Suarapapuanews, Jakarta– Masyarakat mengecam dengan sangat keras kasus pembunuhan dan pembantaian yang telah dilakukan oleh Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua terhadap warga sipil tak bersalah bahkan hingga membuat dua tokoh agama meregang nyawa. Rakyat Papua juga sepenuhnya mendukung aparat penegak hukum untuk tegas menindak KST.
Kebrutalan yang telah dilakukan oleh Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua memang semakin menjadi-jadi dan korbannya tidaklah sedikit jumlahnya, kabar terkini sudah ada 13 warga sipil yang terbunuh lantaran aksi pembantaian di Nduga tersebut, yang mana termasuk di dalamnya adalah terdapat tokoh agama yaitu Pendeta Elias Serbaye dan juga Ustadz Daeng Marannu.
Sontak akibat kekejaman yang mengakibatkan tidak hanya warga sipil meninggal, namun juga menyebabkan tokoh agama menjadi kehilangan nyawanya, sehingga para tokoh agama juga mengecam keras perbuatan dari KST Papua tersebut. Pendeta Petrus Bonyadone selaku Ketua I Persekutuan Gereja Kemah Injil Indonesia (GKII) menyatakan dengan tegas bahwa KST Papua adalah sebuah kejahatan berat.
Lebih lanjut, Pendeta Petrus menyatakan bahwa para tokoh agama tersebut sama sekali tidak memiliki kepentingan tersembunyi apapun dan memang murni melayani umat dan berada di tengah masyarakat sehingga justru seharusnya dilindungi, bukan malah dijadikan korban. Padahal kedua tokoh agama yang telah menjadi korban itu bagi Pendeta Petrus Bondanye telah berusaha untuk membela warga sipil dan berusaha untuk terus bersikap netral serta merangkul semua pihak, akan tetapi justru menjadi salah satu korban jiwa.
Maka dari itu, beliau mengaku bahwa sudah sepatutnya kasus tersebut menjadi perhatian yang sangat serius dari semua pihak, khususnya pihak berwajib supaya bisa segera mengusut dengan tuntas dan mengadili KST Papua. Terlebih agar ke depannya tidak terulang lagi hal yang sama.
Bahkan bukan hanya sekedar untuk pihak berwajib seperti TNI-Polri saja, melainkan Pendeta Petrus Bondanye menerangkan bahwa benar-benar seluruh pihak tanpa terkecuali harus ikut serta dalam menjaga perdamaian dan mampu bekerja sama untuk segera menyelesaikan kasus tersebut termasuk para tokoh adat hingga Pemerintah juga. Tentunya bukan tanpa alasan, pasalnya pembantaian yang telah dilakukan dengan sangat kejam oleh KST Papua di Nduga itu akan sangat berdampak termasuk juga bisa saja menghambat masyarakat Papua sendiri.
Bukan hanya datang dari Pendeta Petrus saja, melainkan kecaman keras juga datang dari tokoh adat Papua bernama Yanto Eluay menyatakan bahwa alasan apapun sama sekali tidak bisa dipakai termasuk juga di manapun lokasinya, tetap saja kasus pembunuhan, apalagi sampai pembantaian yang mengakibatkan banyak korban jiwa harus dikecam dengan keras.
Yanto Eluay juga menyatakan bahwa seharusnya meski memiliki perbedaan pendapat atau ideologi sekalipun, jangan sampai melakukan hal-hal yang tidak bermartabat seperti itu. Lebih lanjut dirinya juga berpesan kepada seluruh aparat keamanan untuk bisa menjalin komunikasi dengan lebih baik supaya bisa sesegera mungkin mendeteksi apabila ada ancaman gesekan dan tindak kekerasan utamanya di daerah yang rawan.
Di sisi lain, Pengamat Pertahanan dan Keamanan, Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati juga menegaskan bahwa kasus pembantaian tersebut harus benar-benar bisa diusut sesegera mungkin dan jangan sampai dibiarkan berlarut-larut. Bahkan dirinya sempat menerangkan bahwa salah satu cara pergerakan yang selama ini dilakukan oleh KST Papua untuk menarik simpatisan adalah dengan terus melakukan propaganda, melakukan konstruksi sosial-politik hingga membentuk opini publik melalui media lokal hingga media internasional untuk terus menghembuskan isu ketimpangan pembangunan, referendum dan juga pelanggaran HAM. Justru seharusnya Pemerintah juga harus mampu untuk menyaingi seluruh propaganda dari KST Papua tersebut.
Terlebih sebenarnya jaringan KST Papua menurut Susaningtyas ini ternyata sama sekali tidak memiliki struktur pasti dalam gerakannya, sehingga bisa dikatakan sangatlah fragmented dan bahkan setiap kelompok bisa jadi memiliki pemimpin sendiri-sendiri. Maka dari itu, justru sebenarnya dengan ketidakpastian komando atau struktur yang mereka miliki, harusnya akan menjadi kelemahan mereka juga sehingga menjadi lebih mudah ditangkap.
Menurut analisa Susaningtyas, ternyata KST Papua ini memiliki sumber utama pengadaan senjata melalui hasil rampasan dan juga pencurian dari aparat TNI/Polri, termasuk juga mereka melakukan pembelian dengan jaringan penjualan senjata Papua Nugini dan Filipina Selatan. Sehingga sebenarnya jika setidaknya suplai senjata yang mereka miliki dihambat, maka tentu akan menyulitkan pergerakan mereka juga.
Perlu diketahui, bahwa sebelumnya telah terjadi peristiwa pembantaian yang dilakukan oleh Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua, tepatnya pada hari Sabtu (16/7) pagi hari waktu setempat. Kombes Ahmad Mustofa selaku Kabid Humas Polda Papua menyatakan bahwa salah satu korban dari kejadian itu adalah Ustadz Daeng Marannu, yang mana sebenarnya dirinya berusaha untuk melerai aksi KST Papua kepada warga sipil.
Akibat pembantaian yang terjadi tersebut, saat ini situasi di Kampung Nogolait terus dijaga oleh aparat demi mengantisipasi seandainya tiba-tiba terjadi hal yang tidak diinginkan. Selain itu, Kombes Ahmad Mustofa juga menambahkan bahwa sampai saat ini kasus KST Papua masih terus dalam penyelidikan dan menyatakan komitmennya untuk berusaha semaksimal mungkin dalam menangkap para pelaku.
Kasus pembantaian yang telah terjadi bahkan hingga membuat tokoh agama seperti pendeta dan juga seorang ustadz menjadi korban jiwa, diharapkan menjadi kasus yang terakhir terjadi di Papua. Masyarakat pun diharapkan terus bersinergi dengan TNI/Polri untuk ikut menjaga stabilitas keamanan di Papua dan menolak keberadaan KST Papua.
)* Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
(RM/AA)