Oleh : Helmi Ardiansyah Sinaga )*
Bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat kembali menjadi pengingat bahwa Indonesia hidup di kawasan rawan bencana. Di tengah kerusakan fisik dan duka masyarakat, negara dituntut hadir cepat, tepat, dan bersih. Tidak hanya memastikan bantuan tersalurkan, tetapi juga menjamin bahwa setiap rupiah anggaran publik digunakan sepenuhnya untuk pemulihan rakyat. Dalam konteks inilah ketegasan Presiden Prabowo Subianto menjadi pesan penting bagi seluruh pemangku kepentingan pemerintah, khususnya terkait potensi penyimpangan anggaran penanganan bencana.
Saat memimpin rapat terbatas di Pos Pendamping Nasional Penanganan Bencana Alam Aceh di Pangkalan TNI AU Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar, Presiden Prabowo menegaskan bahwa tidak boleh ada celah sedikit pun bagi penyelewengan dana bencana. Presiden mengingatkan para menteri hingga kepala daerah agar mengawasi jajaran masing-masing secara ketat, khususnya pada proyek-proyek yang berada dalam tanggung jawab mereka. Peringatan tersebut bukan tanpa sebab. Bencana berskala besar selalu membuka peluang munculnya oknum yang mencoba memanfaatkan situasi darurat untuk memperkaya diri.
Presiden Prabowo menekankan bahwa setiap elemen pemerintah harus mengerahkan seluruh kemampuan, termasuk memastikan penggunaan anggaran benar-benar akuntabel. Menurutnya, bencana di Sumatera menjadi bukti bahwa negara harus mengelola kekayaan dengan penuh tanggung jawab, karena saat-saat kritis ini menuntut efisiensi dan ketepatan penggunaan anggaran. Dalam pernyataannya, Presiden menegaskan bahwa setiap rupiah sangat dibutuhkan untuk menghadapi kesulitan rakyat, sehingga tindakan koruptif tidak bisa ditoleransi dalam bentuk apa pun.
Kepekaan Presiden terhadap persoalan integritas anggaran ini menunjukkan arah kebijakan yang jelas: penanganan bencana harus dilakukan dengan standar tata kelola yang kuat, transparan, dan berorientasi pada kepentingan publik. Pernyataan keras Presiden yang menolak adanya pihak-pihak yang mencoba mencari keuntungan di tengah penderitaan rakyat menjadi cerminan sikap politik yang tegas terhadap perbuatan korupsi. Presiden bahkan meminta Kepolisian hingga pemerintah daerah untuk melakukan pemeriksaan, mencatat potensi pelanggaran, dan memberikan sanksi tegas kepada siapa pun yang terbukti “nakal”, termasuk mereka yang berupaya melipatgandakan harga atau memainkan anggaran bantuan.
Langkah tersebut sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang bukan hanya ingin melihat kehadiran negara, tetapi juga ingin memastikan bahwa proses penanganan bencana berjalan bersih dan bebas praktik tidak terpuji. Di banyak pengalaman sebelumnya, bencana sering meninggalkan catatan penyimpangan anggaran, mulai dari distribusi logistik hingga proyek infrastruktur pemulihan. Oleh sebab itu, komitmen Presiden Prabowo memutus rantai penyimpangan patut diapresiasi sebagai bagian dari penguatan tata kelola nasional.
Dalam kunjungannya ke berbagai lokasi terdampak di Aceh, Presiden Prabowo melihat secara langsung kerusakan yang terjadi. Laporan yang diterimanya menunjukkan banyak ar