Oleh : Alvaro Hukubun )*
Selama ini pemerintah terus membangun Papua agar wilayah tersebut makin maju, dan tidak ada ketimpangan dengan daerah lain di Indonesia bagian barat. Akan tetapi ada salah satu halangan dalam pembangunan yakni keberadaan Kelompok separatis dan teroris (KST). Teror KST makin menjadi-jadi dan mereka menjadi sumber konflik di masyarakat, oleh karena itu harus diberantas.
Eksistensi KST merupakan musuh bersama karena sudah terlalu sering menyakiti masyarakat Papua. Mereka membuat warga sipil sengsara karena menyerang dengan membabi-buta. Tak hanya masyarakat biasa, tetapi aparat juga ditembak. KST wajib diberantas karena juga menghambat pembangunan di Bumi Cendrawasih.
Pemberantasan KST terus dilakukan untuk mengamankan masyarakat. Keselamatan warga diutamakan karena mereka terbukti berkali-kali melakukan penyerangan. Kapolda Papua Irjen Mathius Fakhiri menyatakan bahwa Januari – Juni 2023, sebanyak 17 orang, tewas akibat serangan KST. Rinciannya 10 warga sipil, 6 personel TNI, dan 1 personel Polri. Adapun korban luka sejumlah 26 warga yang terdiri dari 19 warga sipil, 5 personel TNI, dan 2 personel Polri.
Irjen Mathius melanjutkan, gangguan keamanan oleh KST masih menjadi PR bagi Polda Papua. Banyaknya korban KST membuat Polda Papua harus gerak cepat memaksimalkan upaya penegakan hukum guna mengatasi gangguan keamanan tersebut.
Kekerasan yang dilakukan oleh KST dikecam oleh masyarakat. Hal ini dinilai sebagai kejahatan kemanusiaan yang tidak bisa dibenarkan atas nama apa pun. Terlebih, yang menjadi objek pembantaian kebanyakan adalah warga sipil, yang dalam hukum perang (law humaniter) sekali pun, terlarang diserang dan diperangi.
Kemudian, KST juga menghambat kemajuan pembangunan di Papua. Mereka menyabotase pembangunan infrastruktur di Papua, salah satunya dengan meneror pekerja yang sedang menggarap proyek Jalan Trans Papua.
Akhirnya agar proyek cepat selesai, para pekerja dikawal oleh aparat keamanan. Jalan ini memang belum sepenuhnya selesai dan serangan KST menghambat pembangunan infrastruktur penting di Papua.
Padahal Jalan Trans Papua sangat penting bagi mobilitas rakyat Papua, dan harus diselesaikan sampai 100% jadi. Jika ada serangan KST maka pembangunan akan tidak sesuai jadwal dan merugikan, dan dana yang dibutuhkan akan lebih besar lagi. Baik pemerintah maupun rakyat Papua akan sama-sama dirugikan oleh KST.
Sementara itu, Kepala Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah menilai rentetan aksi teror oleh kelompok kriminal bersenjata akan terus menghambat pembangunan kesejahteraan masyarakat di Papua. Padahal warga perlu melihat bagaimana masa depan pembangunan Papua seperti apa ke depannya.
Syauqillah melanjutkan, kondisi tersebut kian menambah urgensi penanganan masalah KST, terutama di tengah gencarnya pembangunan infrastruktur oleh pemerintah demi kesejahteraan Papua. Aksi teror yang dilancarkan oleh KST tidak sejalan dengan kerangka pembangunan Papua yang sejatinya diperuntukkan masyarakat Papua itu sendiri.
Artinya, ketika pembangunan macet, secara jangka panjang akan berdampak pada kesejahteraan masyarakat Papua. Misalkan, akses jalan dari satu wilayah ke wilayah yang lain. Setidaknya masyarakat Papua itu, dengan aksi kekerasan yang terjadi di Papua, yang terkena dampak tentunya adalah masyarakat Papua. Rakyat Papua atau siapapun yang ada di Papua itu akan terkena dampak negatifnya.
Sementara itu, sedang diusut dugaan dana Otsus yang dikorupsi oleh mantan Gubernur Papua Lukas Enembe. Kasus Lukas masih dalam proses penyidikan dan belum selesai. Nominal dana Otsus yang dikorupsi juga masih diusut.
Menko Polhukam Mahfud MD menyatakan bahwa dana Otsus yang diberikan oleh pemerintah ada lebih dari Rp1.000 Triliun (sejak tahun 2002), tetapi yang disalurkan untuk pemberdayaan masyarakat dan pembangunan Papua hanya setengahnya.
Diduga sebagian dana Otsus selain dinikmati oleh Lukas Enembe (untuk keperluan pribadi) juga disalurkan untuk mendukung KST. Kelompok separatis tersebut memanfaatkan aliran dana untuk logistik dan membeli senjata api.
Sementara Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin menyatakan bahwa kebocoran dana Otsus Papua yang dinikmati oleh KST ini harus dinilai sebagai modus penyalahgunaan anggaran yang justru dinikmati oleh kelompok kriminal yang meresahkan masyarakat dan pemerintah. Ia juga mendukung agar ada pengusutan kasus korupsi dana Otsus.
Kasus penyalahgunaan dana Otsus yang dialirkan ke KST masih terus diusut dan dikumpulkan bukti serta saksinya. Pemerintah tidak tinggal diam, tetapi bekerja sama dengan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), Polri, dan pihak-pihak lain untuk mengetahui berapa nominal dana yang dikorupsi. Rekening-rekeningnya juga wajib diblokir agar tidak disalahgunakan untuk mendukung kegiatan KST.
KST menjadi sumber konflik di masyarakat dan serangan mereka mengakibatkan banyak korban, baik dari sipil maupun aparat keamanan. Mereka menghambat pembangunan Papua karena menyerang ke proyek infrastruktur, padahal sangat berguna bagi masyarakat. Oleh karena itu rakyat Papua mendukung pemberantasan KST, juga meminta agar kasus korupsi dana Otsus yang aliran uangnya sebagian untuk KST diselesaikan.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua Tinggal di Jakarta