Undang-Undang (UU) Cipta Kerja mampu mempermudah urusan izin berusaha bagi para pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebelum adanya seperangkat kebijakan tersebut, pengurusan perizinan usaha bisa memakan waktu berbulan-bulan. Akan tetapi, saat ini, berkat keberadaan UU Cipta Kerja, maka para pelaku UMKM tidak perlu khawatir lagi karena pengurusan izin tidak membutuhkan waktu yang lama.
Adanya kemudahan dalam pengurusan izin berusaha memang sudah menjadi komitmen Pemerintah Republik Indonesia (RI) untuk semakin memudahkan anak bangsa melakukan usaha. Oleh karenanya, terwujud seperangkat aturan dalam UU Cipta Kerja.
Direktur Sinkronisasi Pemanfaatan Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN), Rahma Julianti mengatakan bahwa UU Cipta Kerja semakin memudahkan para pelaku usaha termasuk UMKM untuk mendapatkan izin berusaha.
Setelah adanya kebijakan tersebut, Pemerintah RI memberlakukan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) yang merupakan sebuah gerbang pertama sebelum perizinan terbit.
Selain itu, adanya KKPR tersebut juga menjadi acuan untuk pemanfaatan ruang dan penerbitan hak atas tanah. Dulunya, Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang sendiri bernama Izin Lokasi, yang merupakan salah satu dari persyaratan dasar yang wajib terpenuhi oleh seluruh pelaku usaha dalam rangka memperoleh perizinan berusaha.
Kini, dengan UU Cipta Kerja, menjadikan persetujuan KKPR akan terbit hanya dalam waktu 20 hari kerja saja, yang mana sebelumnya bisa sampai berbulan-bulan. Menurut data Kementerian ATR/BPN, UMKM paling banyak telah menerbitkan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang melalui pernyataan mandiri, yakni hingga sebanyak 12,4 juta.
Dengan banyaknya pengurusan KKPR hingga sebanyak belasan juta itu menunjukkan bahwa jelas telah terjadi kemudahan birokrasi dalam ruang lingkup perizinan dasar bagi para pelaku UMKM.
Meski sebenarnya saat ini sudah terjadi kemudahan yang nyata, namun Pemerintah Republik Indonesia juga masih saja terus melakukan revisi terkait kebijakan perizinan berusaha untuk memberikan kebijakan yang mudah sehingga proses reformasi birokrasi bisa berjalan dengan baik.
Sementara itu, Sekretaris Satuan Tugas (Satgas) UU Cipta Kerja, Arif Budimanta mengatakan bahwa kebijakan tersebut adalah suatu upaya transformasi struktur yang tengah pemerintah lakukan.
UU Cipta Kerja sendiri merupakan sebuah instrumen untuk melakukan deregulasi dan debirokratisasi. Sehingga dengan adanya seperangkat kebijakan tersebut, akan tercipta proses perizinan yang memberikan kemudahan, kepastian, serta pemberdayaan bagi para pelaku usaha, khususnya pelaku UMKM.
Sebenarnya, dengan adanya kemudahan untuk akses izin berusaha berkat kebijakan tersebut, maka sekaligus juga semakin membuka kesempatan yang luas bagi siapapun untuk mewujudkan lapangan pekerjaan.
Memang keberadaan aturan tersebut telah sangat sesuai dengan dasar negara, yang mana terwujud di berbagai pasalnya. Hal itu karena dasar pemikiran pembentukan UU Cipta Kerja pada awalnya untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang lebih sejahtera, adil dan makmur.
Pertimbangan awal dari terbentuknya kebijakan itu adalah dalam rangka untuk menjadikan seluruh masyarakat Tanah Air mendapatkan kehidupan yang layak. Sebagaimana dalam Pasal 2 Ayat 1 UU Cipta Kerja, penyusunannya berdasarkan dengan prinsip-prinsip pemerataan hak, kepastian hukum, kemudahan berusaha, kebersamaan dan kemandirian.
Terlebih, kemudahan memang benar-benar Pemerintah RI berikan kepada para pelaku UMKM karena sejauh ini perekonomian di Indonesia terus tertopang oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah di sektor riil.
Oleh karena itu, lantaran menjadi penopang bagi kokohnya fundamental perekonomian di Indonesia, maka pemerintah terus membuat kebijakan yang sangat memperhatikan kemudahan dan kesejahteraan UMKM.
Selain itu, bahkan dari 100 persen usaha di Tanah Air, hampir seluruhnya adalah merupakan UMKM. Sehingga dalam Pasal 3 UUCK termaktub bahwa Undang-Undang tersebut bertujuan untuk menciptakan lapangan kerja yang memberikan kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan terhadap koperasi serta UMKM.
Selanjutnya, UU Cipta Kerja juga memberikan kemudahan bagi akses berinvestasi kepada para penanam modal atau investor. Namun di sini terdapat hal yang perlu diluruskan, yakni istilah ‘investor’ sendiri sering orang salah artikan.
Padahal sebenarnya investor merupakan kalimat yang netral dan tidak melulu merujuk kepada golongan atas dan besar saja, tetapi kepada seluruh warga Indonesia yang bergerak di bidang UMKM pun juga termasuk investor bagi kemajuan perekonomian nasional.
Menurut Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) Universitas Gadjah Mada (UGM), Agus Wahyudi bahwa UU Cipta Kerja mempunyai nilai-nilai yang sesuai dengan Falsafah Negara, yakni Pancasila.
Pasalnya, dalam Undang-Undang Ciptaker itu memungkinkan adanya penciptaan lapangan pekerjaan yang lebih fleksibel dan dinamis dengan terus menjunjung tinggi berbagai prinsip keadilan sosial.
UU Cipta Kerja mampu semakin mempermudah kepengurusan izin berusaha bagi para pelaku UMKM dengan adanya prinsip keadilan sosial, sehingga yang dulunya perizinan bisa sampai berbulan-bulan, namun berkat debirokratisasi maka saat ini jauh lebih singkat dan mudah.