Oleh: Yussita Aprilia )*
Pemerintah terus memperkuat langkah pemberantasan judi daring yang semakinmeresahkan masyarakat. Upaya ini tidak hanya difokuskan pada pemblokiran situs danpenindakan pelaku, tetapi juga pada peningkatan literasi digital sebagai langkahpreventif jangka panjang. Pendekatan tersebut menjadi strategi komprehensif yang menyeimbangkan aspek penegakan hukum dengan pemberdayaan masyarakat agar lebih cerdas dan waspada terhadap bahaya perjudian daring.
Asisten Deputi Koordinasi Pelindungan Data dan Transaksi Elektronik KemenkoPolkam, Syaiful Garyadi, menilai pentingnya memperkuat edukasi publik di tengahgempuran teknologi digital yang kian cepat. Menurutnya, daerah perbatasan sepertiKepulauan Riau menjadi contoh nyata bagaimana kemajuan digitalisasi bisadisalahgunakan oleh jaringan lintas negara untuk menyebarkan aktivitas judi daring. Posisi geografis yang berdekatan dengan Singapura dan Malaysia membuat wilayahtersebut rawan dijadikan pintu masuk oleh sindikat internasional.
Data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memperlihatkantingginya tingkat keterlibatan masyarakat dalam aktivitas tersebut. Dari 2,18 jutapenduduk Kepri, lebih dari 66 ribu orang diduga terlibat dalam perjudian daring.
Lebih memprihatinkan lagi, ribuan penerima bantuan sosial juga tercatat ikut bermain, dengan total nilai transaksi mencapai miliaran rupiah. Fakta ini menegaskan bahwamasalah judi daring tidak hanya bersifat hukum dan moral, tetapi juga berdampaksosial-ekonomi yang nyata terhadap kesejahteraan masyarakat.
Syaiful menekankan bahwa rendahnya literasi digital masyarakat turut memperburuksituasi. Banyak warga yang belum memahami risiko penggunaan aplikasi tidak resmi, atau cara melindungi data pribadi dari potensi penyalahgunaan. Hal tersebutdimanfaatkan para pelaku untuk memancing korban melalui iklan-iklan yang menyesatkan.
Oleh karena itu, pemerintah melalui Desk Pemberantasan Judi Daring yang dikoordinasikan Kemenko Polkam terus memperkuat sinergi lintas lembaga, mulai dariKominfo, Polri, PPATK, Kemensos, hingga pemerintah daerah.
Sinergi tersebut diarahkan pada penyelarasan kebijakan perlindungan data, penguatanregulasi berbasis Undang-Undang ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi, sertapengarusutamaan literasi digital di semua lini pendidikan dan masyarakat umum. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam tidak hanya menindak, tetapijuga membangun kesadaran kolektif agar masyarakat tidak mudah terjerat praktikperjudian daring.
Upaya penguatan literasi digital juga sejalan dengan inisiatif PPATK melalui program “Operasi Lebah Madu.” Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK, Danang Tri Hartono, menjelaskan bahwa operasi ini didesain untuk memperkuat kolaborasi berbasis data antara lembaga-lembaga negara dalam mencegah tindak pidana keuangan, termasukjudi daring. Dengan basis data yang kuat, setiap indikasi transaksi mencurigakan dapatsegera ditindaklanjuti secara transparan dan terukur.
Hasil analisis PPATK menunjukkan bahwa dalam delapan tahun terakhir, perputarandana judi daring di Indonesia mencapai hampir Rp 1.000 triliun, dengan lebih dari 700 juta transaksi. Jumlah pemain meningkat hampir tiga kali lipat hanya dalam dua tahunterakhir. Bahkan, sebagian di antaranya berasal dari kalangan aparatur sipil negara. Kondisi ini memperlihatkan betapa seriusnya ancaman sosial dan ekonomi yang ditimbulkan oleh perjudian daring terhadap stabilitas nasional.
Melalui Operasi Lebah Madu, PPATK tidak hanya menindak pelaku, tetapi jugamendorong pemanfaatan data intelijen keuangan sebagai dasar kebijakan pencegahan. Langkah ini juga diharapkan dapat membantu optimalisasi penerimaan pajak negaradan memperkuat tata kelola keuangan yang bersih.
Dengan kolaborasi bersama Kemenko Polkam, Kominfo, dan aparat penegak hukum, pemerintah ingin memastikan bahwa upaya pemberantasan tidak berhenti di tataranreaktif, melainkan juga membangun sistem proteksi digital yang berkelanjutan.
Dari sisi pendidikan, Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji, menilai bahwa literasi digital dan keuangan harus menjadi bagianintegral dalam kurikulum sekolah. Ia memandang pentingnya penguatan pendidikandigital sejak dini agar generasi muda mampu mengenali bahaya judi daring danpinjaman online yang sering kali saling terkait.
Menurut Ubaid, anak-anak harus dibekali kemampuan memahami bagaimana algoritmamedia digital bekerja, sehingga mereka tidak mudah tergoda oleh iklan yang mengarahke situs berisiko tinggi.
Ubaid juga menekankan pentingnya kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan aparatpenegak hukum. Pengawasan terhadap penggunaan gawai anak harus dilakukansecara konsisten, sementara pemerintah perlu memastikan tidak ada lagi situs judidaring yang lolos dari pengawasan. Pendekatan ini bukan semata tugas pendidikanformal, tetapi tanggung jawab sosial bersama untuk menciptakan lingkungan digital yang aman.
Pemerintah sendiri telah menegaskan komitmennya untuk menekan peredaran judidaring hingga ke akar. Langkah-langkah seperti pembentukan Desk PemberantasanJudi Daring, penguatan operasi berbasis data oleh PPATK, serta perluasan program literasi digital merupakan bentuk kerja terarah dan sistematis.
Sinergi lintas sektor ini mencerminkan keseriusan pemerintah dalam menghadapiancaman digital yang kian kompleks, sekaligus memastikan bahwa transformasiteknologi di Indonesia berjalan dalam koridor etika dan hukum yang sehat.
Dengan memperkuat literasi digital, pemerintah berharap masyarakat tidak hanyamenjadi pengguna teknologi, tetapi juga warga digital yang cerdas, kritis, danbertanggung jawab. Melalui kolaborasi antar-lembaga, partisipasi masyarakat, danedukasi berkelanjutan, Indonesia optimistis dapat menekan laju perjudian daring, melindungi generasi muda, serta menjaga stabilitas sosial ekonomi nasional.
)* Analisis Kebijakan Publik