Suarapapuanews, Jakarta– Seluruh komponen masyarakat harus turut aktif dalam proses penyempurnaan dan penggantian KUHP lama buatan kolonial Belanda menjadi RUU KUHP. Ke depannya, produk hukum asli dari anak Bangsa ini akan membuktikan bagaimana Indonesia mampu berdaulat dengan menciptakan sistem hukumnya sendiri.
Sebagaimana diketahui, KUHP lama yang masih aktif digunakan sebagai sistem hukum di Indonesia sekarang ini merupakan sebuah sistem hukum turunan kolonial Belanda dan bahkan sudah dibuat sejak sekitar 2 abad yang lalu. Menyadari hal tersebut, maka sudah sepatutnya untuk segera melakukan pembaharuan demi mencapai relevansi sistem hukum agar sesuai dengan dinamika perubahan masyarakat terbaru.
Namun untuk bisa terus menyempurnakan KUHP peninggalan belanda tersebut menjadi RUU KUHP, Pemerintah sendiri tidak mau langsung mengambil sikap dengan menentukannya hanya dari satu arah saja. Karena Indonesia juga menjunjung tinggi asas demokrasi, maka masukan dari seluruh aspek masyarakat menjadi tak kalah pentingnya.
Pasalnya, RKUHP merupakan sebuah sistem hukum yang akan mengatur segala aspek kehidupan masyarakat bahkan hingga bagaimana berjalannya pemerintahan, sehingga jika hanya ditetapkan dari satu sudut pandang saja, maka sama saja di dalamnya akan kurang mengakomodasi nilai-nilai Pancasila dan juga asas demokrasi.
Anggota Komisi III DPR RI, Arteria Dahlan menjelaskan bahwa pembuatan RUU KUHP itu sudah sangat sesuai dengan keadaan dan perkembangan kehidupan masyarakat terkini dalam konteks berbangsa dan juga bernegara. Maka sudah tidak ada alasan lagi untuk terus menunda pengesahan RKUHP tersebut.
Lebih lanjut, Arteria dalam Diskusi Forum Legislasi, Media Center DPR di Senayan tersebut juga menambahkan bahwa isi dari RUU KUHP tersebut juga sudah beradab dan menjunjung tinggi kemanusiaan. Selain itu, pihak DPR juga mengutarakan bahwa mereka telah banyak mendengarkan segala keluh kesah dan juga aspirasi dari masyarakat luas sehingga mampu memberikan ruangan untuk menjalin proses berjalannya dialektika kebangsaan.
Semua isu yang sejauh ini masih menimbulkan polemik karena KUHP lama peninggalan Belanda dengan segala ketidakrelevansiannya, mengandung banyak sekali multitafsir, utamanya mengenai tindak pidana, seluruhnya sudah terakomodir dengan sangat baik dalam RUU KUHP.
Politisi Fraksi PDIP itu menyebutkan bahwa RUU ini telah taat asas dan mampu menjadi instrumen yang baik di mata hukum, tak heran Arteria pun mengapresiasi positif RUU ini sebagai bentuk produk legislasi DPR RI yang fenomenal dan revolusioner. Karena di dalamnya cukup banyak mengandung perubahan yang cukup fundamental terkait paradigma besar pemberlakuan sistem hukum di Indonesia.
Dalam RUU KUHP tersebut, di dalamnya juga banyak memuat nilai-nilai yang membuat menjadi semakin dekat dengan junjungan filosofis Pancasila dan UUD, norma di masyarakat. Pembaruan RUU KUHP menjadi salah satu agenda strategis yang perlu dilakukan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk merealisasikan pembaruan hukum tersebut.
Sebagai kesungguhan atas komitmen yang dilakukan oleh Pemerintah demi bisa memiliki kedaulatan sistem hukum sendiri yang orisinil asli buatan Bangsa, bahkan sudah sejak sepanjang tahun 2019 hingga 2022, Kementerian Hukum dan HAM kemudian menindaklanjuti arahan untuk menampung aspirasi masyarakat melalui agenda dialog publik yang dilaksanakan setidaknya sebanyak 12 (dua belas) kali di 12 (dua belas) kota, yakni diantaranya Kota Medan, Semarang, Denpasar, Yogyakarta, Ambon, Makassar, Medan, Banjarmasin, Surabaya, Mataram, Manado, dan Jakarta.
Beberapa upaya yang dilakukan oleh Wamenkumham dalam menangkap aspirasi seluruh masyarakat demi terciptanya penyempurnaan KUHP lama menjadi RUU KUHP adalah dengan menggandeng mitra strategis untuk melakukan identifikasi atas banyaknya tanggapan publik terkait isu krusial.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia, Mahfud M.D menjelaskan bahwa RUU KUHP yang dirancang oleh pemerintah ini ke depannya akan terus menyesuaikan dengan peradaban modern sekarang dan sama sekali tidak menggunakan proses pemidanaan kolonial tempo dulu. Sehingga dalam hukum pidana modern tersebut, akan ada proses penyesuaian dengan bagaimana kondisi yang memang biasanya secara riil terjadi di masyarakat, maka penerapannya akan menjadi jauh lebih fleksibel namun karena sifat dasar hukum yang mengikat, maka asas tersebut juga tetap dijamin untuk menegakkan keadilan.
Perbedaan yang sangat terlihat jelas antara KUHP lama peninggalan Belanda menurut Wakil Menteri Hukum dan HAM RI, Edward O.S. Hiariej adalah bahwa pada RUU KUHP ini nanti sudah bukan lagi menjadikan Hukum Pemenjaraan sebagai utamanya, namun justru hal tersebut menjadi pilihan terakhir dalam proses penghukuman yang akan terjadi. Di sisi lain, akan juga mengakomodasi bentuk penghukuman yang lain, yakni diganti dengan sanksi dan juga denda.
Dengan kondisi latar belakang Indonesia yang memang di dalamnya terdiri dari banyak sekali kebudayaan dan multi etnis, maka sebenarnya itu juga menjadi suatu tantangan tersendiri. Maka Wamenkumham menjelaskan bahwa pihak pemerintah akan terus mencoba untuk mencari titik tengah sembari terus menampung semua aspirasi masyarakat hingga terus memperkaya dan menyempurnakan RUU KUHP.
Keterbukaan pemerintah untuk membuka ruang berdialog hingga terciptanya proses berdialektika dalam penggarapan RUU KUHP demi bisa mengganti KUHP lama buatan Belanda memang sangat memerlukan pastisipasi aktif dari seluruh aspek masyarakat di Indonesia. Apabila semua masyarakat menjadi sangat aktif dalam berpartisipasi, maka bukan tidak mungkin penyempurnaan RUU KUHP akan segera terlaksana.
)* Penulis adalah kontributor Ruang Baca Nusantara
(AH/AA)