Suarapapuanews, Jakarta– Ketahanan pangan Indonesia diakui oleh FAO (Food and Agriculture Organization) dan IRRI (International Rice Research Institute). Masyarakat mengapresiasi karena ketahanan pangan negeri ini mendapat pengakuan dari organisasi internasional yang berada di bawah naungan PBB.
Indonesia dulu dikenal sebagai negeri agraris dan meski saat ini sudah era teknologi informasi, sektor pertanian tidak dilupakan. Agraria tetap penting karena pemerintah ingin mandiri dan mengkonsumsi beras hasil produksi sendiri. Memang ada beras dari Vietnam, Thailand, dan Jepang, tetapi rakyat Indonesia lebih suka makan beras yang padinya ditanam di negeri sendiri.
Dengan mandiri dalam memproduksi beras dan hasil tani lain, maka pemerintah makin mengukuhkan ketahanan pangan. Misi pemerintah berhasil karena Presiden Jokowi mendapatkan penghargaan dari FAO, lembaga internasional di bawah PBB. Penghargaan tersebut juga dari IRRI sebagai institut beras internasional dan diberikan langsung oleh Direktur IRRI, Jean Balie, tangga 14 Agustus 2022 di Istana Negara.
Dengan penghargaan dari FAO maka ada pengakuan tentang sistem ketahanan di Indonesia, yang masih tangguh di tengah krisis pangan. Krisis pangan adalah kondisi di mana kestabilan dan ketersediaan pangan tidak mencukupi dan akhirnya terjadi malnutrisi. Hal ini sangat berbahaya karena bisa merusak masa depan anak-anak dan generasi muda, karena mereka menderita gizi buruk.
Untuk mengatasi krisis pangan maka pemerintah tiap tahun mencanangkan dana sampai puluhan milyar. Akhirnya pemerintah berhasil dan membuat ketahanan pangan Indonesia diakui oleh FAO. Juga dipuji oleh Jean Balie, yang menyatakan bahwa Indonesia bisa bertahan dan menegakkan ketahanan pangan di masa pandemi. Indonesia bisa swasembada beras meski di tengah pandemi dan berhasil meningkatkan produktivitas.
Pandemi membuat kehidupan berubah dan terjadi tak hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Ketika pandemi maka sektor perekonomian jadi runtuh dan berpengaruh ke sektor agraria. Namun pemerintah segera mengatasinya dan tidak terjadi krisis pangan akibat pandemi. Setelah perjuangan maka Indonesia bisa swasembada beras.
Indonesia dinyatakan bisa swasembada beras karena memenuhi lebih dari 20% kebutuhan rakyatnya. Jangan dilihat dari angkanya yang terlihat kecil, tetapi lihat juga keadaan masyarakat Indonesia. Di Indonesia Timur rata-rata tidak mengkonsumsi beras tetapi sagu dan umbi-umbian.
Swasembada beras menunjukkan bahwa pemerintah berhasil memenuhi kebutuhan rakyat. Faktanya, WNI lebih suka beras dari Solok atau Cianjur, daripada beras Jepang. Lidah rakyat Indonesia lebih ke selera lokal walau di supermarket banyak beras impor dengan berbagai keunggulan dan harga.
Penghargaan dari FAO dan IRRI menunjukkan bahwa pemerintahan Presiden Jokowi sukses swasembada beras. Masyarakat jadi ingat pada masa Orde Baru, Mantan Presiden (Alm) Soeharto mendapat penghargaan karena berhasil swasembada beras. Prestasi ini membuat nama Indonesia dipuji, walau berstatus negara berkembang. Ketika ada swasembada lagi maka masyarakat mengelu-elukan Presiden Jokowi.
Mengapa penghargaan dari FAO dan IRRI sangat berharga? Penyebabnya karena Indonesia berhasil mengatasi masalah ketahanan pangan di tengah kondisi geopolitik dunia yang memanas. Konflik di Eropa Timur membuat gejolak pangan dunia tetapi Indonesia berhasil untuk bertahan.
Kondisi di Eropa Timur membuat pasokan gandum jadi berkurang dan pemerintah membuat mie instan dan makanan lain berbahan gandum, dari sorgum. Dengan substitusi ini maka kondisi geopolitik dunia tidak terlalu berpengaruh. Pemerintah berusaha agar rakyat tetap memiliki ketahanan pangan yang tinggi dan bisa bertahan di masa pandemi.
Kemudian, swasembada beras terjadi karena hasil dari program petani milenial. Pemerintahan Presiden Jokowi ingin mempertahankan posisi Indonesia sebagai negara yang agrarianya kuat. Dengan program petani milenial maka para pemuda dididik agar jadi petani yang tak hanya tangguh, tetapi memakai kecerdasan dan teknologi agar hasil panennya bagus.
Para pemuda yang digembleng di program petani milenial jadi paham apa saja dampak dari globalisasi, yang mengakibatkan pergeseran waktu mulai dan berakhirnya musim di Indonesia. Dengan ilmu ini maka mereka bisa memulai untuk menanam padi dengan tanggal yang akurat. Akhirnya panen pun berhasil karena ketika padi sudah siap dituai, tidak terjadi kekeringan parah atau hujan lebat, karena menggunakan ilmu cuaca dan ilmu pendukung yang lain.
Pemerintah juga gencar membuat persawahan baru yang dibuka di luar Pulau Jawa. Di Jawa sudah terlalu padat penduduk oleh karena itu dicarilah tempat lain. Untuk menanam padi maka disesuaikan dengan jenis tanahnya dan dipilihlah bibit berkualitas unggul, sehingga hasilnya berlimpah dan memuaskan.
Swasembada beras dan ketahanan pangan Indonesia mendapat penghargaan dari FAO dan IRRI. Dengan penghargaan ini maka membuktikan bahwa strategi Presiden Jokowi sangat jitu. Ada anggaran khusus untuk mengatasi krisis pangan di Indonesia (agar jangan sampai terjadi), dan juga ada program petani milenial plus pembukaan sawah-sawah baru. Indonesia bisa swasembada dan punya ketahanan pangan yang kuat, meski masih masa pandemi.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(AP/AA)