Jakarta, suarapapuanews– Pemerintah Indonesia terbuka dengan berbagai kerja sama global demi mempercepat pemulihan ekonomi. Sinergitas global tersebut juga merupakan implementasi dari tema Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20, Recover Together, Recover Stronger.
Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, Indoanesia terbuka untuk bekerja sama dengan mitra global demi memastikan proses pemulihan ekonomi berjalan merata di seluruh negara G20.
Pada kesempatan Presidensi G20, dirinya menyatakan bahwa Indonesia terbuka terhadap dukungan mitra, dukungan tersebut bisa berbentuk proyek percontohan atau mercusuar dan kerja sama ekonomi, terutama di bidang transisi energi serta pengembangan skema pembiayaan ramah pasar dengan praktik terbaik internasional.
Kemudian, pendanaan untuk mengembangkan teknologi yang tersedia dan terjangkau untuk mendukung transisi dari bahan bakar fosil ke energi baru terbarukan (EBT). Hal tersebut tentu saja relevan dengan tema Presidensi G20 Indonesia, yaitu recover together, recover stronger. Dengan demikian, semua anggota G20 bertanggung jawab untuk memastikan tidak ada negara yang tertinggal.
Presidensi G20 Indonesia sendiri fokus pada tiga bidang prioritas global dan nasional, yakni memperkuat arsitektur kesehatan global, transformasi ekonomi berbasis digital, dan mempercepat transisi energi. Airlangga juga menambahkan sektor energi merupakan sumber dari sekitar ¾ emisi gas rumah kaca. Dengan demikian, kerangka kerja G20 adalah memandu transisi energi dari negara-negara ekonomi utama.
G20 memberi dukungan berupa usulan peningkatan pemahaman dan kesiapan sektor keuangan atas potensi risiko perubahan iklim melalui pemenuhan data gaps, dalam keperluan assessing climate related financial risks dan mendorong climate related disclosure. G20 mendukung usulan Presidensi Italia untuk mengaktifkan kembali Sustainable Finance Study Group (SFSG). Pengaktifan kembali SFSG ini diharapkan dapat mendorong kesiapan dan kapasitas sektor keuangan dalam mendukung transisi menuju perekonomian yang berkelanjutan.
Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 mendorong review dan update atas Rencana Aksi G20, sehingga merefleksikan gambaran kebijakan forward looking sebagai alat koordinasi utama negara G2O, dalam menangani pandemi Covid-19 dan mengakselerasi pemulihan ekonomi.
Pada kesempatan berbeda, Indonesia berhasil menjadi tuan rumah Forum Global Platform for Disaster Risk Reduction (GPDRR) ke-7. Forum internasional yang berlangsung di Nusa Dua, Bali.
Raditya Jati selaku Ketua Sekretariat Panitia Nasional Penyelenggara GPDRR 2022 mengungkapkan, Indonesia mengusung semangat dalam memperkuat kemitraan menuju resiliensi berkelanjutan.
Raditya berharap agar kegiatan tersebut dapat mendorong lebih banyak kerja sama pengurangan risiko bencana serta komitmen global dalam membangun resiliensi secara berkelanjutan sesuai dengan kerangka pengurangan risiko bencana 2015-2030.
Raditnya juga menuturkan, ada 3 alasan mengapa Indonesia tertarik untuk menjadi tuan rumah. Pertama, membangun resiliensi risiko bencana dengan memperkuat kerja sama semua pemangku kepentingan baik global maupun domestik.
Tentu hal ini menjadi salah satu komitmen tidak hanya dari pemerintah pusat tetapi juga pemerintah lokal. Menurutnya, semangat untuk membangun resiliensi bangsa telah menjadi salah satu prioritas.
Selain itu, kondisi geografis, situasi iklim yang rentan terhadap bencana juga menjadi alasan penting. Indonesia perlu bekerja sama dengan banyak pihak dalam upaya pengurangan risiko bencana di tanah air.
Hal ini menjadi penting mengingat bencana yang terjadi juga berdampak pada sektor ekonomi, sehingga kerja sama global ini juga bertujuan untuk memulihkan ekonomi jika kejadian tak terduga seperti bencana terjadi di Indonesia.
Tentu saja demi mewujudkan visi recover together, recover stronger, negara-negara perlu bekerja sama untuk mengurangi ketengangan perdagangan dan memperkuat sistem perdanganan multilateral, yang menjadi mesin utama untuk pertumbuhan dan pekerjaan.
Di sisi lain, banyak negara ekonomi berkembang yang membutuhkan dukungan komunitas global dalam pemulihannya, karena negara tersebut menghadapi ruang fiskal yang menyusut dan beban utang yang juga meningkat.
Kerja sama global adalah hal yang perlu diwujudkan, karena sebuah negara tidak bisa berkembang tanpa adanya kerja sama dengan negara lain. Tentu saja optimisme terhadap pemulihan ekonomi harus terus dijaga, seiring dengan berkurangnya kasus positif Covid-19 dan longgarnya protokol kesehatan di tempat umum.
)* Penulis adalah kontributor Lingkar Pers
(BP/AA)