Suarapapuanews, Jakarta– Salah satu tugas utama Pemerintah adalah terus menjaga stabilitas negara supaya tidak ada ketimpangan atau ketidakadilan terjadi di masyarakat. Maka memang kebijakan penyesuaian harga BBM merupakan solusi terbaik bahkan jika dilihat dari berbagai macam aspek untuk kebaikan rakyat.
Penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan sebuah upaya terbaik yang dilakukan Pemerintah untuk bisa mengurangi beban APBN yang selama ini ternyata terlalu terbebani karena subsidi energi. Kemudian, anggaran negara yang sudah diringankan tadi akan kembali diperuntukkan demi memberikan subsidi namun khusus hanya untuk masyarakat kelompok rentan saja sehingga akan menjadi sangat tepat sasaran.
Kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah ini adalah jalan tengah paling ideal, pasalnya jika ditelisik selama ini pemberian subsidi energi pada komoditas BBM di masyarakat nyatanya justru sebanyak 80 persen diantaranya malah dinikmati oleh masyarakat kelas menengah ke atas, yang mana seharusnya mereka tidak layak dan tidak terlalu membutuhkan subsidi dari negara tersebut. Jika hal tersebut terus terjadi, maka jelas asas keadilan tidak akan bisa diperoleh oleh masyarakat.
Padahal niat awal pemberian subsidi adalah supaya mampu meringankan beban masyarakat bawah jika hendak membeli BBM, namun dengan mengetahui realitas lapangan demikian, maka memang sudah selayaknya dilakukan evaluasi hingga akhirnya ditetapkan bagaimana caranya supaya pemberian subsidi dari Pemerintah itu hanya diperuntukkan mereka yang benar-benar membutuhkan saja.
Presiden RI, Joko Widodo bahkan juga menegaskan bahwa memang subsidi yang merupakan uang rakyat harus tepat sasaran. Subsidi harus menguntungkan masyarakat yang kurang mampu. Mestinya uang negara itu harus diprioritaskan untuk memberikan subsidi kepada masyarakat yang kurang mampu. Dan, saat ini, Pemerintah harus membuat keputusan dalam situasi sulit.
Bagaimana tidak sulit, pasalnya memang harga minyak dunia juga terus mengalami kenaikan secara konstan bahkan sejak 50 tahun terakhir. Apabila subsidi terus digunakan, sedangkan di sisi lain jumlah konsumsi BBM yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia terus meningkat pula, maka dana APBN yang sudah termakan sebanyak Rp 502 triliun, bukan tak mungkin masih kurang dan harus ditambahi lagi.
Maka dari itu, Presiden Jokowi menyatakan bahwa memang penyesuaian harga BBM yang telah dilakukan bukanlah sebuah kebijakan yang tiba-tiba dilakukan, melainkan sudah mengalami kajian yang sangat mendalam dengan mempertimbangkan banyak hal pula. Sehingga kebijakan tersebut menjadi langkah pilihan terakhir yang diambil oleh Pemerintah.
Keadaan saat ini memang serba sulit, karena mash terdapat guncangan di geopolitik dunia sehingga turut berpengaruh pula pada beberapa harga komoditas yang pasokannya menjadi langka dan harganya melonjak. Tentu kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah ini sangat patut mendapatkan apresiasi besar karena Pemerintah sangatlah berkomitmen untuk tetap mempertahankan dan mengelola stabilitas fiskal negara. Apabila salah langkah saja, maka bukan tidak mungkin ancaman negara akan mengalami krisis seperti Sri Lanka.
Sementara itu, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH. Marsudi Syuhud menyatakan bahwa kebijakan yang diambil ini memang merupakan kewajiban bagi Pemerintah karena di dalamnya mengandung kemaslahatan dan kebaikan bagi rakyat, utamanya mereka yang memang membutuhkan. Karena jika subsidi BBM nyatanya masih dinikmati oleh masyarakat mampu, hal itu sama sekali tidak sesuai dengan ajaran agama lantaran mengandung ketidakadilan bagi umat.
Lebih lanjut, Kyai Marsudi juga menyampaikan bahwa keputusan Pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM memang adalah kebijakan terbaik. Di dalam kebijakan tersebut, sekaligus Pemerintah akan menjaga stabilitas dan juga penuh akan kemaslahatan, di tambah dengan bagaimana kondisi ekonomi global yang memang saat ini tengah mengalami turbulensi.
Di sisi lain, pengamat isu-isu strategis, Prof. Imron Cotan menambahkan pula bahwa penyesuaian harga BBM ini ternyata bukan hanya perilah mengurangi tekanan pada pembiayaan APBN, melainkan juga merupakan momentum terbaik supaya Indonesia perlahan-lahan bisa beralih pada penggunaan dan pemanfaatan Energi Baru Terbarukan (EBT).
Sebagaimana data yang dirilis oleh Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang memiliki komitmen tinggi untuk bisa mengurangi emisi karbon setidaknya hingga sekitar 29 persen. Bahkan jika upaya tersebut dibantu oleh dukungan Internasional, maka bukan tak mungkin perkiraan angkanya akan menjadi 41 persen di tahun 2030 mendatang. Bagi Prof. Imron, komitmen untuk keberlangsungan lingkungan itu akan sulit dicapai jika APBN masih saja terus terkunci hanya untuk melakukan subsidi energi.
Kemudian jika dilihat dari aspek lain, yakni terkait dengan stabilitas dan ketahanan negara, ternyata juga kebijakan penyesuaian harga BBM ini masih menjadi pilihan terbaik. Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin), Jend Pol (Purn), Budi Gunawan menyatakan bahwa akibat dari guncangan perekonomian global ternyata juga berdampak pada ekonomi nasional, utamanya bagi masyarakat kelas bawah. Maka dari itu dengan pemberian subsidi pada mereka menjadi solusi terbaik untuk terus mempertahankan stabilitas.
Jadi bisa dikatakan bahwa memang bukan hanya sekedar pada aspek ekonomi saja, melainkan di dalamnya ada aspek keadilan, pertahanan stabilitas nasional bahkan hingga aspek ajaran agama yang sangat menganjurkan Pemerintah untuk tidak terus menerus memberikan kebijakan yang justru menguntungkan masyarakat mampu dan menjadikannya kurang tepat sasaran. Penyesuaian harga BBM subsidi memang menjadi solusi terbaik mengatasi itu semua.
)* Penulis adalah kontributors Lingkar Pers
(RR/AA)