Suarapapuanews, Jakarta– Pembangkitan isu khilafah rupanya tidak berhenti begitu saja bahkan setelah organisasi seperti HTI dicabut izinnya. Pendirian khilafah khususnya dalam lajur lembaga politik ataupun kekuasaan, tentunya tidaklah valid di era modern. Sehingga Istilah Khilafah di era modern tidaklah relevan untuk diterapkan.
Founding Father Indonesia juga telah bersepakat bahwa Pancasila adalah Ideologi/dasar negara, sehingga seluruh komponen bangsa tanpa kecuali memiliki kewajiban untuk menegakkan pancasila apabila terdapat penyimpangan ataupun pelanggaran terhadapa pancasila.
Jika khilafah tetap dipaksakan, maka siapa yang akan dijadikan khilafah? Umat Islam di dunia saja diperkirakan berjumlah 1,8 miliar dan tersebar di seluruh penjuru dunia. Perihal siapa yang berhak menjadi khalifah tentu akan menjadi persoalan yang pelik, mengingat umat Islam terdiri dari banyak suku dan bangsa yang berbeda.
Di era modern seperti sekarang, sistem khilafah jelas tertolak. Apabila para pengusung khilafah merujuk sistem khilafah pada era Umayyah, Abbasiyah hingga Usmaniyah, tentu saja sistem khilafah yang bersifat otoritarianisme seperti itu tidak cocok untuk diterapkan pada era seperti saat ini.
Otoritarianisme sudah jelas tidak sesuai dengan Pancasila, sehingga konsep khilafah tidak akan pernah bisa diterapkan pada gerakan politik. Ke-khilafah-an sendiri telah berhenti di era Khulafaur Rasyidin, setelah munculnya berbagai dinasti hingga era Utsmani (Turki) yang selesai pada 1923. Penggunaan terminologi khalifah juga sudah selesai.
Akar tuntutan khilafah muncul disebabkan karena kurangnya pemahaman atas pemaknaan khalifah seperti yang disebutkan pada Al-Quran. Makna khalifah di dalam Al-Quran menekankan kualifikasi individual sebagai pemimpin (khalifah), bukan menekankan pada sistem pemerintahannya (khilafah).
Utsmani sendiri sejatinya menggunakan sistem pemerintahan Daulah Utsmaniyah bukan Khilafah Utsmaniyah, di sinilah titik lemah literasi dari kelompok ataupun simpatisan yang mengusung ideologi khilafah.
Islam sendiri telah mengajarkan berbagai hal yang mengatur tentang kehakiman, kementerian, wilayatul qadha dan keuangan, di mana semua hal tersebut juga ada dalam sejarah Islam dan merupakan produk ijtihad. Oleh karena itu, perlu adanya upaya nyata dari berbagai pemangku kepentingan guna mewaspadai ideologi khilafah yang semakin hari semakin masif ke lini kehidupan masyarakat.
Khilafah ditolak di Indonesia karenanya konsep tersebut telah menyalahi kesepakatan, bukan karena ideologi tersebut tidak Islami. Muslim di Indonesia tentu saja tidak bisa membawa paham khilafah ke dalam kehidupan kebangsaan. Sebab hal tersebut telah melanggar kesepakatan yang ada dalam wujud Pancasila, UUD 1945 dan NKRI.
Mantan pimpinan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Ayik Heriansyah menegaskan, ajaran serta narasi khilafah sebagai sistem yang wajib diterapkan di Indonesia merupakan ajaran yang keliru dan haram, sehingga harus dilawan karena termasuk pemberontakan. Sejatinya bentuk atau sistem pemerintahan Indonesia yang ada saat ini sudah termasuk kekhilafahan, karena sudah mengangkat dan memilih pemimpinnya, yaitu presiden sebagai kepala negara.
Ayik menyatakan, kelompok yang konsisten menginginkan khilafah seperti yang mereka pahami dan yakini haruslah menerima fakta bahwa mereka adalah kelompok yang harus diperangi. Ideologi khilafah yang kerap digaungkan rupanya telah mengalami penyimpangan makna, ideologi khilafah dianggap dapat menjadi dasar konsep politis untuk menggantikan sistem demokrasi. Artinya khilafah digaungkan demi mendelegitimasi pemerintahan yang sah saat ini.
Khilafah lalu didefinisikan sebagai aktivitas atau amal untuk memilih seorang pemimpin, tetapi khilafah sendiri telah digaungkan agar masyarakat menolak pemerintah yang telah terpilih secara sah, lantas kemudian memperjuangkan pemimpin kelompoknya untuk menjadi penguasa.
Indonesia merupakan bangsa yang terdiri dari banyak suku dan agama. Sudah sepatutnya perbedaan itu tidak menjadi alasan untuk saling membeda-bedakan. Kebhinekaan di Indonesia merupakan sunatullah yang tidak bisa ditolak, sehingga menjaga kehidupan berbangsa dengan segenap perbedaan yang ada merupakan amanah dari Tuhan yang harus dipeliharan dan dijaga.
Paham khilafah sendiri menjadi sangat bermasalah di Indonesia karena berusaha untuk memaksakan kehendak kepada semua orang untuk mendirikan negara atas dasar agama tertentu yaitu Islam. Jika propaganda tentang khilafah dipaksakan, hal tersebut justru akan berpotensi terjadi benturan yang bisa menimbulkan perang saudara.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyampaikan, untuk mereduksi dan melawan propaganda kelompok khilafah, umat beragama di Indonesia wajib menaati perjanjian yang sudah menjadi kesepakatan para pendiri bangsa, tokoh bangsa, alim ulama dan tokoh agama. Pada masa khilafah zaman old terdapat sejumlah perang saudara sesama umat Islam. Daftarnya bisa sangat panjang.
Korbannya juga mereka yang mengucapkan dua kalimat syahadat. Umumnya perang saudara terjadi karena perebutan kekuasaan baik secara langsung maupun tidak langsung.
Bayangkan jika perang saudara terjadi, kedua kubu saling mengeklaim paling benar, namun saling menyakiti seperti yang terjadi pada zaman old, tentu saja hal tersebut tidak boleh terjadi di era Modern. Sehingga sebagai warga negara Indonesia tentunya wajib untuk menjaga Pancasila agar tetap menjadi Ideologi bagi Indonesia.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa Institute
(AH/AA)