Jurnalredaksi, Jakarta– Republik Indonesia memiliki julukan sebagai surga investasi bagi para investor. Nama itu bukanlah sebuah julukan yang berlebihan, lantaran memang meski di tengah ketidakpastian ekonomi global, nyatanya Bangsa ini terus bisa mencatatkan progress dan surplus yang menjanjikan.
Belakangan ini perekonomian dunia bisa dikatakan sedang tidak baik-baik saja. Bahkan untuk negara sekelas Amerika Serikat sendiri saja pernah menembus angka inflasi tertinggi mereka, yakni hingga 9,1 persen dan bahkan bisa dikatakan sudah masuk ke dalam kondisi resesi dalam artian inflasi terus bertumbuh selama dua kuartalan secara beruntun di Negeri Paman Sam tersebut.
Tentunya hal itu membuat para investor berfikir keras dan memilih negara yang mereka rasa memiliki kondisi fundamental perekonomian sangat kokoh sehingga meski ada ancaman inflasi serta resesi dan krisis, namun ternyata masih terus mencatatkan pertumbuhan perekonomian secara positif.
Negara yang kemudian menjadi tujuan para investor untuk menanamkan modal mereka adalah Indonesia. Pada tanggal 19 Agustus 2022 lalu, Bank Indonesia (BI) merilis data Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) kuartal kedua 2022. Hasilnya, NPI mencatat surplus sebesar 2,4 miliar US Dollar.
Sebagai informasi, NPI sendiri terdiri dari dua pos, yakni yang pertama adalah dari transaksi berjalan (current account) yang membukukan surplus US$ 3,9 miliar atau 1,1% dari produk domestik bruto (PDB). Surplus tersebut naik signifikan dari kuartal sebelumnya US$ 400 juta, atau 0,1% dari PDB.
Harga komoditas yang tinggi membuat neraca perdagangan Indonesia mampu mencatat surplus 27 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan surplus 4 kuartal beruntun. Artinya, Indonesia masih menjadi surga investasi di tengah tingginya ketidakpastian global, baik itu dari tingginya inflasi, stagflasi, hingga risiko resesi dunia.
Banyak negara lain di dunia terdampak inflasi bahkan peningkatannya menjadi sangat signifikan hingga memaksa Bank Sentral dari tiap negara tersebut harus melakukan kebijakan moneter dengan jauh lebih agresif yakni dengan menaikkan suku bunga acuan. Bukan hanya sekedar inflasi semata, namun dengan adanya daya beli yang terus menurun dengan perlambatan ekspansi dunia usaha karena suku bunganya sudah tinggi, maka akhirnya membuat negara-negara tersebut mengalami resesi.
Di tengah tingginya risiko resesi, investor asing masih tetapi mengalirkan modalnya ke dalam negeri. Hal ini terlihat dari investasi langsung yang mencatat arus masuk neto (surplus) di kuartal II-2022, sebesar US$ 3,1 miliar. Pihak BI menegaskan bahwa investasi yang terjadi pada triwulan kedua tahun 2022 di Indonesia masih dalam kondisi yang surplus, hal tersebut mencerminkan kepercayaan para investor asing terhadap bagaimana prospek perekonomian Tanah Air dan iklim investasinya yang terus terjaga.
Sementara itu dari sisi aset, investasi langsung mengalami kenaikan arus keluar neto menjadi US$ 1,2 miliar dari tiga bulan pertama tahun ini US$ 1,1 miliar. Dari sisi kewajiban, investasi portofolio mencatat net inflow sebesar US$ 700 juta, berbalik dari defisit sebesar US$ 1,8 miliar pada Januari – Maret 2022. Net inflow tersebut masih ditopang instrumen portofolio kewajiban swasta yang mengalami inflow sebesar US$ 2,6 miliar, jauh lebih tinggi dari sebelumnya US$ 300 juta.
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa dirinya sangat yakin kalau target realisasi investasi pada tahun 2022 ini mencapai Rp 1.200 triliun masih dapat tercapai. Bukan hanya itu, namun dirinya juga sangatlah optimis kalau realisasi investasi di tahun depan dengan angka di atas Rp 1.200 triliun juga akan terus dapat dicapai oleh Indonesia. Pihaknya diperintahkan dalam kabinet Presiden Jokowi untuk terus mendorong investasi yang inklusif dan berkualitas dan tidak hanya berfokus pada nilai-nilai yang besar semata.
Salah satu kontribusi terbesar menurut Menteri Bahlil bagi suksesnya Indonesia dalam melampauai target investasi tersebut adalah dengan diterbitkannya Omnibus Law UU Cipta Kerja yang ternyata dampaknya sangat positif. Selain itu adanya kecepatan, ketepatan, transparansi, dan efisiensi investor dalam dan luar negeri hingga konsistensi presiden memudahkan investor dalam dan luar mengurusnya satu pintu.
Selain itu, Pemerintah juga terus mengupayakan untuk bisa menciptakan kawasan ekonomi dan pemerataan investasi supaya tidak hanya berpusat di Pulau Jawa saja, maka dari itu investasi ditujukan untuk menciptakan kawasan ekonomi baru dan pemerataan. Dirinya juga menyampaikan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional di Indonesia sendiri menjadi salah satu yang terbaik di dunia dengan fondasi makroekonomi yang juga terbaik di dunia.
Dengan segala perilisan data dan fakta menunjukkan bahwa memang ada peningkatan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, maka tidak mengherankan jika Republik Indonesia dijuluki sebagai surga investasi bagi para investor karena ketahanannya yang sudah terbukti dan tak terbantahkan lagi meski di tengah pergolakan inflasi hingga resesi dunia, termasuk ketika terjadi guncangan pandemi Covid-19, nyatanya Bangsa ini masih menunjukkan surplus perekonomian.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Insitute
(DP/AA)