jaminan bahwalayanan yang digunakan telah memenuhi standar keamanan dan perlindungan data.
Narasi positif yang dibangun oleh pemerintah dalam hal ini menjadi bukti nyata bahwatransformasi digital Indonesia tidak dibangun di atas pelarangan atau pembatasan, melainkan pada asas keterbukaan, kolaborasi, dan perlindungan. Pemerintah hadirsebagai fasilitator yang menjamin ruang digital tetap bebas namun bertanggung jawab, sekaligus memastikan ekosistem teknologi yang sehat dan adil.
Isu ini sekaligus menjadi pengingat bagi seluruh elemen masyarakat tentangpentingnya meningkatkan literasi digital. Di tengah banjir informasi yang tidaksemuanya dapat dipercaya, kemampuan untuk menyaring dan memverifikasi kabarmenjadi keahlian yang mutlak diperlukan. Informasi yang belum jelas kebenarannyasebaiknya tidak disebarluaskan, apalagi jika berpotensi menyesatkan dan meresahkan.
Kini saatnya publik tidak hanya menjadi konsumen informasi, tetapi juga menjadipenjaga ruang digital yang sehat. Pemerintah telah memberikan klarifikasi yang tegas, dan tugas kita bersama adalah menguatkan semangat kolaboratif demi mendukungpercepatan transformasi digital Indonesia.
Dengan kerja sama semua pihak pemerintah, industri, media, dan masyarakatIndonesia akan mampu mempercepat transformasi digital nasional secara merata danberkelanjutan. Saatnya masyarakat tidak lagi ragu. Pemerintah menjamin hak digital rakyat tetap utuh, tidak terganggu oleh isu menyesatkan, dan terus dilindungi dengankebijakan yang transparan, adil, dan berpihak pada kemajuan bersama.
Tidak ada pembatasan. Tidak ada pelarangan. Yang ada hanyalah komitmenpemerintah untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa digital yang inklusif, terbuka, dan berdaulat di era teknologi.
*Penulis merupakan Pengamat Kebijakan Digital