Satu hasil keputusan Konferensi Tingkat Tinggi Melanesia Spearheaded Group (KTT MSG) 2023 adalah kembali menolak Persatuan Gerakan Pembebasan Papua Barat (ULMWP) sebagai anggota MSG.
Keputusan ini menunjukkan bahwa negara-negara Melanesia dan Pasifik mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua dan menolak upaya separatisme yang dipimpin oleh Benny Wenda.
Pakar Hubungan Internasional Universitas Pajajaran Bandung, Prof. Dr. Teuku Rezasyah menyebut, upaya Benny Wenda dalam melobby negara-negara melanesian mengalami kegagalan dan Indonesia masih mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua.
”Program KTT tersebut luar biasa karena menempatkan kita pada Pasifik Selatan. Menarik sekali upaya keras dari Indonesia dan tidak terpengaruh pergerakan dari Benny Wenda yang selalu mengupayakan pemisahan Papua dari Indonesia,” ucapnya dalam diskusi nasional yang diselenggarakan oleh Moya Institute dengan tema “Upaya Benny Wenda Kandas di KTT Melanesian Spearhead Group (MSG)”, Jumat (22/9).
Prof. Dr. Teuku Rezasyah mengatakan bahwa Benny Wenda merupakan tokoh yang sedang berusaha untuk mengumpulkan kekuatan untuk bisa menghadapi Indonesia dalam upayanya untuk memisahkan Papua dari Indonesia.
Untuk itu, Ia menyarankan agar Indonesia melakukan langkah antisipatif terhadap gerakan Benny Wenda. Pemerintah harus berupaya dalam menciptakan perdamaian di Papua serta meningkatakan pemberdayaan daerah Papua.
”Ada beberapa hal yang pemerintah Indonesia perlu tangani, antara lain pemberdayaan pendidikan, teknologi, rekrutmen insan Papua untuk memimpin wilayah sendiri, membangun budaya damai, sikap tegas kepada pihak luar,” katanya.
”Hal lain, yakni pemerintah harus mampu mengembangkan ekonomi di Papua seperti halnya berbagai produk asli Papua, dengan cara didukung pembangunan infrastruktur dengan baik, karena pembangunan di Papua berwawasan lingkungan,” lanjutnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Badan Musyawarah Papua, Willem Frans Ansanai mengatakan, pemerintah Indonesia telah berupaya untuk melakukan pembenahan di Papua, baik dari segi pembangunan ekonomi maupun pemecahan masalah sosial dan politik. Untuk itu, upaya Benny Wenda terhadap Papua tidak akan berdampak secara spesifik.
”Upaya yang dibangun Benny Wenda dengan kelompoknya memang di dunia internasional sangat mengganggu bagi NKRI, tetapi saya mempunyai keyakinan kuat bahwa penyelesaian Papua sudah clear, dari segi hostoris, hingga sisi pembenahan Papua, negara kita sangat concern dan pelaksanaannya mengalami progress baik. Saya tidak melihat kerja Benny Wenda akan berdampak pada Papua,” katanya.
Dirinya sangat yakin bahwa Papua masih bagian dari NKRI dan Usaha Benny Wenda dalam membangun gerakan Papua Merdeka tidak akan pernah terjadi.
”Saya sangat optimis ada seruan dari kelompok separatis, dan saya menyatakan Papua adalah bagian NKRI, akan itu ada penolakan negara-negara MSG. catatan saya bagi Papua, selain kita harus menghadapi kelompok ini, kita harus tahu bahwa Benny Wenda adalah narapidana dan melakukan upayanya dengan membangun semangat gerakan Papua Merdeka,” ungkapnya.
Selain itu, Politikus Reformasi, Mahfuz Sidik mengapresiasi delegasi Indonesia di forum MSG yang mengambil langkah tegas dan tepat dengan walk out ketika Benny Wenda menyampaikan pidatonya, dan sikap itu yang mempengaruhi keputusan akhir dari KTT MSG.
”Saya ingin apresiasi kepada teman-teman delegasi di forum itu. Saya kira semua sudah sepakat bahwa berbicara tentang isu ini,” katanya.
Hal senada juga dikatakan oleh Pemerhati Isu-Isu Strategis dan Global, Prof Dubes Imron Cotan. Ia menyebut, Capaian yang dilakukan Indonesia di KTT MSG sangat baik. Kebanyakan pemberitaan di media sosial tentang Papua tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Moya Institute, Hery Sucipto menegaskan bahwa Papua merupakan bagian dari NKRI yang tidak akan terpisahkan.
”Bagaimanapun Papua tidak terpisahkan dari NKRI, karena itu menjadi kewajiban dan hak kita semua untuk mempertahankan dari segala rong-rongan ataupun upaya untuk memisahkan diri,” katanya.