Oleh: A. Soedarmo*)
Di tengah dinamika proses pemilihan Presiden tahun 2024, pengumuman putusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) menjadi momen yang ditunggu-tunggu. Menerima dengan lapang dada hasil dari proses PHPU adalah kedewasaan menuju stabilitas politik dan keberlanjutan demokrasi. Setiap putusan haruslah dianggap sebagai hasil dari proses hukum yang adil dan transparan, dan karenanya, kepatuhan terhadapnya adalah bentuk komitmen terhadap prinsip-prinsip demokrasi yang mendasar.
Pada tahap ini, kandidat dan partai politik memegang peran sentral dalam menyikapi hasil putusan PHPU. Kedewasaan politik mereka diuji saat mereka memilih untuk menghormati proses hukum yang telah dilakukan dan menerima hasilnya, terlepas dari apakah itu sesuai dengan harapan mereka atau tidak. Tanggung jawab mereka juga meliputi menjaga agar pendukungnya tidak terlibat dalam tindakan yang dapat mengancam stabilitas sosial pasca-pengumuman hasil sidang.
Tidak kalah pentingnya adalah peran masyarakat sipil dalam memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam seluruh proses demokrasi. Mereka memiliki hak untuk memantau jalannya proses PHPU dan memastikan bahwa keputusan yang diambil adalah hasil dari proses yang fair dan tidak terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu. Dengan keterlibatannya, masyarakat sipil dapat memastikan bahwa semua pihak tetap menghormati dan mematuhi putusan yang telah dibuat.
Pada 16 April 2024 lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah penerimaan kesimpulan sidang sengketa atau PHPU Pilpres 2024. Kepala Biro Hukum Administrasi dan Kepaniteraan MK, Fajar Laksono, mengungkapkan bahwa kesimpulan ini diserahkan ke MK melalui petugas kepaniteraan. Ini adalah langkah signifikan menuju penyelesaian sengketa yang telah menghangatkan berbagai kalangan.
Dalam proses ini, kesimpulan sidang diserahkan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam sengketa Pilpres, termasuk tim hukum dari masing-masing pasangan calon presiden. Kesimpulan tersebut menjadi titik akhir bagi semua pihak terlibat dalam sengketa tersebut. Langkah ini mencerminkan kepentingan bersama untuk mendukung standing, argumentasi, dan petitum masing-masing pihak.
Pada kesempatan ini, MK menerima kesimpulan dari tim hukum pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar sebagai pemohon satu, serta tim hukum pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud Md sebagai pemohon dua. Selain itu, KPU RI sebagai termohon, Tim Pembela Prabowo-Gibran sebagai pihak terkait, dan Bawaslu juga turut hadir dalam penyerahan kesimpulan tersebut. Setiap pihak memiliki harapan dan kepentingan tersendiri, yang akan menjadi dasar bagi MK dalam membuat keputusan yang adil dan berkeadilan.
Sementara itu, pembacaan putusan PHPU telah dijadwalkan akan digelar pada Senin, 22 April 2024, di mana keputusan akhir akan diumumkan kepada publik. Sebelumnya, Rapat Permusyawaratan Hakim untuk PHPU Pilpres 2024 telah digelar pada Selasa, 16 April 2024. Para hakim konstitusi telah melakukan pendalaman menyeluruh terhadap hasil persidangan yang berlangsung dari 27 Maret hingga 5 April 2024 untuk memahami secara mendalam setiap argumen yang diajukan oleh pihak terkait.
Apapun keputusan sidang yang akan dibacakan oleh MK tentu memiliki dampak yang luas dan signifikan bagi arah politik dan hukum negara ini. Semua mata akan tertuju pada MK dan kualitas demokrasi di Indonesia. Namun yang menjadi catatan penting, bagaimana publik legawa menerima hasil putusan itu. MK sebagai lembaga independen tentu akan memberikan keputusan yang bijaksana dan berdasarkan hukum, demi tegaknya demokrasi dan keadilan dalam negara ini.
Eks Ketua MK, Jimly Asshiddiqie memandang perayaan Idul Fitri kemarin sebagai kesempatan emas bagi semua pihak untuk menerima putusan MK terkait sengketa hasil Pilpres 2024. Dalam sebuah pertemuan di kediaman Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri, Jimly menyuarakan harapan agar ketegangan pasca-Pilpres dapat diringankan melalui sikap terbuka terhadap keputusan MK.
Jimly juga menegaskan walau saat ini persidangan belum final, keputusan MK nantinya dapat membuat semua pihak menerimanya dan berupaya mengembalikan kepercayaan satu dengan lainnya dengan berangkulan menghindari ketegangan yang berkelanjutan. Setiap pihak harus optimisme bahwa putusan MK akan menjadi perekat antar sesama. Masyarakat juga harus menjaga kepercayaan pada lembaga MK dan mencatat harapan besar yang diletakkan pada putusan MK untuk mengakhiri polemik pasca-Pilpres.
Senada dengan Jimly, Pengamat Politik dan Peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro menekankan bahwa putusan MK memiliki kekuatan hukum yang final dan mengikat. Dalam konteks ini, semua pihak, tanpa terkecuali, diharapkan menerima putusan tersebut dengan hati yang lapang dan legawa. Ia juga menyoroti upaya pemerintah dalam menyediakan fasilitas hukum melalui gugatan di MK sebagai bentuk penghormatan terhadap proses hukum yang berlaku.
Proses Pemilu adalah bagian dari kontestasi demokratis yang harus dihadapi dengan sikap yang terbuka, termasuk kesiapan untuk menerima kekalahan. Sebagai negara demokratis, penerimaan terhadap putusan MK adalah bagian tak terpisahkan dari kematangan demokrasi. Sikap hormat terhadap keputusan lembaga yudikatif tersebut adalah fondasi penting dalam membangun masyarakat yang berlandaskan pada aturan hukum. Dengan demikian, diharapkan bahwa semua pihak bisa menerima putusan MK dan bekerja sama untuk menciptakan suasana politik yang kondusif demi kemajuan bersama.
)*Penulis adalah kontributor Media Saptalika