Suarapapuanews, Jakarta– Radikalisme adalah musuh terbesar bagi masyarakat. Keberadaan paham tersebut tidak hanya menyebabkan munculnya praktik intoleran dan kekerasan namun juga menyebabkan perpecahan bangsa.
Indonesia adalah negara demokratis yang berlandaskan Pancasila. Hal ini sudah tidak dapat ditawar dan berlaku sejak merdeka tahun 1945. Akan tetapi ada kelompok radikal dan teroris, yang berambisi untuk mengubah dasar negara dan menjadikan negeri ini menjadi khilafah. Di saat ide mereka ditolak mentah-mentah, malah menyalahkan pemerintah dan membahayakan masyarakat.
Warga negara Indonesia (WNI) pun tidak setuju akan radikalisme dan terorisme, karena kelompok ini mengajak masyarakat untuk memberontak dan berbuat kekerasan. Padahal sudah jelas bahwa pengeboman dan pemberontakan adalah hal terlarang. Namun kelompok radikal melakukannya seenaknya sendiri, lantas emosi ketika dicokok oleh pihak berwajib.
Dosen Institut Teknologi Bandung Syarif Hidayat mengajak masyarakat untuk terus konsisten dalam mempertahankan sikap anti radikal. Indonesia terdiri dari rakyat yang moderat dan multi dimensi, yang bersyukur atas kebhinekaan. Dalam artian, imbauan untuk bersikap anti radikal terus digaungkan. Persatuan dan kebhinekaan wajib untuk terus dilakukan, agar masyarakat solid dan melawan radikalisme yang bisa menghancurkan negeri ini.
Radikalisme adalah musuh besar masyarakat karena pertama, kelompok radikal memaksakan kehendaknya untuk membentuk negara khilafah. Padahal Indonesia adalah negara demokrasi dan tidak bisa diganti dengan konsep lain. Apalagi anggota kelompok radikal tak punya jabatan apa-apa di pemerintahan, tetapi ngotot untuk membentuk khilafah.
Masyarakat jelas tidak mau ada perubahan gara-gara Indonesia diubah jadi negara khilafah karena tidak cocok dengan kondisi di lapangan. Di mana ada banyak sekali suku dan latar belakang yang berbeda di negeri ini. Indonesia hanya cocok dengan sistem demokrasi yang mampu mempersatukan perbedaan masyarakat dengan Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tapi satu jua.
Sistem khilafah tidak cocok diterapkan di negara manapun bahkan di negara yang mayoritas penduduknya muslim. Oleh sebab itu, gagasan tersebut perlu ditolak dan menyamakan negeri ini dengan negara lain. Kondisi sosial masyarakatnya tentu berbeda dan tidak bisa tiba-tiba diubah jadi kekhalifahan.
Banyak orang yang takut jika Indonesia berubah jadi khilafah lalu hukum akan diberlakukan dengan ketat. Misalnya ketika ada pencurian maka pelakunya tidak diadili lalu digelandang ke penjara. Namun ia malah dipotong sebagian tangannya. Jika ada yang ketahuan melakukan tindakan amoral seperti berzina maka hukumannya adalah rajam alias pelemparan batu.
Oleh karena itu masyarakat terus menolak ajakan untuk menjadi radikal karena memang tidak cocok dengan kondisi di Indonesia. Ketika di negeri ini ada banyak perbedaan di kalangan masyarakat, tetapi mereka baik-baik saja karena penuh dengan toleransi. Namun radikalisme menolak perbedaan dan memaksakan pendapat, oleh karena itu tidak ada warga yang menyetujuinya.
Terlebih, kelompok radikal menggunakan cara-cara kekerasan dalam menjalankan aksinya. Misalnya dengan melakukan sweeping di warung makan pada siang hari, di bulan puasa. Padahal bisa saja yang makan di sana tidak berpuasa karena sedang hamil, masih nifas, atau sedang menstruasi. Atau memang tidak berpuasa karena tidak ada kewajiban berpuasa pada keyakinannya.
Pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh kelompok radikal membuat masyarakat geram karena mereka melakukannya berkali-kali. Padahal pemaksaan tidak bisa diterima di negara demokrasi. Terlebih, mereka melakukan sweeping dan pemaksaan tanpa izin dari pihak berwajib, sehingga ilegal.
Pengeboman yang dilakukan oleh kelompok radikal dan teroris juga dibenci oleh masyarakat karena jelas membahayakan. Sudah terlalu banyak korban luka-luka dan korban jiwa dari pengeboman tersebut. Oleh sebab itu, sudah tentu bahwa kelompok radikal sudah kehilangan akal sehat dan hati nurani.
Masyarakat juga memusuhi radikalisme karena ajaran ini merusak perdamaian Indonesia. Ketika ada peristiwa pengeboman maka akan ada banyak orang yang mencari siapa pelakunya. Tuduh-menuduh dilakukan dan membuat perasaan tidak nyaman. Padahal sudah jelas pelakunya adalah kelompok radikal dan teroris, yang ingin menghancurkan Indonesia.
Oleh karena itu masyarakat mendukung penuh ketika ada pelaku pengeboman dan anggota kelompok radikal yang dicokok oleh Densus 88. Penangkapan kelompok radikal memang harus dilakukan agar mereka tidak merusak perdamaian di Indonesia dan menggerogoti negeri ini dari dalam.
Masyarakat juga langsung melapor ke polisi siber jika ada konten media sosial yang mendukung radikalisme dan terorisme. Mereka anti radikal dan tidak suka jika ajaran ini bercokol di Indonesia. Jangan sampai ada banyak orang yang mendukung radikalisme gara-gara membaca konten radikal.
Radikalisme adalah musuh besar masyarakat dan seluruh WNI membencinya. Radikalisme akan menghancurkan perdamaian dan memantik permusuhan di negeri ini, juga meningkatkan isu SARA. Jangan sampai radikalisme berkembang pesat, oleh karena itu masyarakat mendukung penangkapan anggota kelompok teroris oleh pihak berwajib.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers
(AF/AA)