Oleh : Mujirazak Davesta )*
Pemilu 2024 adalah momentum penting bagi bangsa Indonesia. Namun, menghadapi Pemilu, kita juga harus tetap waspada terhadap ancaman radikalisme dan terorisme yang bisa mengganggu stabilitas negara. Dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban, sinergi antara Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dengan ulama memiliki peran sentral.
Tahun-tahun politik menjadi tajuk utama setahun ke depan, pasalnya pada 14 Februari 2024 akan dilaksanakan Pemilu. Pemilu adalah gelaran akbar yang diselenggarakan 5 tahun sekali dan masyarakat menantinya dengan antusias, karena ingin mendapatkan calon pemimpin baru. Sejak era reformasi para WNI dibebaskan untuk memilih calon presidennya sendiri. Pemilu kali ini kita akan menemui babak baru pesta politik.
Namun jelang Pemilu terdapat potensi gangguan dari gerakan radikal dan teroris. Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin menyatakan bahwa berbagai upaya pencegahan aksi terorisme telah dilakukan dan hasilnya positif. Jumlah serangan (terorisme) terus turun sejak tahun 2019. Menurut Global Terrorism Index (GTI), Indonesia masuk ke dalam urutan ke-24 di daftar negara paling terdampak terorisme, atau termasuk kategori sedang. Dalam hal ini berbagai upaya telah dilakukan terutama oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yaitu diantarannya berkolaborasi dengan para ulama.
Pentingnya sinergi ini tak bisa dianggap remeh. Ulama, sebagai pemuka agama yang dihormati di masyarakat, memiliki potensi besar untuk mempengaruhi sikap dan perilaku umat. Dengan bersinergi bersama BNPT, mereka dapat menjadi agen perdamaian dan penanggulangan radikalisme. Pemberian pemahaman yang benar tentang ajaran agama dan konsekuensi negatif dari terorisme menjadi kunci dalam upaya ini.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Pengurus Besar Mathla’ul Anwar, KH Oke Setiadi menyatakan kebijakan para pimpinan di BNPT untuk menggandeng para ulama dan kiai, adalah sebuah kebijakan yang sangat tepat. Karena sebenarnya tugas ulama dan tugas BNPT adalah sama-sama membimbing masyarakat dan menjaga keutuhan bangsa dan negara.
KH Oke Setiadi juga menambahkan tugas yang sama dengan berkolaborasi akan lebih meringankan implementasi program untuk mencapai hasil yang maksimal. Meskipun ada perbedaan misi dan prinsip antara BNPT dan para ulama dalam bekerja, namun apabila satu sama lain dapat saling memahami akan menghasilkan suatu kolaborasi yang luar biasa.
BNPT terus mengembangkan program pendidikan dan pelatihan bagi para ulama. Ini mencakup peningkatan pemahaman tentang ideologi radikal, teknik rekrutmen teroris, serta upaya-upaya pencegahan. Dengan pengetahuan ini, ulama dapat mendeteksi tanda-tanda radikalisme dan memberikan pemahaman yang benar kepada umatnya.
Selain itu, BNPT juga memfasilitasi dialog antaragama yang konstruktif. Mendorong dialog antara pemimpin agama-agama yang berbeda dapat membantu membangun pemahaman yang lebih baik tentang pluralisme dan toleransi. Hal ini akan menjadi benteng pertahanan yang kuat terhadap upaya-upaya radikal yang ingin memecah-belah masyarakat.
Kasubdit Bina Masyarakat BNPT Kolonel (Pas) Sujatmiko meminta mitra deradikalisasi atau mantan narapindana terorisme (napiter) semakin bijak dalam menyikapi keragaman yang ada di Indonesia. Beliau menyatakan walau berbeda pemikiran dalam menjalankan agama sesuatu hal yang wajar, tetapi jangan sampai jadi permusuhan di antara kita. Oleh sebab itu, apabila masih ada perbedaan pemikiran, lebih baik dibicarakan secara baik-baik karena yang berbeda itu sejatinya sama-sama mencari kebaikan, artinya sama-sama mencari keselamatan di dunia akhirat.
Kerja sama antara BNPT dan ulama juga bisa melibatkan kampanye publik yang lebih aktif. Melalui khutbah Jumat, ceramah, dan media sosial, pesan anti-radikalisme dapat disampaikan secara luas. Hal ini penting mengingat pengaruh besar yang dimiliki oleh ulama dalam masyarakat.
Dengan sinergi yang kuat antara BNPT dan ulama, kita memiliki peluang yang lebih besar untuk mencegah radikalisme dan terorisme yang bisa mengganggu proses demokrasi pada Pemilu 2024. Kita perlu menjaga keamanan dan stabilitas negara agar proses pemilihan berjalan dengan lancar dan adil, serta masyarakat dapat memilih pemimpin dengan tenang dan tanpa ancaman terorisme. Sinergi ini bukan hanya tanggung jawab BNPT atau ulama saja, tetapi tanggung jawab bersama untuk menjaga kedamaian dan keutuhan Indonesia.
Kita juga harus bisa berperan agar para mitra deradikalisasi agar benar-benar menjauhi virus radikalisme. Pasalnya, virus itulah yang membuat mereka harus berurusan dengan hukum dan tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Para mitra deradikalisasi perlu menghapus sikap anti-pemerintahan yang sah. Pemerintahan yang sah artinya didirikan sesuai kesepakatan seluruh bangsa Indonesia. Oleh karena itu perlu kita hormati dengan kritik yang baik.
)* Penulis adalah Ruang Baca Nusantara