Suarapapuanews, Jakarta– Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerbitkan amar putusan terkait dengan Undang-undang Cipta Kerja, di mana UU tersebut harus direvisi karena dinyatakan inkonstitusional bersyarat. Meski demikian naskah akademis perbaikan UU Ciptaker akan segera rampung, sehingga beragam permasalahan akan teratasi dengan terbitnya UU Ciptaker.
Perbaikan yang dilakukan mencakup metode omnibus sebagai cara dan metode yang pasti, baku dan standar serta sistematika pembentukan UU, kemudian terdapatnya kesalahan rujukan atau kutipan dan typo (teknis penulisan). Selain itu ruang partisipasi kepada masyarakat juga dilakukan secara maksimal (meaningfull participation).
Elen Setiadi selaku Staf Ahli Bidang Regulasi, Penegakkan Hukum dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian menyebutkan bahwa Naskah Akademis (NA) dan naskah Rancangan Undang-Undang (RUU) dari perbaikan UU Cipta Kerja kini telah disiapkan. Penyusunan Naskah Akademis dan naskah RUU dibahas denga Tim Ahli/Akademisi. Setelah NA dan naskah RUU selesai, kemudian akan dilakukan pengajuan ke DPR. Elen menegaskan, perbaikan UU Ciptaker sepenuhnya akan mengacu kepada UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Elen menyebut, untuk target penyelesaian perbaikan UU Cipta Kerja tetap mengikuti koridor waktu yang telah diputuskan MK yaitu paling lama 2 tahun sejak putusan MK yang dibacakan pada 25 November 2021 lalu. Dirinya menuturkan, semakin cepat akan semakin baik dengan memperhatikan situasi dan perkembangan global adanya krisis multidimensial 5C yaitu covid, climate change, commodity price instability, conflict, cost of living.
Adapun dalam rangka penguatan keterlibatan dan partisipasi masyarakat, Satgas UU Cipta Kerja bersama Kementerian/Lembaga (K/L) secara terus menerus melakukan sosialisasi pelaksanaan UU Cipta kerja ke masyarakat dan pemangku kepentingan. Seluruh tanggapan serta pandangan publik terhadap UU Cipta Kerja termasuk implementasinya wajib dicatat dan diberikan penjelasan termasuk dapat atau tidak dipertimbangkan.
Putusan MK sebetulnya tidak membatalkan UU Cipta Kerja, melainkan inkonstitusional secara bersyarat. Sehingga pemerintah mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki UU Cipta kerja. Adapun perbaikan UU Cipta Kerja dapat terkait dengan substansi dari beleid sapu jagad tersebut. Tetapi, Piter menilai bahwa selain substansi, prosedur penyusunan juga perlu perbaikan dalam kaitannya dengan pelibatan publik untuk memperbaiki UU Cipta Kerja.
Pasalnya saat disahkan menjadi UU, banyak pihak yang merasa bahwa UU Cipta kerja kurang melibatkan partisipasi publik. Perbaikan seluruh aspek memang diperlukan dalam revisi UU Cipta Kerja. Hanya saja, Piter menilai bukan artinya pembahasan atau penyusunan dilakukan mulai dari awal. Terlepas dari pro dan kontra, dirinya menambahkan, UU Cipta Kerja amat diharapkan dapat memperbaiki iklim investasi, sehingga dapat menaikkan investasi yang pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, guna meningkatkan efektivitas UU Cipta Kerja, pemerintah hendaknya memperbaiki UU Cipta Kerja secara menyeluruh dan melibatkan sebanyak-banyaknya komponen masyarakat dalam proses perbaikannya.
Hingga kini pemerintah sudah mengeluarkan 45 Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur secara teknis tentang kemudahan perizinan berusaha, pemberdayaan koperasi dan UMKM, perpajakan, Bumdes, penyelenggaraan perumahan dan Kawasan permukiman dan rumah susun dsb. Semua aturan tersebut merupakan kepentingan dunia usaha dan tetap berlaku dengan demikian iklim usaha dan investasi akan tetap kondusif.
UU Cipta Kerja merupakan regulasi yang sangat ditunggu pemerintah. Sebab, perbaikan UU Cipta Kerja diharapkan dapat mempercepat pemulihan ekonomi nasional yang saat ini mendapat banyak tantangan dari perkembangan global.
Melalui Undang-undang Cipta Kerja, pemerintah juga terus berupaya mendorong peningkatan investasi serta pertumbuhan ekonomi melalui reformasi regulasi di bidang perizinan berusaha. Reformasi tersebut ditujukan untuk menyelesaikan hambatan investasi, yakni panjangnya rantai birokrasi, peraturan yang tumpang tindih dan regulasi yang berbelit-belit.
Salah satu sisi positif dari UU Cipta Kerja adalah, kemudahan dalam membangun perusahaan, jika dulu membangun perusahaan dibutuhkan dana minimal Rp 50 juta, maka dengan adanya UU Cipta kerja, regulasi tersebut ditiadakan. DPR dan pemerintah akan mengkaji kembali sejumlah substansi yang menjadi keberatan dari banyak kelompok masyarakat.
Sebagai tindak lanjut, DPR dan pemerintah sudah sepakat untuk memasukkan revisi undang-undang terkait dengan pembentukan peraturan perundang-undangan dan revisi UU Cipta Kerja di dalam program legislasi nasional prioritas di tahun 2022 dan ini menjadi persyaratan administratif daripada perundang-undangan tersebut.
Dengan adanya keseriusan ini, tentu mampu melahirkan optimisme bahwa revisi UU Cipta Kerja akan selesai lebih cepat dari batas waktu yang telah ditentukan oleh Mahkamah Konstitusi. Sehingga reformasi struktural melalui UU Cipta Kerja dapat berjalan dengan lancar. Permasalahan multidimensi di Indonesia memang nyata dan harus ditangani, tentunya didukung dengan UU Cipta Kerja yang mampu mendukung penyelesaian segenap permasalahan khususnya yang berkaitan dengan pengembangan ekonomi nasional.
)* Penulis adalah kontributor Nusa Bangsa institute
(RR/AA)