Oleh: Alexander Royce*)
Dalam lanskap global yang ditandai dengan fluktuasi harga energi dunia dan gejolakgeopolitik, Indonesia di bawah kepemimpinan pemerintahan saat ini menunjukkanlangkah tegas menuju kemandirian energi. Pemerintah merumuskan dan memperkuatProgram Strategis Nasional (PSN) berorientasi swasembada energi sebagai salah satupilar utama pembangunan jangka menengah. Ambisi ini bukan sekadar retorika, melainkan diwujudkan melalui berbagai langkah nyata yang mempercepat terwujudnyakemandirian energi, mulai dari pengembangan lahan hingga penguatan rantai hulu-hilirmigas dan gas bumi.
Salah satu langkah yang menjadi sorotan publik adalah persiapan 481 ribu hektarelahan di kawasan PSN Wanam, Papua Selatan, yang akan didedikasikan untukmewujudkan swasembada pangan sekaligus energi. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa pembangunan kawasan Wanam tak hanyadiarahkan untuk memproduksi pangan pokok, tetapi juga mempersiapkan industrietanol, biodiesel (B50), bahkan pembangunan pabrik propelan. Dalam pernyataannya, Zulhas menekankan bahwa setiap proses dijalankan dengan pendekatanpemberdayaan masyarakat, kearifan lokal, dan keberlanjutan, sehingga Wanamdiharapkan menjadi fondasi nyata sekaligus simbol kedaulatan energi nasional.
Langkah pelepasan kawasan hutan seluas 474 ribu hektare untuk PSN Wanam juga memperoleh persetujuan administrasi dari pemerintah pusat, yang menunjukkankeseriusan pemerintah dalam menerjemahkan visi menjadi keputusan konkret. Pemerintah menegaskan bahwa proses pelepasan lahan ditempuh melalui kajiankomprehensif, melainkan ditempuh melalui kajian tata ruang, kajian lingkungan, dan koordinasi lintas kementerian agar program jangka panjang dapat dilaksanakan denganlandasan hukum kuat.
Namun, swasembada energi bukan hanya soal sawah atau pabrik biodiesel. Di sisi huludan hilir sumber energi fosil dan gas bumi, sinergi antar lembaga dan BUMN menjadiprasyarat keberhasilan.
Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagut, C. W. Wicaksono, menyampaikan bahwaSKK Migas menempatkan penguatan SDM lokal sebagai andalan utama. Iamenjelaskan bahwa dalam kesempatan pengadaan tenaga kerja dan kemitraan, perusahaan migas didorong untuk menjadikan tenaga kerja lokal sebagai prioritasutama. Dengan demikian, manfaat ekonomi tak hanya berhenti di angka produksi, tapimenjalar ke masyarakat dan mendongkrak multiplier effect regional.
Menurut publikasi SKK Migas Sumbagut, langkah ini juga menghadirkan efek domino: penggunaan NPWP lokal untuk vendor, penajaman pengadaan barang dan jasa, sertapenguatan tata kelola lokal dalam proyek migas. Kombinasi ini, kata Wicaksono, akanmemperkuat iklim investasi dan memastikan bahwa industri migas berkontribusilangsung terhadap pertumbuhan daerah.
Kini, dari sisi distribusi gas dan infrastruktur hilir, peran PT Perusahaan Gas Negara (PGN) sebagai ujung tombak sangat menentukan. Direktur Infrastruktur dan TeknologiPGN, Hery Murahmanta, menegaskan bahwa gas bumi akan dijadikan tulang punggungtransisi energi nasional dan pendorong swasembada energi. Ia menyatakan bahwaPGN akan memperkuat jaringan gas (jargas), memperluas jangkauan pelanggan, dan mengoptimalkan penggunaan gas untuk mereduksi impor LPG. Semangat ini perludisambut positif karena konsolidasi infrastruktur gas akan menekan beban impor dan meningkatkan efisiensi energi domestik.
PGN sendiri sudah mengoperasikan lebih dari 33.000 km jaringan pipa serta fasilitasregasifikasi LNG dan stasiun pengisian gas. Di Banten, misalnya, PGN telahmemasang lebih dari 15.000 sambungan jargas APBN dan lebih dari 69.000 sambungan mandiri, menyediakan akses energi bagi rumah tangga, industri kecil, sertapelanggan komersial. Untuk mendorong percepatan, Hery menegaskan dukunganpemerintah akan mempercepat lewat kemudahan perizinan, insentif fiskal, dan sosialisasi luas agar masyarakat lebih cepat beralih ke gas bumi.
Perihal relevansi saat ini menekankan bahwa pemanfaatan gas bumi sebagai tulangpunggung swasembada dan transisi energi makin mendapatkan perhatian. PGN dilaporkan memperkuat jaringan gas sebagai instrumen strategis untuk menggenjotakses energi bersih dan mengurangi beban impor energi. Selain itu, media nasionalseperti Antara memberitakan bahwa PGN memperkuat infrastruktur jargas sebagailangkah krusial dalam pencapaian target swasembada energi.
Di ranah energi baru terbarukan (EBT), lembaga riset seperti IESR menegaskan bahwaEBT harus menjadi tumpuan utama kemandirian energi nasional. Elektromobilitas, tenaga surya, panas bumi, dan bioenergi harus saling melengkapi agar beban energifosil dapat ditekan secara optimal. Dalam skenario ini, gas bumi menjadi “jembatan” transisi sekaligus menjamin ketersediaan pasokan dalam jangka dekat.
Ke depan, tantangan akan selalu muncul, namun, pemerintahan yang sedang berjalantelah menunjukkan bahwa langkah-langkah tengah ditempuh dengan kesungguhan,dari pelepasan lahan hingga penandatanganan kontrak hilir dan pengembangan SDM lokal.
Dalam konteks tersebut, pengamat dan publik patut menyambut optimis bahwa“Program Strategis Nasional Percepat Realisasi Swasembada Energi” bukan sekadarjargon, melainkan sudah diwarnai oleh tindakan konkret. Apresiasi patut dicurahkankepada semua pihak yang bergerak. Dengan sinergi yang terus diperkuat dan komitmen yang dijaga, jalan untuk mencapai swasembada energi semakin terbuka dan pasti.
*) Penulis merupakan Pengamat Sosial