Papua – Ketua Analisis Papua Strategis Laus Rumayom mengatakan Papua secara hukum internasional sudah sah menjadi bagian yang tidak dapat terpisahkan dari Negara kesatuan Republik Indonesia. Tidak ada yang bisa menggugat dan memisahkan Papua dari Indonesia
“Saya pikir Papua secara hukum internasional ini sudah merupakan satu legalitas yang sah bagian dari Negara Republik Indonesia, dan juga secara politik internasional kita dapat mempelajari sejarah bahwa papua ketika mengalami masa-masa transisi, sejak tahun 60-an hingga tahun 69 ada pepera memang yang lebih dilihat oleh publik baik di Papua dan juga di nasional dan ditingkat internasional”, ujar Laus Rumayom saat di wawancara pada Program Sorotan Matoa TV, Rabu 24 Januari 2024.
Ketua Analisis Papua Strategis menambahkan secara hukum internasional papua sudah sah menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia dan oleh karena itu Indonesia memiliki kesempatan besar untuk bagaimana bisa membangun papua lebih baik lebih maju tentu dengan dasar hukum tadi yang saya sampaikan, menjadi fondasi yang sangat kuat untuk bagaimana percepatan pembangunan papua itu dilakukan, karena Indonesia secara umumnya provinsi-provinsi lain sudah lebih maju dan kita baru terintegrasi pada tahun 60-an-69, mungkin pembangunan baru sekitar tahun 70-an tahun 80an sehingga butuh kecepatan untuk mengejar ketertinggalan pembangunan.
Sementara itu, Laus Rumayom menilai isu KKB Papua harus dilihat juga dari “aktor” yang berkepentingan dibalik konflik yang terjadi di Papua. Mungkin saja ada dari pihak asing yang memiliki kepentingan atas Papua.
“Ini menarik menurut saya karena kalo kita lihat dalam pihak-pihak yang terlibat dalam isu papua tidak bisa kita lihat dari konteks KKB karena kita perlu dalami bahwa siapa saja yang berkepentingan dengan konflik papua yang mungkin juga bisa Ameraka, mungkin bisa China, mungkin bisa Rusia, mungkiin bisa Australia, negara-negara yang berkepentingan terhadap sumber daya alam disini, dan juga jangan kita lupa bahwa konflik papua terutama konflik-konflik senjata dan inflikasinya dll.tentu tidak hanya saja konflik yang kita pahami secara konflk kriminal misalnya kriminal bersenjata, tapi juga kita perlu melihat memahaminya dalam konteks menajement konflik secara global”, ungkap Laus.
“Saya pikir harapan kedepan adalah penguatan terhadap study perdamaian dan resolusi konflik dan juga bagaimana study-study menjadi sebuah guidance untuk membangun masyarakat sipil di Papua yang mengerti ini konflik apa, kalo konflik antar orang asli Papua dan non OAP bagaimana resolusinya, pola mekanisme apa yang dibangun kalo ini adalah antara orang asli papua tapi terkait perbedaan ideologi dengan pemerintah apa yang harus dilakukan, atau juga kita melihat konflik horizontal orang asli papua dengan orang asli papua terkait batas tanah atau antar suku, study perdamaian atau Pendidikan perdamain dan resolusi konflik itu akan menjadi sebuah konsep yang membantu masyarakat kita dari perspektif agama, dari perspektif masyarakat adat, dari perspektif komunitas-komunitas yang ada di dalam masyarakat,’ jelas Laus Rumayom.
Disisi lain, Ketua APS Laus Rumayom menilai percepatan pembangunan harus dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan seperti yang di gaungkan oleh Presiden Joko Widodo.
“Saya ingat betul sesuai arahan Bapak Presiden Jokowi sejak beliau menggaungkan percepatan pembangunan Papua melalui Inpres 9 Tahun 2020, yaitu ada 3 hal yang selalu beliau sampaikan, yaitu pertama membangun papua dengan paradigma baru, kedua membangun papua harus dengan lompatan baru, ketiga membangun papua harus dengan pendekatan baru yaitu pendekatan antropologis dan pendekatan sosiologis”, pungkas Dosen Uncen Laus Rumayom.