Suarapapuanews, Jakarta– Pemerintah berusaha keras untuk menstabilkan harga pangan yang belakangan agak naik. Stabilitas harga pangan ini perlu mendapat apresiasi luas masyarakat sebagai bentuk kehadiran negara dalam mengendalikan harga komoditas.
Pemerintah terus berupaya untuk mencegah kenaikan harga barang kebutuhan, mengingat saat ini terjadi ancaman krisis pangan. Namun masyarakat diminta untuk tenang karena situasi ini akan stabil kembali, seperti minyak goreng yang harganya sudah mulai turun. Harga pangan yang agak naik tak hanya ada di negeri ini tetapi juga di negara-negara lain, bahkan di Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam, ada kenaikan 6% di awal tahun 2022 ini, yang merupakan rekor tertinggi sejak 30 tahun lalu.
Pemerintah tentu bergerak cepat agar kenaikan harga bahan pangan di Indonesia tidak terlalu ekstrim seperti di Amerika Serikat, karena bisa memicu inflasi. Masyarakat diminta untuk tenang karena Indonesia tidak akan terkena inflasi, karena kenaikannya masih dalam batas wajar. Tidak akan terjadi kekacauan pasar seperti pada krisis moneter tahun 1998 lalu, karena kondisi Indonesia sudah mulai stabil.
Anggia Erna Rini, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI menyatakan bahwa intervensi pemerintah hadir untuk menstabilkan harga pangan. Caranya adalah dengan memperbaiki alur distribusi dan menyediakan gudang dengan ukuran besar. Akan dilakukan koordinasi antar stakeholder seperti Bulog (Badan Urusan Logistik), Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Pertanian.
Dalam artian, gudang penyimpanan harus diperbaiki dan dibuat agar ukurannya mencukupi untuk menampung beras dan bahan pangan lain. Ketika musim panen sudah habis maka tinggal mengambil di gudang dan tidak ada kelangkaan bahan pangan, yang menyebabkan kenaikan harga. Masyarakat bisa tersenyum karena harga beras dan sembako lain masih wajar.
Keberadaan gudang penyimpanan di sini adalah milik Bulog sehingga resmi milik pemerintah. Masyarakat tidak akan takut gudang malah disalahgunakan untuk menimbun bahan makanan, sehingga ada oknum yang sengaja menaikkan harga. Para stakeholder pasti amanah dan tidak akan macam-macam.
Selain itu, aliran distribusi memang harus diperbaiki agar memutus mata rantai tengkulak. Jangan sampai dari petani harga bahan pangan hanya 5.000 rupiah per kilogramnya, tetapi sampai di tangan konsumen harganya jadi 17.000 rupiah. Dengan memperbaiki alur distribusi dan ada koordinasi dari stakeholder maka petani dan pedagang tetap untung dan masyarakat menikmati makanan dengan harga wajar.
Jika ada perbaikan aliran distribusi maka para petani bisa selamat dari jeratan tengkulak, yang tak jarang melakukan ngijon alias membeli hasil tani sebelum dipanen. Cara ini tentu merugikan karena harganya turun. Namun oleh tengkulak dijual dengan harga tinggi ke masyarakat. Permainan nakal ini yang akan dihapus oleh intervensi pemerintah.
Anggia melanjutkan, pemerintah menstabilkan harga pangan agar masyarakat diuntungkan. Usaha pemerintah juga bisa membuat jalan keluar dari situasi dan kondisi yang pelik. Di mana saat musim panen, harga bahan makanan turun. Namun ketika paceklik harganya naik tak karuan.
Oleh karena itu intervensi pemerintah harus dilakukan agar menguntungkan bagi petani maupun warga sebagai konsumen. Diharap jika pemerintah turun tangan, maka harga-harga bisa stabil dan ketika ada kenaikan, hanya sedikit. Masyarakat tidak akan takut kena inflasi karena Indonesia perlahan-lahan pulih dari efek pandemi.
Bhima Yudhistira, Direktur Economic Law and Studies menyatakan bahwa kenaikan harga pangan terjadi karena permintaan masyarakat yang naik, setelah efek pandemi agak mereda. Dalam artian, ketika rakyat Indonesia sudah memiliki pekerjaan dan gajinya dibelanjakan, otomatis terjadi hukum ekonomi. Saat ada kenaikan permintaan dari masyarakat maka harganya berangsur-angsur naik.
Bhima melanjutkan, kenaikan harga terjadi karena kondisi politik di Eropa Timur yang tidak stabil karena ada invasi ke Ukraina. Harga gandum jadi naik, berikut juga harga bahan pangan lain (yang dipasok dari mereka). Padahal bahan itu diperlukan untuk membuat pakan ayam dan sapi, sehingga otomatis harga pakan naik dan menyebabkan kenaikan harga telur, ayam, dan daging sapi.
Untuk mengatasi konflik ini maka pemerintah bergerak cepat dan Presiden Jokowi sudah bertolak ke Rusia dan Ukraina. Diharap setelah lobi tersebut, kondisi politik di Eropa Timur akan stabil dan perang selesai, sehingga harga gandum bisa turun.
Sementara itu, pemerintah bisa menggantikan gandum untuk sementara dengan sorgum, yang bisa dipakai untuk bahan membuat mie instan. Dengan begitu maka harga mie bisa stabil dan tidak terpengaruh oleh harga gandum dunia.
Pemerintah berusaha maksimal untuk menstabilkan harga pangan di Indonesia, agar tidak menimbulkan inflasi dan membuat masyarakat tenang. Harga sembako dan bahan pokok lain tidak mengalami kenaikan yang ekstrim karena ada berbagai strategi yang dilakukan. Di antaranya dengan mendamaikan Ukraina dan Rusia serta menata lagi alur distribusi bahan makanan di dalam negeri.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers
(AH/AA)