Oleh : Timotius Gobay )*
Kelompok Separatis Teroris (KST) Papua, merupakan sekumpulan orang yang tidak senang akan adanya kemajuan dan pembangunan di Papua. KST telah banyak menorehkan jejak kekacauan hingga membuat masyarakat di Papua merasa tidak aman. Penolakan dari masyarakat pun muncul karena apa yang dilakukan oleh KST justru merusak kedamaian di Bumi Cenderawasih.
Papua telah menjadi wilayah yang kerap menjadi fokus pemerintah dalam upaya pemerataan pembangunan. Namun pembangunan yang diupayakan tersebut justru kerap mendapatkan gangguan atau teror dari KST. Akibatnya, masyarakat Papua juga turut memberikan penolakan karena apa yang dilakukan oleh KST dinilai kontraproduktif.
Penolakan terhadap KST sempat terjadi seperti aksi pawai merah putih cinta tanah air dan pernyataan sikap dari masyarakat yang menolak KST di Kampung Atapo, Distrik Mimika, Kabupaten Mimika dengan Tema “Satu Dayung Untuk Indonesia”. Acara tersebut dipimpin oleh Komandan Kodim 1710/Mimika Letkol Inf Dedy Dwi Cahyadi.
Kegiatan aksi pawai merah putih cinta tanah air dan pernyataan sikap menolak KST tersebut diikuti oleh para tokoh, aparat kampung dan masyarakat dari 7 kampung dari distrik Mimika Barat yang berjumlah kurang lebih 400 orang. Dalam kegiatan tersebut Letkol Dedy mengajak masyarakat untuk terus bergandengan tangan dan bersatu padu untuk selalu menjaga keutuhan NKRI.
Peserta yang mengikuti pawai menggunakan perahu dan memakai sejumlah atribut berciri khas merah putih dengan titik start di Sungai Kokonao dan finish di Dermaga Kampung Atapo. Masyarakat tampak sangat antusias dalam mengikuti kegiatan tersebut.
Kegiatan tersebut ditutup dengan pernyataan sikap dari perwakilan masyarakat yang menolak KST di wilayah Kabupaten Mimika yang diwakili oleh Germanus Weyaru, selaku Kepala Suku Besar Mimika di Kokonao. Germanus mengaku bahwa ini merupakan acara yang ditunggu, di mana sejak awal bendera naik tahun 1945, para pendahulu tidak pernah berpikir untuk mengubah haluan negara, sehingga pihaknya sebagai penerus berdiri tegak sebagai warga NKRI. Pihaknya juga menolak aksi separatis di Kabupaten Mimika serta mendukung penuh program pembangunan serta keamanan di Kabupaten Mimika.
Sebelumnya KST sempat mengklaim bahwa gerakannya mendapatkan dukungan dari masyarakat Papua. Namun hal tersebut dibantah oleh Pendeta Jupinus Wama. Menurut Jupinus, salah besar apabila KST dicintai rakyat Papua, justru KST ditolak masyarakat. Karena KST kerap melakukan hal yang tidak berperikemanusiaan seperti membakar fasilitas umum dan memperkosa gadis-gadis Papua.
KST juga tidak mendapatkan simpati dari masyarakat, karena mereka pernah memaksa warga untuk mengibarkan bendera Bintang Kejora pada tanggal 1 Desember yang bertepatan dengan hari ulang tahun OPM. Masyarakat Papua menolak ajakan tersebut karena masih setia dengan NKRI.
Penolakan dari masyarakat terhadap KST bukanlah penolakan tanpa alasan, karena yang KST serang bukan hanya aparat dan pendatang, tetapi juga orang asli Papua. KST menuduh masyarakat sebagai mata-mata aparat sehingga perlu dibunuh, kenyataannya yang mereka bunuh adalah masyarakat sipil biasa yang tidak memiliki keterkaitan dengan aparat keamanan.
KST telah secara nyata menggerogoti keamanan dan kedamaian di Papua, rentetan peristiwa teror seperti pembakaran fasilitas publik dan penembakan telah membuat masyarakat Papua tidak menaruh simpati terhadap apa yang dilakukan oleh KST. Wajar apabila masyarakat Papua akan mendukung upaya aparat keamanan untuk menangkap anggota KST. Hal ini dikarenakan masyarakat sudah geram dengan beragam ulah dari KST.
KST memang tidak henti-hentinya menyuarakan narasi untuk memisahkan diri dari NKRI, kelompok tersebut juga menghalalkan segala cara seperti membuat kerusuhan, membakar fasilitas umum hingga melakukan penyerangan kepada aparat keamanan.
Masyarakat Papua sudah pasti menginginkan perdamaian di Papua tanpa adanya desing peluru dari senjata milik KST. Jangan sampai keindahan Papua justru menjadi tempat di mana nyawa manusia bisa terancam oleh peluru yang tidak semestinya melukai serta mengancam kehidupan warga yang tidak bersalah.
Narasi kemerdekaan Papua atau referendum yang digelorakan oleh KST hanyalah gertakan tanpa aksi konkrit. KST merupakan kelompok teror yang kerap menebar ancaman dengan senjata. Eksistensi KST di Papua tidak memiliki manfaat sama sekali untuk wilayah Papua.
Sebutan teroris terhadap KST sangat cocok disematkan karena memang kelompok tersebut kerap menggunakan kekerasan dalam melancarkan aksinya. Kecintaan mereka terhadap Papua patut dipertanyakan, apalagi jika kelompok tersebut secara membabi buta kerap merusak fasilitas umum. Hal inilah yang secara nyata menghambat pembangunan dan merusak kedamaian di Papua. Padahal pemerintah telah memberikan perhatian khusus terhadap masyarakat Papua dengan berbagai pembangunan infrastruktur serta pemberian dana otsus yang bisa dimanfaatkan untuk biaya pendidikan anak muda Papua yang hendak lanjut sekolah.
Sangat wajar jika masyarakat menolak atas segala eksistensi dan provokasi yang dilakukan oleh KST. Karena aksi yang mereka lakukan tidak sejalan dengan prinsip orang Papua yang setia kepada bendera merah putih dan NKRI.
)* Penulis adalah Mahasiswa Papua tinggal di Gorontalo