Oleh : Naomi Leah Christine )*
Jelang Pemilu 2024, masyarakat dihimbau untuk menolak politik uang. Jangan sampai terkena ‘serangan fajar’ lalu menerima amplop dan memilih caleg yang tidak disukai hanya karena sudah disogok. Politik uang amat berbahaya karena bisa meruntuhkan demokrasi di Indonesia dan kecurangan akan merusak kesucian Pemilu.
Pemilihan umum (Pemilu) akan diselenggarakan pada awal tahun 2024 tetapi wajib disiapkan dari sekarang agar nantinya berjalan dengan baik. Semua pihak berperan besar untuk menciptakan Pemilu damai dan berkolaborasi agar tercipta Pemilu damai. Perdamaian harus dijaga agar Pemilu berlangsung dengan lancar
Untuk menjaga kelancaran dan perdamaian Pemilu maka masyarakat dihimbau untuk menolak politik uang. Politik uang (money politic) adalah sebuah upaya memengaruhi pilihan pemilih (voters) atau penyelenggara pemilu dengan imbalan materi atau yang lainnya. Dari pemahaman tersebut, politik uang adalah salah satu bentuk suap.
Wakil Ketua KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Alexander Marwata menyatakan bahwa fenomena politik uang atau money politic masih menjadi ancaman serius menjelang Pemilihan Umum 2024. Terkait pengawalan Pemilu di tahun depan, KPK melalui program ‘Hajar Serangan Fajar’ mengimbau masyarakat untuk menentang dan menolak praktik politik uang yang dapat menjadi pemicu korupsi.
Alexander Marwata melanjutkan, sudah bukan menjadi rahasia lagi jika setiap penyelenggaraan Pemilu baik tingkat nasional maupun tingkat daerah masih dikotori dengan politik uang. Apabila masyarakat menerima politik uang, maka perilaku tersebut dapat memberatkan para kepala daerah serta wakil rakyat.
Dihimpun dari data KPK, biaya politik calon bupati/wali kota rata-rata Rp30 miliar, sementara gaji bupati/wali kota terpilih selama 5 tahun di bawah biaya politik. Begitu pula dengan biaya politik menjadi gubernur bisa mencapai Rp100 miliar, sedangkan untuk pemilihan presiden, biayanya tidak terhingga atau unlimited.
Memang tidak semua politisi melakukan politik uang dan kecurangan lainnya. Bisa jadi mereka mendapatkan sponsor atau memiliki harta pribadi yang banyak. Namun ketika ada oknum caleg yang melakukan praktik money politic maka ia rela berhutang banyak agar ia bisa terpilih jadi anggota legislatif.
Ongkos politik/demokrasi yang tergolong sangat mahal dapat memicu kepala daerah/wakil rakyat melakukan tindak pidana korupsi. Salah satu pos ongkos politik adalah untuk melakukan penyogokan atau politik uang.
Oleh karena itu KPK mendorong nanti tahun depan ketika Pemilu masyarakat jangan melakukan perbuatan untuk menerima sesuatu dari calon. Saat politisi tersebut korupsi untuk mengganti ongkos politik yang mahal maka praktik korupsi di Indonesia akan makin menggila.
Politik uang wajib dicegah karena akan menghancurkan azas Pemilu yakni jujur dan adil, saat ada penyuapan kepada calon pemilih maka mereka otomatis tidak jujur, karena memilih caleg dan capres yang tidak sesuai dengan hati nuraninya. Kemudian, tidak ada keadilan karena Pemilu dirusak oleh kecurangan dan penyogokan oleh oknum tim sukses caleg.
Sementara itu, sekelompok pemuda yang masuk menamakan dirinya Centenial Z mendeklarasikan penolakan terhadap politik uang pada Pemilu 2024. Chairman Centenial Z Dinno Ardiansyah meminta semua pihak yang bertarung harus menggunakan pendekatan rasional untuk merebut suara Gen Z (generasi muda).
Dinno melanjutkan, suara Gen Z tidak bisa dibeli. Oleh sebab itu, siapa pun kontestan Pemilu nanti, harus menggunakan pendekatan politik rasional. Dalam artian, para oknum tim sukses caleg jangan melakukan politik uang karena saat ini para pemuda sudah cerdas secara politik. Mereka tidak mau menerima uang atau barang karena paham bahwa politik uang adalah hal yang terlarang.
Generasi muda sudah tahu bahwa tindakan menerima suap sama saja dengan praktik politik uang. Mereka juga paham bahwa money politic dapat menyebabkan pelakunya masuk penjara karena ada Undang-Undangnya.
Dalam UU Pemilu (UU Nomor 7 Tahun 2017) disebutkan apabila terbukti pelaksana dan tim kampanye pemilu menjanjikan atau memberikan uang atau materi lain sebagai imbalan, maka mereka dapat dikenai sanksi. Di antaranya, dapat dipidana paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp24 juta.
Sanksinya akan berbeda apabila politik uang dilakukan ketika masa tenang, bisa dipenjara paling lama empat tahun dan denda paling banyak Rp48 juta. Sementara apabila politik uang dilakukan pada hari pemungutan suara bisa dikenai denda paling lama tiga tahun dan denda Rp36 juta. Adapun Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) sebagai pihak yang berwenang memeriksa, mengkaji, memutus pelanggaran politik uang ini.
Masyarakat dihimbau untuk menghindari politik uang karena bisa memicu tindak pidana korupsi di Indonesia. Saat oknum caleg melakukan money politic lalu ia terpilih jadi anggota legislatif, ia berpotensi korupsi untuk mengganti ongkos politiknya. Kemudian, politik uang berbahaya karena bisa merusak azas Pemilu yakni jujur dan adil. Jangan lagi ada praktik politik uang karena baik pelaku maupun penerimanya bisa dipidana.
)* Kontributor Media Inti Nesia