ayo buat website

Pemerintah Terus Kembangkan Food Estate Antisipasi Krisis Pangan

Suara Papua - Saturday, 16 July 2022 - 13:39 WITA
Pemerintah Terus Kembangkan Food Estate Antisipasi Krisis Pangan
 (Suara Papua)
Penulis
|
Editor

Suarapapuanews, Jakarta– Pemerintah terus mengembangkan program food estate untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya krisis pangan di Indonesia. Krisis pangan akan menjadi ancaman menakutkan bagi masyarakat global selain Pandemi Covid-19 bila tidak diatasi secara optimal.

Saat ini, kondisi pangan global tidak dalam kondisi yang menguntungkan. Berbagai faktor dapat menjadi penyebab terjadinya krisis pangan di dunia dan Indonesia. Menurut Guru Besar Pertanian Universitas Lampung, Bustanul Arifin, krisis pangan dikhawatirkan muncul akibat Pandemi Covid-19, dan inflasi berlebihan di sektor pangan yang akan membuat kenaikan harga-harga bahan pangan sehingga tidak terjangkau oleh masyarakat.

Selanjutnya Bustanul menambahkan hal lain yang menjadi faktor penyebab terjadinya krisis pangan adalah terjadinya perang antara Rusia dan Ukraina. Sebagaimana diketahui, Rusia dan Ukraina adalah bagian dari negara-negara pemasok utama komoditas biji-bijan seperti gandum dan jagung, bahkan negara tersebut juga menjadi pemasok bahan baku pupuk. Bila perang tidak kunjung usai maka dunia akan kehilangan jutaan ton produksi gandum, jagung, barley, dan minyak nabati sehingga akan mempengaruhi produksi dan konsumsi berbagai komoditas turunannya.

Kepala Litbang Kementerian Pertanian (Kementan) Fadjri Djufri yang diwakili Kepala Pusat Penelitian Tanaman Pangan Priatna Sasmita mengatakan bahwa krisis pangan mungkin terjadi karena suplai pangan turun sementara permintaan meningkat sehingga menjadikan pasokan pangan menjadi langka dan harganya tinggi. Penurunan suplai bahan pangan dipengaruhi berbagai faktor seperti gagal panen, cuaca buruk, ongkos produksi yang tinggi, panjangnya rantai distribusi sampai terjadinya bencana alam.

Faktor lain yang menjadi penyebab terjadinya krisis pangan adalah semakin tingginya laju alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman. Lahan yang sebelumnya merupakan sawah dan kebun berubah menjadi bangunan perumahan penduduk. Kebutuhan pangan nasional yang semakin meningkat dari waktu kewaktu, ditambah ketersediaan lahan potensial untuk lahan cadangan pangan cukup luas belum tergarap secara optimal juga menjadi faktor eksternal terjadinya krisis pangan.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, untuk mengatasi ancaman terjadinya krisis pangan Indonesia perlu mentransformasikan sistem pangannya untuk fokus pada ketersediaan dan keterjangkauan pangan masyarakat. Felippa menambahkan keterjangakauan merupakan hal yang penting, selain dari ketersediaan. Hal ini disebabkan pangan yang mudah didapat oleh konsumen akan membuat harga menjadi lebih murah bagi masyarakat,  karena pandemi menurunkan daya beli masyarakat secara umum.

Untuk merespons masalah tersebut, Pemerintah Indonesia telah menyiapkan rencana antisipasi krisis pangan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, salah satunya adalah Program Lumbung Pangan Nasional atau disebut juga sebagai Food Estate. Program Food Estate merupakan program pemerintah yang memiliki konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan, bahkan peternakan di suatu kawasan yang sangat luas. Program kebijakan ini juga masuk ke dalam salah satu Program Strategis Nasional (PSN) 2020-2024.

Pengembangan kawasan untuk program food estate ditujukan sebagai perluasan lahan untuk meningkatkan cadangan pangan nasional. Program ini dilakukan atas Kerjasama Kementerian Pertanian dengan Pemerintah Daerah di yang ada di Indonesia.  Saat ini program food estate telah dikembangkan di berbagai daerah seperti di Provinsi Sumatera Utara, Kalimantan Tengah, dan Nusa Tenggara Timur.

Hasil dari pengembangan konsep Food Estate yang telah dilaksanakan akan berguna untuk menjadi pasokan ketahanan pangan nasional, dan jika hasilnya melebihi kebutuhan domestik, maka hasilnya dapat menjadi komoditas ekspor. Menteri Pertanian (Mentan) Republik Indonesia, Syahrul Yasin Limpo mengungkapkan bahwa food estate menjadi bagian penting dari pencapaian utama kementerian yang dipimpinnya yaitu menjamin ketersediaan pangan yang memadai untuk seluruh Rakyat Indonesia.

Pelaksanaan food estate menurut Mentan sudah menunjukkan hasil positif di beberapa lokasi yang ditetapkan. Di Provinsi Kalimantan Tengah, program food estate di lahan rawa seluas 30 ribu hektar memiliki tingkat keberhasilan yang cukup baik, meskipun ada lahan yang eksisting, intensifikasi, dan ekstensifikasi. Dengan lahan yang gagal tidak lebih dari 200-300 hektare. Hasil produktivitas juga turut mengalami peningkatan, dimana dulu produktivitas berada di angka 2,6 ton hingga 3,2 ton per hektare, sekarang dilaporkan sudah berada di angka 4 ton per hektare.

Program food estate selanjutnya berada di Kabupaten Humbang Hasundutan, Provinsi Sumatera Utara juga dinilai juga cukup berhasil walaupun belum maksimal. Hal ini dikarenakan pengembangan wilayah yang seharusnya mencapai 1.000 hektare baru terealisasi sekitar 215 hektare. Hal ini belum berjalan maksimal karena ada masalah tarik menarik lahan tanah adat dan penduduk setempat. Namun, program food estate di sini cukup berhasil dalam hal produksi bawang putih, bawang merah, dan kentang.

Kemudian food estate di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang berada di Kabupaten Sumba Tengah juga berhasil dalam pelaksanaannya. Di NTT, lahan yang digunakan mencapai 5.000 hektare dengan rincian 3.000 hektare ditanami padi, dan 2.000 hektare ditanami jagung.

Sebagai upaya untuk menjaga ketersediaan pangan di Indonesia, program food estate merupakan langkah tepat untuk menjawab tantangan krisis pangan yang terjadi. Evaluasi dalam implementasinya merupakan hal yang mutlak agar diperoleh hasil yang optimal. Dibutuhkan peran serta dari berbagai elemen untuk memperkuat perencanaan hingga pelaksanaannya seperti pendampingan kepada masyarakat dalam pengelolaan lahan, kemudian mengembangkan kegiatan pertanian padat modal yang ramah lingkungan dengan didukung peningkatan kualitas tenaga lokal. Semoga ke depan ini menjadi langkah cerah bagi Indonesia untuk swasembada pangan di usia emasnya tahun 2045.

*)Penulis adalah kontributor untuk Pertiwi Institute

(AKS/AA)

Tinggalkan Komentar

Close Ads X
ayo buat website