Proses bergabungnya Papua ke dalam wilayah Republik Indonesia merupakan sebuah perjalanan sejarah yang cukup panjang. Wilayah yang kini dikenal sebagai Provinsi Papua, berada di ujung timur Indonesia dan pernah menjadi bagian dari Nugini Belanda, yang merupakan wilayah luar negeri dari Kerajaan Belanda sejak tahun 1949.
Pada awalnya, setelah Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949, terjadi penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia. Namun, kesepakatan ini tidak menyelesaikan konflik antara kedua pihak, karena Belanda masih ingin mempertahankan Papua atau Irian Barat sebagai wilayah otonom di bawah kendali Belanda.
Konflik terus berlanjut, dengan Belanda menerapkan berbagai strategi untuk mempertahankan Papua, termasuk melalui usulan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Sidang Umum PBB bulan September 1961 untuk menjadikan Papua di bawah pengawasan PBB. Namun, usulan tersebut ditolak.
Presiden Soekarno kemudian membentuk Komando Mandala untuk merebut Papua pada 2 Januari 1962 dengan menunjuk Mayor Jenderal Soeharto sebagai komandan operasi militer. Setelah perjuangan panjang, akhirnya terjadi kesepakatan internasional dengan Perjanjian New York, yang menyatakan bahwa Belanda akan menyerahkan kekuasaannya atas Papua kepada United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).
Perjanjian New York merupakan hasil perundingan Indonesia dan Belanda di Markas Besar PBB pada 15 Agustus 1962. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh DDr. Subandrio, sedangkan Belanda diwakili oleh Van Roijen dan Schurmann.
Sesuai dengan perjanjian tersebut, pemerintah Indonesia berkewajiban menyelenggarakan Pepera di Irian Barat sebelum akhir tahun 1969. Dalam penyelenggaraan Pepera, pihak Indonesia dan Belanda harus menerima apa pun hasilnya.
Pepera dilaksanakan pada 14 Juli hingga 2 Agustus 1969, di mana hasilnya menunjukkan bahwa mayoritas rakyat Papua memilih untuk tetap menjadi bagian dari Indonesia.
Pada 19 November 1969, Sidang Umum PBB ke-24 menerima hasil Pepera yang menyatakan bahwa masyarakat Irian Barat ingin tetap menjadi bagian dari Republik Indonesia. Sejak saat itu, Irian Barat kembali menjadi bagian dari Indonesia, baik secara de facto maupun de jure.
Dengan disahkan hasil PEPERA pada Sidang Umum PBB tersebut maka secara resmi Papua Barat kembali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan resolusi tersebut berarti tuntas sudah penyelesaian konflik berkepanjangan antara Republik Indonesia dengan Belanda yang dimulai tidak lama setelah proklamasi kemerdekaan 1945 dikumandangkan. Dengan peristiwa ini, Belanda telah mengakui seluruh bekas jajahannya menjadi wilayah Republik Indonesia.
Wilayah paling Timur Indonesia tersebut mengalami beberapa perubahan, termasuk penggantian nama dari Irian Barat menjadi Irian Jaya, dan kemudian menjadi Provinsi Papua sesuai dengan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Pada tahun 2004, Papua dibagi menjadi dua provinsi, yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat (sebelumnya Irian Jaya Barat). Keseluruhan perjalanan sejarah ini mencerminkan kompleksitas dan dinamika dalam proses pembentukan identitas dan kedaulatan wilayah Papua di bawah naungan Republik Indonesia.
Wilayah ini kemudian diberi status otonomi khusus sebagai bentuk pengakuan terhadap keberagaman budaya dan konteks sejarahnya. Dan sejak integrasi ke Indonesia, Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat mengalami perkembangan ekonomi, sosial, dan politik yang sangat pesat. Hal tersebut merupakan bentuk perhatian pemerintah terhadap Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat sebagai bagian dari Indonesia yang sah sejak tahun 1969 hingga sekarang.
Menjadi bagian dari NKRI yang tidak terpisahkan, Papua terus mengalami kemajuan pesat. Berbagai kebijakan telah dituangkan untuk percepatan pembangunan Papua. Dari dua provinsi yang berasa di Tanah Papua, saat ini telah ada total 6 provinsi di Papua yang menjadi wilayah otonomi di Pulau Papua.
Dari 6 provinsi di Papua, sebanyak empat provinsi diantaranya merupakan pemekaran dari dua provinsi sebelumnya, yaitu Provinsi Papua dan Papua Barat pada tahun 2022.
Pemekaran provinsi dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan, peningkatan layanan publik, dan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut tidak lain mengingat, Papua sangat luas. Luas Pulau Papua sekitar 786.000 kilometer persegi.
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) juga telah menegaskan bahwa pemekaran wilayah di tanah Papua merupakan salah satu upaya untuk menciptakan pemerataan pembangunan karena memang tanah Papua ini terlalu luas kalau hanya dua provinsi. Untuk memudahkan jangkauan pelayanan, itulah dibangun daerah-daerah otonomi baru.
Pemekaran wilayah di Papua juga berasal dari aspirasi masyarakat Papua sendiri. Aspirasi tersebut telah ada sejak beberapa tahun lalu dan berasal dari berbagai kelompok masyarakat di berbagai wilayah.
Dengan DOB diharapkan Papua berkembang lebih pesat dan bisa setara dengan daerah-daerah maju lainnya di Indonesia. Sehingga pembangunan Indonesiasentris tidak hanya sekedar konsep melainkan semangat bersama dalam memajukan seluruh wilayah Indonesia, khususnya Bumi Cenderawasih.
Sebagai bagian tak terpisahkan dari Indonesia, dengan komitmen yang tidak tergoyahkan, pemerintah terus mengupayakan kemajuan Papua melalui berbagai inisiatif pembangunan dan pemberdayaan masyarakat. Dari infrastruktur hingga pendidikan, pemerintah telah memperlihatkan perhatian yang tulus untuk memastikan Papua tumbuh dan berkembang dalam bingkai NKRI, sebagai cermin dari semangat kesatuan dan kemajuan yang melintasi seluruh negeri.