Oleh: Bhaila Magnanagari *)
Menutup 2025, kita menyaksikan konsolidasi kebijakan yang tidak sekadar menyusun daftar program, tetapi mulai terbaca sebagai arsitektur pembangunan yang koheren. Setahun kerja pertama pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran RakabumingRaka menegaskan tiga hal yakni fokus pada layanan dasar, penyetelan ulang mesin pertumbuhan, dan penegasan tata kelola yang memperkuat kepercayaan publik, yang tampaknya bukan euforia, melainkan ketekunan dimana target ditetapkan, kapasitas disiapkan, lalu eksekusi dipacu dengan pengawasan publik sebagai penyangga.
Pemikir bangsa sekaligus Wakil Ketua Dewan Pembina IKA ITB, R. Haidar Alwi, menilai arah baru itu tegas dan ambisius karena bertumpu pada layanan dasar. Ia menunjuk Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Cek Kesehatan Gratis (CKG) sebagai fondasi pemerataan kualitas hidup yang kini menjangkau jutaan warga setiap hari, sekaligus memperkuat jaring kesehatan di daerah terpencil. Pada waktu yang sama, ia menekankan bahwa realisasi investasi hingga Rp1.434 triliun per September 2025—tumbuh 13,7%—merupakan sinyal kepercayaan investor yang kembali pulih, sementara pertumbuhan ekonomi 5,12% dan inflasi sekitar 2,6% menunjukkan stabilitas yang terjaga. Dalam pandangannya, kenaikan produksi beras dan cadangan pangan yang menebal ikut menahan tekanan harga dan memperkuat daya beli.
Di panggung luar negeri, Haidar menggarisbawahi diplomasi yang kembali percaya diri—dari Washington hingga Beijing, dari Brasil hingga Teluk—yang tidak berhenti pada gestursimbolik. Di situ, ia melihat komitmen investasi dan perluasan kerja sama strategis menjadi keluaran nyata dari kunjungan tingkat tinggi serta pidato kepala negara di forum utama seperti Majelis Umum PBB. Efeknya ke domestik adalah ruang fiskal yang lebih lapang dan jaringan kemitraan yang menopang agenda industrialisasi, energi, dan teknologi.
Dimensi tata kelola juga mencuat. Haidar menyebut keberanian melakukan efisiensi anggaran dan penegakan hukum antikorupsi sebagai langkah fundamental: ketika dana yang rawan kebocoran dialihkan ke program pro-rakyat, manfaatnya segera terasa di meja makan, puskesmas, dan sekolah—alih-alih berhenti di meja birokrasi. Ia menekankan komitmen presiden untuk menyalurkan kembali uang negara yang berhasil diselamatkan kepada publik sebagai tolok ukur moral kebijakan; bukan semata soal angka, melainkan pesan bahwa negara berpihak pada manfaat yang terukur.
Dari indikator makro dan sentimen, gambarnya konsisten. Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut perekonomian berada pada momentum kuat: PMI manufaktur 53,3, Indeks Keyakinan Konsumen 121,2, belanja rumah tangga menguat, dan IHSG 8.617 pada awal Desember. Ia menilai target pertumbuhan APBN 2026 sebesar 5,4% adalah baseline, dengan potensi upside lebih besar—didukung pariwisata, mobilitas, stimulus belanja, serta percepatan delapan prioritas APBN 2026 (pangan, energi, MBG, pendidikan, kesehatan, UMKM, pertahanan semesta, investasi–perdagangan). Airlangga juga menandaskan mesin baru dari digitalisasi: perluasan QRIS yang telah digunakan puluhan juta konsumen dan pelaku usaha, lintasan ekosistem EV, dan persiapan arah semikonduktor.
Dunia usaha membaca partitur yang sama. Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Novyan Bakrie optimistis pertumbuhan >5,5% pada 2026, dengan 17 program dan 8 agenda prioritas yang kian operasional. Ia menyoroti quick wins seperti MBG, program pelatihan dan magang, serta inisiatif perumahan layak yang memperbaiki sisi permintaan sekaligus menyuntik produktivitas lokal. Dorongan untuk memperluas Program Magang Nasional hingga puluhan ribu peserta dipandang sebagai jembatan efektif ke pasar kerja yang kian berbasis keterampilan.
Kepercayaan publik menjadi prasyarat yang tak kalah penting. Managing Director Adidaya Institute, Ahmad Fadhli, mengungkap mayoritas responden memercayai komitmen pemerintahan saat ini terhadap integritas; masyarakat menilai arah pemberantasan praktik tidak terpuji selaras dengan harapan akan birokrasi yang bersih. Analis politik Arif Nurul Imam menambahkan bahwa persepsi atas kebebasan berpendapat tetap tinggi dan stabilitas politik terjaga—dua variabel yang, bila berjalan serempak, memberikan kepastian bagi investasi, produksi, dan konsumsi.
Pada ranah layanan dasar, Presiden menegaskan skala dan tujuan MBG sebagai misi logistik dan kemanusiaan. Ia menilai capaian jutaan porsi per hari dalam waktu singkat bukan sekadar milestone operasional, tetapi investasi jangka panjang pada kualitas manusia. Perbandingan internasional kerap diajukan hanya untuk mengukur kecepatan; esensinya tetap pada perubahan nasib anak-anak sekolah, ibu hamil, dan balita, kelompok yang bila diperkuat gizinya akan menentukan produktivitas bangsa dalam dua–tiga dekade ke depan.
Garis kebijakan 2026 menyiapkan akselerasi, fokus pada ekonomi hijau, hilirisasi industri, digitalisasi, Danantara sebagai penghela investasi, dan kendaraan listrik nasional sebagai lokomotif manufaktur ke depan, 100.000 peserta Program Magang Nasional untuk memperkuat talenta muda, sembari mendorong proyek pendidikan unggul seperti Sekolah Garuda—yang akan mulai beroperasi bertahap pada 2026 dengan jalur beasiswa ke kampus kelas dunia menegaskan bahwa layanan dasar, industrialisasi baru, dan penguatan SDM dirancang berjalan paralel.
Memasuki 2026, apresiasi pada capaian bukan alasan berpuas diri, melainkan undangan untuk menutup celah eksekusi, memastikan jangkauan MBG kian presisi, mempercepat integrasi data bantuan sosial, mengurai bottleneck perizinan dan utilitas daerah, serta memantapkan pipeline investasi agar cepat menyentuh sektor riil. Maka 2026 berpeluang menjadi tahun percepatan, karena kebijakan tidak hanya tampak di dokumen, tetapi hadir nyata di hidup sehari-hari.
*) pemerhati kebijakan publik