Suarapapuanews, Jakarta– Pandemi Covid-19 menjadi momen bagi kelompok intoleransi dan radikal dalam membangun sebuah narasi untuk mendelegitimasi pemerintahan yang sah di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia. Hal itu terutama melalui media sosial.
Seperti yang disampaikan Komjen Boy Rafli Amar selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bahwa praktik delegitimasi peran pemerintah tersebut terjadi seperti pada masa awal-awal pandemi Covid-19. Dimana ada sebagian kelompok yang anti terhadap vaksin dengan menghembuskan kabar hoax.
Berdasarkan data yang penulis dapatkan, dari sekitar 273 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sekitar 202 juta jiwanya merupakan pengguna internet. Dari jumlah tersebut, 80 persennya merupakan pemilik akun media sosial dan dari pemilik akun tersebut merupakan generasi milenial dan generasi Z. Generasi inilah yang menjadi target dari kelompok jaringan teroris global, mereka menghembuskan narasi-narasi untuk membangun semangat kebencian kepada pemerintah yang sah.
Penulis berpendapat bahwa peristiwa pandemi Covid-19 menjadi tantangan bersama dalam menghadapi kelompok-kelompok yang mencoba membangun narasi-narasi intoleransi dan radikalisasi terhadap pemerintah. Oleh karena itu, perlu adanya program-program kontra narasi yang dapat dilakukan oleh BNPT.
Media sosial menjadi salah satu tempat yang paling sering dimanfaatkan untuk menunjang eksistensi keberadaan pelaku terorisme. Mereka membutuhkan pengakuan untuk kemudian menimbulkan ketakutan yang luas melalui media sosial sehingga eksistensi mereka dapat diakui banyak orang.
Remaja maupun mahasiswa merupakan pengguna media sosial terbanyak di Indonesia. Oleh karena itu, Komjen Boy Rafli Amar mendorong adanya upaya dari institusi kampus untuk meningkatkan daya tahan mahasiswa dari pengaruh paham intoleransi dan radikalisme di masa pandemi seperti saat ini.
Penulis setuju dengan pendapat Kepala BNPT tersebut karena sebagai generasi yang akrab dengan dunia maya, mereka rentan terpengaruh paham intoleransi dan radikalisme yang begitu mudah disebarkan oleh kelompok intoleran serta radikal dalam media sosial.
Selain adanya upaya dari institusi kampus, perlu juga peran generasi muda, khususnya mahasiswa dalam pencegahan pemaparan paham intoleransi dan radikalisme, seperti memproduksi konten-konten kontra narasi di ruang digital. Dengan demikian, perkembangan bibit intoleransi dan radikalisme yang berbahaya bagi keutuhan NKRI dalam ruang digital dapat dihentikan.
Perkembangan media sosial juga harus diambil manfaatnya untuk merekatkan persatuan dan kesatuan anak bangsa. Jangan menjadi ruang yang subur bagi penyebar paham yang bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Kita semua harus aktif menjadi agen perubahan yang menyebarkan kontra narasi radikalisme, menyebarkan hal hal positif yang dapat mempererat keutuhan, persatuan dan kesatuan Indonesia terutama di masa pandemi seperti sekarang.
Narasi-narasi yang ada di media sosial dapat memutus tali persaudaraan, tali kebhinekaan, kemudian aspek-aspek yang menjadi kendala di dalam memajukan bangsa ini harus kita waspadai bersama. Pada dasarnya seluruh elemen masyarakat, tanpa terkecuali, sepatutnya terlibat dalam upaya mencegah penyebaran dan penanggulangan intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Karena hal tersebut dapat diibaratkan sebagai virus yang masuk ke dalam tubuh, namun tidak disadari oleh manusia.
Penulis mengajak masyarakat untuk waspada terhadap konten media sosial yang memuat narasi bersifat memecah-belah persaudaraan, kebhinekaan, dan menghambat kemajuan bangsa. Jangan menerima informasi yang ada di media sosial secara mentah-mentah, perlu adanya cross check dengan berita-berita lainnya. Sehingga tidak terjadi yang namanya misinformation serta penyebaran hoax dapat dikurangi.
Untuk mengantisipasi pemanfaatan medial sosial oleh kelompok-kelompok radikal di masa pandemi ini, BNPT akan terus menggandeng tokoh lintas agama. Mereka secara bersama-sama akan mengedukasi dan mengajak masyarakat untuk peka terhadap propaganda maupun ajakan yang dilakukan kelompok radikal tersebut. Penulis setuju dengan langkah yang dilakukan BNPT karena narasi keagamaan yang digaungkan kelompok radikal tersebut menghalalkan kekerasan terhadap sesama umat manusia, tidak sesuai dengan kaidah agama dan prinsip negara. Sehingga kerja sama antara BNPT dan tokoh lintas agama merupakan tindakan yang tepat.
Penulis juga berpendapat, agama memiliki peran yang sangat penting untuk mempersatukan bangsa Indonesia. Dalam penafsirannya, agama harus ada pandangan yang moderat, agama harus dijadikan sumber inspirasi, menjadi sumber solusi masalah sosial, menjadi motivasi pemberdayaan umat serta merekatkan posisi sosial kemasyarakatan. Sehingga agama tidak dijadikan alasan sebagai sumber penyebab penyebaran radikalisme.
Penulis menekankan sekali lagi kepada masyarakat untuk selalu mengecek kembali kebenaran dari informasi yang didapat melalui sosial media. Apalagi disaat pandemi seperti saat ini penyebaran intoleransi, radikalisme, dan terorisme kerap dilakukan kelompok radikal atau ekstremis. Masyarakat harus segera menjauhi informasi yang terbukti memuat narasi untuk memecah persatuan bangsa Indonesia, seperti narasi tentang anti Pancasila, antidemokrasi, antikebhinekaan, dan antitoleransi.
Peran organisasi kemasyarakatan juga sangat penting dalam melakukan kontra narasi atas narasi-narasi di media sosial untuk menangkal dan melawan narasi kelompok terorisme, radikalisme, dan separatisme. Sehingga dapat meredam dan menghilangkan narasi tersebut yang dapat memecah persatuan bangsa Indonesia.
*Penulis adalah kontributor Bunda Mulia Institute
(RG/AA)