Jakarta, suarapapuanews– Kelompok Separatis dan Teroris (KST) Papua menghalalkan berbagai cara untuk mewujudkan pemisahan diri dari Indonesia. Terakhir, gerombolan tersebut terindikasi merekrut anak-anak untuk ikut bertempur melawan aparat penegak hukum.
Papua identik dengan keindahan alamnya dan juga sumber tambangnya berupa tembaga berkualitas tinggi. Namun sayangnya Papua juga terkenal akan KST (Kelompok Separatis dan Teroris) yang menjadi pengacau dan mencemarkan nama baik Bumi Cendrawasih. Kelompok pemberontak ini sudah berkali-kali melakukan aksi yang merugikan masyarakat dan sampai mengancam nyawa.
Mirisnya lagi, anggota KST tak hanya dari para pemuda dan kaum tua tetapi juga anak-anak Sekolah Dasar. Hasil penyelidikan dari Polres Intan Jaya menyatakan bahwa anak-anak SD direkrut oleh KST lalu ‘menghilang’ dan tiba-tiba muncul ke publik. Namun mereka datang sambil membawa senjata api dan mencoba untuk menembak rakyat sipil.
Ditengarai kelompok yang merekrut anak-anak tersebut adalah Sabius Waker cs. Mereka sudah beberapa bulan ini menculik anak usia pelajar lalu dilatih untuk jadi kader baru. Dikatakan menculik karena orang tua anak SD tersebut tidak tahu bahwa anak-anaknya dilatih jadi anggota KST.
Masyarakat mengecam aksi KST yang keterlaluan karena merekrut anak SD jadi penembak dan pemberontak. Meski yang diambil adalah anak putus sekolah, tetapi tetap saja mereka belum cukup umur karena memang usianya belum 17 tahun. Anak-anak seharusnya belajar di rumah, jika memang sudah tak bersekolah.
Jika pentolan KST tertangkap maka bisa terkena pasal penculikan anak di bawah umur dan mendapat hukuman setimpal. Perlu ada penegasan dan penegakan hukum bagi KST terutama yang jadi perekrut anak-anak SD. Pasalnya ulah mereka sudah keterlaluan, dan membuat orang tua anak itu juga kehilangan.
Bagaimana bisa anak SD yang masih polos malah dibujuk dan dijadikan kader baru? Alasan KST selalu sama: regenerasi, karena memang dengan cara ini anggota mereka tidak akan habis termakan usia. Namun tetap saja amat kejam karena anak SD sudah putus sekolah malah diajak untuk memberontak dan melukai orang lain.
Apalagi anak-anak SD yang belum dewasa diajari untuk memberontak, yang jelas melanggar hukum. Tidak dapat dibayangkan bahwa anak-anak yang masih berada di usia sekolah justru diajari untuk mengokang senjata api, membedakan jenis-jenis pistol, membidik panah, dan melakukan aksi teror dan kekerasan lainnya. Pelajaran ini belum waktunya dan memang haram karena mereka bukan aparat yang berwenang untuk melakukannya.
Orang tua di Papua perlu mengawasi anaknya dengan ketat agar tidak terbujuk oleh rayuan KST. Jika memang anak-anaknya tidak ke sekolah karena alasan biaya atau yang lain, maka diarahkan untuk belajar sendiri. Dengan begitu mereka akan sibuk dan tidak akan mau ketika dibujuk oleh KST dan dijadikan kader baru.
Para orang tua juga wajib memberi pengertian kepada anak-anaknya, bahwa KST adalah penghianat negara karena ingin memberontak. Jangan mau berurusan dengan KST karena mereka adalah pelaku kriminal yang harus dijauhi. Anak-anak pun wajib diberikan pemahaman menyeluruh bahwa Papua bagian dari Indonesia selamanya.
Aksi KST merekrut anak-anak untuk melakukan kekerasan diusia dini merupakan perbuatan bejat yang tidak dapat dibenarkan. Masyarakat pun mendukung TNI/Polri untuk tidak ragu menindak tegas kelompok tersebut.
)* Penulis adalah mahasiswa Papua tinggal di Yogyakarta
(SK/AA)