Oleh : Arzan Malik Narendra )*
Sebagai negara demokrasi, Indonesia kembali memasuki babak baru dengan persiapan Pemilu 2024. Namun, dalam suasana penuh tantangan dan dinamika politik, Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, menyoroti peran krusial pemuka agama dalam menurunkan tensi politik dan memastikan jalannya pemilihan berlangsung dengan damai dan kondusif.
Bagja menegaskan urgensi peran pemuka agama dalam acara Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) yang digelar di Jakarta pada Selasa (7/11/2023). Dalam forum ini, Bagja menyampaikan harapannya kepada pemuka agama untuk aktif berkontribusi dalam menentramkan masyarakat.
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, menginginkan agar pemuka agama turut serta mendukung Bawaslu dalam menjaga ketenangan masyarakat. Lebih lanjut, Bagja menekankan pentingnya peran mereka dalam meredakan ketegangan dan memberikan pemahaman kepada publik terkait potensi masalah, seperti politik uang, politisasi SARA, dan isu-isu sensitif lainnya.
Menurut Bagja, pemuka agama memiliki peran strategis tidak hanya dalam menurunkan tensi politik, tetapi juga dalam memberikan pemahaman kepada masyarakat. Dalam konteks Pemilu 2024, pemuka agama dapat menjadi penengah yang membantu masyarakat memahami esensi demokrasi dan tanggung jawab sebagai warga negara.
Pemuka agama juga diundang untuk menjadi bagian dari perayaan Pemilu dan Pemilihan 2024. Bagja berharap agar para pemuka agama tetap bersinergi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Bawaslu, membantu menjaga integritas proses penyelenggaraan demokrasi di Indonesia.
Dalam wawancara tersebut, Bagja mencatat sejumlah evaluasi dari pemilu dan pemilihan sebelumnya. Beberapa isu mencakup ketidakakuratan data pemilih (DPT), praktik politik uang, dan isu netralitas aparatur sipil negara (ASN), Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Bagja juga menggarisbawahi beberapa masalah, seperti kurangnya netralitas kepala desa, perangkat desa, penggunaan hak pilih orang lain, kampanye di tempat ibadah, dan institusi pendidikan.
Bagja menambahkan catatan lain yang mencakup meningkatnya penyebaran informasi palsu dan politisasi isu SARA, kelangkaan surat suara, kampanye yang dilakukan di luar jadwal yang ditentukan, serta permasalahan terkait keamanan dan ketertiban. Pernyataan ini mencerminkan pemahaman Bagja akan kompleksitas tantangan yang dihadapi dalam mengelola proses pemilihan umum.
Menanggapi hal tersebut, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kecamatan Madiun turut serta mengambil peran dengan menyelenggarakan kegiatan eksistensi. Kepala Kepolisian Resor Madiun, AKBP Anton Prasetyo, melalui Kapolsek Nglames, AKP Agus Priyanto, menjelaskan bahwa kegiatan ini dilakukan pada Selasa, 7 November 2023, di pendopo kantor Kecamatan Madiun.Dalam sambutan Ketua FKUB, Toufik Rohman, diutarakan pentingnya peran tokoh agama dalam menjaga kerukunan dan persatuan.
Rohman menegaskan perlunya menjaga keselarasan dan persatuan di antara umat beragama, dengan mengedepankan nilai-nilai toleransi meskipun terdapat perbedaan pandangan dalam Pemilihan Umum tahun 2024. Pernyataan ini menunjukkan penekanan Rohman pada prinsip-prinsip universal persatuan dan toleransi sebagai landasan yang esensial dalam menghadapi proses demokrasi.
Rohman juga memberikan himbauan kepada masyarakat untuk tidak mudah terprovokasi oleh berita hoaks di media sosial. Sebaliknya, dia mengajak masyarakat untuk melakukan pengecekan kebenaran berita kepada pihak berwenang. Hal ini sebagai upaya konkret untuk menjaga informasi yang benar dan meminimalkan potensi konflik yang dapat muncul akibat penyebaran informasi yang tidak akurat.
Dalam menghadapi tantangan Pemilu 2024, kerjasama antara lembaga pengawas pemilu, pemuka agama, dan organisasi kemasyarakatan keagamaan menjadi kunci utama untuk menciptakan suasana yang kondusif. Ajakan kepada masyarakat untuk tidak terprovokasi oleh hoaks dan berperan aktif dalam menjaga persatuan harus terus disuarakan oleh semua pihak terkait.
Hanya dengan kolaborasi yang solid, Indonesia dapat meraih keberhasilan dalam menjalankan proses demokrasi yang adil dan berkualitas. Melibatkan pemuka agama sebagai garda terdepan kedamaian bukan hanya tugas Bawaslu atau lembaga pengawas pemilu semata, tetapi menjadi tanggung jawab bersama untuk menjaga fondasi kehidupan berdemokrasi yang berkeadilan dan damai.
Melalui peran pemuka agama, masyarakat diharapkan dapat memahami esensi demokrasi, yaitu hak dan kewajiban sebagai warga negara yang berperan aktif dalam menentukan masa depan bangsa. Pemilu 2024 bukan hanya pesta demokrasi, tetapi juga panggung untuk membuktikan bahwa Indonesia mampu melaksanakan pemilihan secara berkualitas, adil, dan damai.
Dalam menggapai keberhasilan itu, pemuka agama, lembaga pengawas pemilu, dan masyarakat harus bersatu padu. Pemilihan bukanlah momen untuk meruncingkan perbedaan, tetapi sebagai momentum untuk memperkuat persatuan dan kesatuan. Dengan semangat kolaborasi dan saling mendukung, Pemilu 2024 dapat menjadi tonggak sejarah bagi Indonesia dalam membangun masa depan yang lebih baik.
Sebagai bagian dari masyarakat, setiap individu memiliki tanggung jawab untuk mendukung jalannya Pemilu 2024 dengan bijak. Menghindari provokasi, mencari informasi dari sumber yang terpercaya, dan berpartisipasi secara aktif dalam proses demokrasi adalah langkah-langkah konkrit yang dapat dilakukan oleh setiap warga negara.
Dengan harapan tinggi dan tekad kuat, Pemilu 2024 dapat menjadi contoh bagi negara-negara lain dalam melaksanakan pemilihan umum yang demokratis, transparan, dan berdampak positif bagi kemajuan bangsa. Kunci suksesnya terletak pada sinergi antara pemuka agama, lembaga pengawas pemilu, dan masyarakat yang memiliki komitmen untuk menjaga keutuhan negara dan membangun masa depan yang lebih baik.
)* Penulis adalah kontributor pada Lembaga Siber Nusa