ayo buat website

Menolak Provokasi 1 Desember, Jaga Papua Tetap Damai

Suara Papua - Thursday, 27 November 2025 - 16:41 WITA
Menolak Provokasi 1 Desember, Jaga Papua Tetap Damai
 (Suara Papua)
Penulis
|
Editor

Oleh: Ruben Wanimbo*

Menjelang 1 Desember, sejumlah daerah di Papua kembali memasuki fasekewaspadaan. Tanggal ini kerap dikaitkan oleh sebagian kelompok dengan narasikemerdekaan Papua, khususnya oleh Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan jaringansimpatisannya. Padahal, bagi negara dan mayoritas masyarakat Papua, tanggal tersebuttidak memiliki dasar hukum sebagai hari kemerdekaan. Justru, momentum ini berulangkali dimanfaatkan kelompok tertentu untuk memprovokasi masyarakat dan menciptakankegaduhan sosial. Oleh karena itu, penolakan terhadap provokasi 1 Desember perludipahami sebagai upaya menjaga keamanan bersama, bukan sebagai pembatasanruang demokrasi.

Komandan Kodim 1710/Mimika, Letkol Inf M. Slamet Wijaya, menegaskan bahwa situasikeamanan di beberapa distrik pedalaman seperti Jila, Alama, Hoeya, dan Tembagapuramasih berada dalam kategori rawan terkendali. Meski Kota Timika relatif aman, wilayah pegunungan yang berbatasan dengan area konflik tertentu tetap menjadi perhatianserius aparat. Kewaspadaan ini bukan tanpa alasan, sebab pengalaman tahun-tahunsebelumnya menunjukkan bahwa momentum 1 Desember sering dijadikan ajang unjukprovokasi oleh kelompok separatis bersenjata.

Pernyataan Letkol Slamet menunjukkan bahwa aparat tidak sedang membatasi warga, tetapi memastikan masyarakat bisa melaksanakan aktivitas seperti biasa tanpa rasa takut. Ia menekankan bahwa kehadiran TNI di wilayah-wilayah rawan bersifat protektif, bukan represif, serta bertujuan mencegah gangguan keamanan pasca berbagai operasipenindakan terhadap kelompok separatis. Pemerintah daerah, TNI, Polri, dan institusiterkait lainnya telah meningkatkan koordinasi agar seluruh wilayah Mimika tetap amandan terkendali menuju pergantian tahun yang biasanya diwarnai padatnya kegiatanmasyarakat.

Di wilayah Papua Pegunungan, pengamanan 1 Desember dilakukan dengan pendekatanberbeda. Wakapolres Jayawijaya, Kompol F.D. Tamaela, menyampaikan bahwa strategi pengamanan mengedepankan pendekatan humanis dan persuasif. Aparat tidak hanyamengandalkan kekuatan fisik, tetapi melakukan komunikasi aktif dengan tokohmasyarakat, pelajar, mahasiswa, hingga kelompok sosial agar situasi keamanan menjaditanggung jawab bersama. Pendekatan ini sangat relevan mengingat Desember adalahbulan yang sarat kegiatan budaya, keagamaan, serta perayaan Hari Jadi Kota Wamena.

Melalui apel gabungan dan Show of Force, aparat berupaya memberikan rasa amansekaligus memastikan masyarakat mengetahui bahwa negara hadir untuk menjagastabilitas. Kompol Tamaela mengajak seluruh warga untuk terlibat aktif dalam menjagakeamanan, terutama dalam mencegah potensi konflik yang muncul dari provokasikelompok separatis.

Sementara itu di Papua Barat Daya, Polresta Sorong juga memperlihatkan peningkatanpengamanan menjelang 1 Desember. Kompol H. Andi Muhammad Nurul Yaqin menjelaskan bahwa patroli rutin digelar secara intensif pada siang dan malam hariuntuk mengantisipasi potensi gangguan di wilayah yang dianggap sensitif. Berdasarkanlaporan intelijen, situasi Sorong masih aman dan kondusif, namun kewaspadaan tetapditingkatkan agar aktivitas masyarakat tidak terganggu oleh aksi provokatif.

Peningkatan pengamanan ini menjadi penting karena tanggal 1 Desember kerapdijadikan momentum oleh kelompok tertentu untuk mengklaim sebagai harikemerdekaan Papua. Padahal, narasi yang digaungkan tidak memiliki dasarkonstitusional dan justru memicu keresahan masyarakat. Upaya preventif melalui patroligabungan dan koordinasi dengan berbagai instansi menunjukkan komitmen aparatuntuk menjaga stabilitas sosial tanpa harus mengganggu ruang publik masyarakat yang lebih luas.

Penolakan terhadap provokasi 1 Desember tidak hanya datang dari aparat keamanan, tetapi juga dari elemen masyarakat sipil. Aliansi Merah Putih (AMP) Bergerak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, misalnya, menyuarakan penolakan terhadap aktivitaskelompok-kelompok yang dianggap memiliki afiliasi dengan gerakan separatis sepertiAMP dan KNPB. Mereka menilai bahwa narasi yang dibawa kelompok tersebut dapatmemengaruhi mahasiswa Papua dan menciptakan keresahan di daerah domisili mereka, terutama melalui aksi turun ke jalan yang dianggap dapat memicu potensi bentrokan.

Pernyataan kelompok masyarakat ini menunjukkan adanya kesadaran kolektif bahwa isuPapua tidak hanya berdampak di wilayah timur Indonesia. Di sejumlah kota besar, aktivitas kelompok tertentu kerap menimbulkan ketegangan sosial dan disalahgunakansebagai alat propaganda untuk membenarkan agenda separatis. Aliansi masyarakat di luar Papua pun menekankan bahwa penolakan terhadap aksi provokatif merupakanbentuk loyalitas terhadap NKRI serta upaya menjaga stabilitas sosial bagi seluruhwarga.

Narasi untuk menolak provokasi 1 Desember bukanlah upaya membungkam aspirasi, melainkan menolak eksploitasi isu Papua oleh kelompok separatis yang seringmemanipulasi sentimen masyarakat. Penting dipahami bahwa stabilitas Papua bukanhanya tanggung jawab aparat atau tokoh adat semata, tetapi juga seluruh wargabangsa. Papua memiliki peran strategis dalam bingkai NKRI, dan upaya menjagakeamanan merupakan langkah penting agar pembangunan di wilayah ini dapat terusberlanjut tanpa gangguan.

Pada akhirnya, momentum 1 Desember seharusnya tidak dilihat sebagai pemicuperpecahan, tetapi sebagai pengingat bahwa masyarakat Papua berhak hidup damaitanpa adanya provokasi separatis. Negara dan aparat keamanan menunjukkankomitmen untuk menjaga situasi tetap kondusif, sementara masyarakat di Papua dan berbagai daerah lain turut mengambil bagian dalam menjaga persatuan. Dengandemikian, setiap provokasi yang mencoba mengganggu ketertiban umum patut ditolakdemi masa depan Papua yang lebih baik, aman, dan sejahtera dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.

*Penulis merupakan Jurnalis Independen Papua

Close Ads X
ayo buat website