Suarapapuanews, Jakarta– Kepala Badan Intelijen Negara (Kabin) Jend Pol (Purn) Budi Gunawan mengatakan masyarakat perlu memahami tujuan besar Pemerintah mengurangi subsidi energi dan mengalihkannya untuk menjadi dana perlindungan sosial masyarakat tak mampu.
Pemerintah sendiri, lanjut Budi Gunawan, akan memitigasi risiko penyesuaian harga BBM tidak hanya dengan penambahan bantalan sosial Rp24,17 triliun.
“Perlu kita pahami, kebijakan pengurangan subsidi energi dengan penyesuaian harga BBM ini hanyalah bagian dari penguatan desain APBN yang lebih berorientasi pada perlindungan masyarakat lemah secara ekonomi,” papar Budi Gunawan yang juga guru besar Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN) ini.
Hal tersebut perlu dilakukan Pemerintah agar subsidi yang diberikan dapat diterima secara tepat sasaran, sehingga subsidi tersebut tidak lagi dimanfaatkan oleh masyarakat yang tergolong mampu, ucap Budi Gunawan di Jakarta, Minggu (4/9/2022).
Sementara itu, Kepala BIN juga menyebutkan bahwa penajaman subsidi dengan penyesuaian harga BBM hanyalah bagian dari upaya besar Indonesia menjaga dan memperkuat ketahanan Nasional yang memang dinamis seiring dengan perubahan geopolitik internasional.
Kebijakan itu merupakan respon kita untuk memastikan ketahanan Nasional menghadapi tekanan dari perkembangan geopolitik dunia, tutur Kabin.
Subsidi Harus Tepat Sasaran
Pentingnya subsidi BBM agar tepat sasaran juga diamini oleh Direktur Riset Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Berly Martawardaya. Dirinya menilai , terdapat fungsi APBN yang terganggu dalam penerapan penyaluran subsidi BBM selama ini. Hal tersebut dikarenakan adanya fakta jika justru lebih banyak masyarakat kelas atas yang menikmati subsidi BBM dari Pemerintah.
“Fungsi distribusi yang agak terganggu kemarin, jadi ada trade off antara stabilisasi dan distribusi karena yang diuntungkan adalah masyarakat menengah ke atas. Dimana Pertalite 80% dinikmati atau dikonsumsi subsidinya oleh masyarakat mampu, yang Solar bahkan 95%,” ujarnya dalam diskusi di Metro TV, Minggu (4/9).
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Pemerintah sudah terlebih dahulu menaikkan dana bantalan sosial Rp24,17 triliun sebelum keputusan penyesuaian harga BBM. Nilai ini pun dalam kalkulasi Pemerintah masih di atas beban yang akan muncul akibat penyesuaian harga BBM.
“Dengan adanya bansos Rp24,17 triliun, kita harapkan bisa mengurangi beban 40% masyarakat terbawah dalam menghadapi tekanan akibat inflasi maupun kenaikan Pertalite dan solar ini. Oleh karena itu, jumlah kompensasinya dibuat jauh lebih besar dari estimasi beban yang mereka akan hadapi. Yaitu tadi estimasi Rp8,1 triliun, kita memberikan Rp24,17 triliun,” kata Menkeu.
“Kenaikan dari bantuan sosial sebanyak Rp24,17 triliun yang tadi mengkover 20,65 juta keluarga atau kelompok penerima, ini diperkirakan mencapai 30% keluarga termiskin di Indonesia,” ungkap Sri Mulyani di Istana Negara, Sabtu (03/09).
Secara lebih rinci kenaikan bansos Rp24,17 triliun ini diperuntukkan bagi 20,65 juta keluarga tidak mampu yang masing-masing akan mendapatkan BLT (bantuan langsung tunai) untuk empat bulan dengan total Rp12,4 triliun, pemberian bantuan subsidi upah (BSU) bagi 16 juta pekerja yang berpenghasilan maksimal Rp3,5 juta perbulan dengan total Rp9,6 triliun, serta total Rp2,17 triliun yang berasal dari dana alokasi umum dan dana bagi hasil (DAU dan DBH) Pemerintah Daerah untuk subsidi transportasi angkutan umum, ojek online, dan nelayan.
“Berdasarkan hitungan dari penerima dan kalau hubungan dengan kemiskinan, dengan adanya bantuan tersebut, maka angka kemiskinan bisa ditekan lagi turun sebesar sekitar 1,07% untuk dua bantuan tersebut (BLT dan BSU),” jelas Menkeu.
(CA/AA)