Oleh : Ratih Safira Utami )*
Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) berperan sangat penting untuk mencegah politik identitas, terutama jelang Pemilu 2024 mendatang. Politik identitas sangat berbahaya karena bisa memecah-belah bangsa. Oleh karena itu ormas wajib membantu pemerintah untuk menjaga Pemilu damai, dan caranya dengan menolak politik identitas.
Pemilu akan diselenggarakan tanggal 14 Februari 2024. Masyarakat diberi pesan agar menghindari politik identitas saat Pemilu, yang merupakan sebuah aksi yang menonjolkan etnis atau identitas tertentu. Seharusnya politik identitas diganti dengan politik gagasan yang tidak memandang latar belakang seseorang.
Ormas juga berperan penting untuk mencegah politik identitas jelang Pemilu 2024 mendatang. Ikatan Pelajar NU-Ikatan Pelajar Putri NU (IPNU-IPPNU) Bantul menggelar Sarasehan Kebinekaan bertajuk Merajut Ukhuwah Wathaniyah di tengah Potensi Ancaman Politik Identitas Jelang Kampanye Pemilu 2024, Sabtu 19 Agustus 2023. Kegiatan yang menghadirkan sejumlah ormas kepemudaan itu sekaligus menyampaikan deklarasi menolak politik identitas jelang Pemilu 2024.
Kegiatan diawali dengan diskusi yang menghadirkan sejumlah pakar. Setelahnya perwakilan organsiasi kepemudaan melakukan deklarasi menolak politik identitas dan SARA, menolak ujaran kebencian, dan menolak berita hoaks.
Dosen Fakultas Hukum UII Dian Kus Pratiwi yang hadir sebagai pemateri mengungkapkan dari tinjauan akademik, politik identitas tidak dapat terhindari. Mengingat masyarakat Indonesia memang terkelompok kelompok mulai dari agama suku dan ras. Namun demikian yang harus dihindari yaitu jangan sampai keberagaman ini ditumpangi menjadi alat penyebar kebencian kepada lawan politik.
Ormas terdiri dari ikatan persaudaraan yang terbentuk dari berbagai macam ras, suku, budaya, maupun agama. Maka ke depan politik identitas dan sejenis harus dihindari, agar tetap bersatu.
Politik identitas berbahaya karena digunakan sebagai alat kampanye yang salah. Di mana seorang caleg memperlihatkan identitasnya sebagai suku / golongan tertentu yang superior, dengan harapan akan menarik minat dari pemilih dengan suku yang sama. Akan tetapi politik identitas menjadi ganas karena suku / golongan lain merasa tidak terima dan akhirnya mengobarkan permusuhan saat kampanye Pemilu 2024.
Politik identitas sangat berbahaya karena bisa menganggap orang yang tidak satu keyakinan atau etnis adalah musuh. Bahkan bisa dipakai oleh seorang politisi untuk menjatuhkan lawan politiknya. Caranya dengan menggiring opini publik bahwa seorang capres tidak layak menjadi pemimpin karena berasal dari etnis tertentu.
Oleh karena itu ormas dihimbau untuk mencegah penyebaran politik identitas. Ormas menghimbau masyarakat untuk menghindari politik identitas jika ingin Pemilu 2024 berjalan dengan lancar. Jangan termakan oleh propaganda yang disebarkan oleh provokator, yang menyebutkan bahwa capres dengan etnis tertentu tidak punya kemampuan untuk memimpin Indonesia.
Sementara itu, Tim Ahli Pokja Penguatan Moderasi Beragama Kementerian Agama yang juga Ketua Tanfidziyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Alissa Wahid, meminta anak muda atau pemilih pemula jangan memilih pemimpin yang menonjolkan politik identitas sebagai alat kampanye.
Alissa Wahid menyampaikan hal ini usai mengisi sosialisasi ‘Moderat Sejak Dini’ di Kabupaten Badung, Bali. Pada kegiatan tersebut hadir 600 orang siswa dari berbagai sekolah dan madrasah dengan beragam agama dan suku berbeda.
Alissa Wahid melanjutkan, kalau pemilih pemula perhatikan betul calon pemimpinnya, harus yang punya gagasan untuk memajukan Indonesia, jangan memilih justru calon yang mengedepankan identitas-identitas tertentu, identitas agama atau kesukuan. Hal itu seharusnya tidak boleh, apalagi kalau kemudian menjatuhkan lawan-lawannya dengan menggunakan pesan-pesan identitas.
Saat ada sosialisasi anti politik identitas maka satu tujuannya untuk mempersiapkan anak muda agar tidak termakan sentimen yang menanamkan kebencian, apalagi dewasa ini media sosial memberi pengaruh besar terhadap penyebaran informasi.
Berdasarkan riset internasional, Indonesia, India, dan Amerika Serikat itu penggunaan sentimen kebencian atas dasar agama itu kuat sekali pada pemilihan presiden, jadi ini kita seperti memberi vaksin dulu supaya anak-anak ini nanti pada saat mendengarkan pesan-pesan beragama yang ekstrem mereka sudah punya vaksinnya, sudah paham beragama itu tidak begitu.
Ormas dihimbau untuk menolak politik identitas dan bersinergi dalam menghindarinya. Kerja sama untuk menghalau politik identitas dilakukan dengan beberapa pihak seperti Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), KPU (Komisi Pemilihan Umum), dan aparat keamanan.
Saat ada oknum tim sukses caleg yang menggunakan isu politik identitas maka anggota ormas bisa langsung melaporkannya ke Bawaslu dan aparat keamanan. Ketika kasus sudah diusut maka tidak ada lagi oknum yang menggunakan politik identitas sebagai senjata untuk memenangkan caleg dalam Pemilu.
Ormas dihimbau untuk tetap aktif dalam prosesi Pemilu dan menolak politik identitas. Mereka bekerja sama dengan aparat keamanan, KPU, dan Bawaslu untuk mengawasi agar Pemilu berjalan dengan sukses tanpa ada kampanye politik identitas. Jangan sampai ada oknum tim sukses caleg yang menggunakan politik identitas sebagai senjata saat kampanye, karena akan menyebabkan perpecahan di masyarakat.
)* Penulis adalah kontributor Persada Institute