Oleh: Kristantyo Wisnubroto )*
Demi menciptakan situasi yang damai dan kondusif di tahun politik ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah melakukan pemutusan akses atau take down terhadap 174 akun dan konten internet yang terindikasi memuat aktivitas indoktrinasi dan penyebaran paham radikalisme selama Juli sampai Agustus 2023. Terlebih lagi, tahapan pemilu sudah berlangsung, maka pemerintah berupaya untuk mengantisipasi segala bentuk ancaman dan gangguan yang dapat merusak jalannya kondusifitas Pemilu 2024.
Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan sejak awal Juli 2023 sampai hari ini, Kominfo telah menemukan total 174 akun dan konten indoktrinasi dan penyebaran paham radikalisme. Sesuai arahan Bapak Presiden Jokowi untuk menciptakan Pemilu 2024 damai, Kominfo segera melakukan takedown akses konten tersebut.
Menurut Menkominfo, pihaknya bekerja sama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Badan Nasional Penanganan Terorisme (BNPT) terus memantau platform digital yang memuat konten radikalisme dan terorisme. Dari hasil pantauan dua lembaga itu, menunjukkan peningkatan signifikan penyebaran konten radikalisme. Berdasarkan laporan Direktorat Pengendalian Aplikasi Informatika Ditjen Aplikasi Informatika (Aptika) Kementerian Kominfo, 174 akun dan konten yang ditemukan selama sebulan itu tersebar di berbagai platform digital. Terbanyak di platform Twitter yaitu 116 konten, kemudian 46 konten Facebook, 11 konten Instagram dan 1 konten YouTube.
Kesigapan Kominfo untuk memutus akses konten-konten radikalisme dan terorisme sesuai dengan Undang-Undang nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas UU RI 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Budi juga mengingkapkan Kementerian Kominfo terus melakukan pencarian konten dalam situs web atau platform dengan menggunakan mesin AIS setiap dua jam sekali. Selain itu, Kementerian Kominfo juga bekerja sama dengan TNI dan BNPT untuk menelusuri akun-akun yang menyebarkan konten terorisme, radikalisme, dan separatisme,
Menkominfo meminta masyarakat untuk menghindari penyebaran konten yang radikalisme, terorisme, dan separatisme. Apabila menemukan keberadaan situs seperti itu, masyarakt dapat melaporkannya ke aduankonten.id atau pada aplikasi X dengan bama akun @aduankonten yang dikelola Kominfo. Upaya penangkalan konten radikalisme, terorisme maupun hoaks diambil Kominfo untuk memastikan berlangsungnya pemilu yang produktif dan sehat bagi masyarakat Indonesia. Pihaknya tentunya bekerja sama dengan banyak pihak untuk mendiskusikan mana yang hoaks, mana yang mengandung narasi-narasi radikalisme.
Menkominfo juga berkomitmen untuk menyiapkan koordinasi lintas kementerian dan lembaga agar konten-konten bermuatan negatif tidak merusak kedamaian di ruang digital menjelang pesta demokrasi di 2024. Esensi pelaksanaan pemilu adalah menyatukan sesama anak bangsa dan memberikan kontribusi bagi peningkatan kualitas demokrasi. Oleh karena itu, pemerintah mengajak masyarakat ambil bagian dan berperan untuk menjaga ruang digital yang aman dan sehat dengan membagikan konten-konten yang positif.
Sebaliknya, menurut Menteri Kominfo, masyarakat jangan percaya akan hoaks dan propaganda yang beredar di media sosial. Media sosial sengaja digunakan oleh kelompok radikal, sebagai tempat untuk mempopulerkan baik mengenai radikalisme maupun intoleransi.Kelompok radikal paham bahwa netizen Indonesia suka membuka media sosial setiap hari. Saat membuka akun media sosial maka otak dalam keadaan rileks sehingga mudah dipengaruhi. Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk berhati-hati di media sosial dan jangan mudah percaya akan suatu konten.
Adanya tantangan pemecah persatuan saat ini tidak hanya secara nyata namun juga di dunia maya. Melihat data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada tahun 2020 merilis adanya temuan lebih dari dua puluh ribu konten yang terindikasi sebagai konten yang bermuatan narasi radikalisme dan terorisme. Pelaksana Harian (PLH) Kepala Sub-Direktorat Kontra Naratif Direktorat Pencegahan Detasemen Khusus Anti Teror Kepolisian Republik Indonesia (Densus 88), AKBP Mayndra Eka Wardhana mengatakan media digital berperan menjadi sarana penyebaran narasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme dengan berbagai tujuan.
Mulai dari rekrutmen, propaganda, pemecahan masyarakat, serta dukungan terhadap paham terorisme. Indikasi adanya pengaruh ini, bisa diidentifikasi melalui narasi-narasi yang bisa dilakukan dengan memahami konteks narasi yang disebarkan. Mayndra juga menyampaikan masyarakat harus pandai menganalosa apakah konten yang disebarkan memiliki potensi destruktif dan mengarah pada ajakan mengesampingkan Pancasila dan melanggar hukum yang berlaku di Indonesia. Paparan dan dampak dari sebaran narasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di ranah digital mampu ditekan.
Melihat data Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada tahun 2020 merilis adanya temuan 20.543 konten yang terindikasi sebagai konten yang bermuatan narasi radikalisme dan terorisme. Maka, sebaiknya masyarakat dapat mengurangi eksposur, mengedukasi diri, mempromosikan pemahaman moderasi dan dialog, bijak bermedia sosial diantaranya menjaga privasi, saring sebelum sharing, dan melakukan kroscek kebenaran konten.
Untuk terus bisa menjaga kondisi kamtibmas dan juga keutuhan NKRI, maka hal tersebut sejatinya bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab yang diemban oleh pemerintah saja, melainkan sudah sepatutnya menjadi tugas serta tanggung jawab dari seluruh komponen masyarakat termasuk juga para pemuda dan mahasiswa. Maka dari itu seluruh pihak diwajibkan agar selalu waspada dan cerdas dalam menyikapi persoalan, lebih peduli dan diteksi dini bila ada hal-hal yang dianggap dapat mengganggu jalannya rangkaian proses Pemilu 2024.
)* Penulis adalah tim redaksi Indonesia jr.