Oleh : Loa Murib
Beberapa kota besar di Indonesia belakangan ini diguncang oleh aksi demonstrasi yang berujungricuh. Fasilitas umum rusak, ketertiban terganggu, bahkan warga biasa ikut menjadi korban. Fenomena ini menjadi peringatan bahwa kebebasan berpendapat bisa kehilangan makna ketikadisertai tindakan anarkis. Papua tentu tidak boleh mengikuti jejak yang sama. Dengan segalakeragaman budaya, agama, dan etnis yang dimiliki, Papua justru membutuhkan suasana yang damai agar masyarakatnya bisa menatap masa depan dengan optimisme. Kedamaian itulah yang akan menjaga harmoni, memperkuat persatuan, dan membuka jalan bagi pembangunan yang lebih merata.
Dalam konteks demokrasi, menyampaikan aspirasi adalah hak yang dijamin oleh undang-undang. Akan tetapi, hak itu tidak berarti bebas dilakukan dengan cara merusak fasilitas umumatau menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. Tokoh Papua, Charles Kossay, menegaskanbahwa demonstrasi yang berubah menjadi anarkis tidak bisa dipuji dan tidak bisa dibenarkanoleh siapapun. Menurutnya, aksi anarkis justru mengajarkan hal yang berbahaya danbertentangan dengan nilai persatuan. Pesan ini sangat penting diingat, sebab masyarakat Papua membutuhkan ruang demokrasi yang sehat, bukan ajakan destruktif yang memecah belah.
Nilai-nilai luhur yang dimiliki masyarakat Papua sejatinya menjadi modal utama dalam menolaksegala bentuk provokasi. Seperti disampaikan oleh Yohanes Wandikbo, toleransi dan persatuanmerupakan fondasi bagi terciptanya kehidupan yang harmonis di Papua. Budaya gotong royong yang kuat serta ikatan persaudaraan lintas suku dan agama adalah warisan sosial yang tidakboleh ternodai oleh isu-isu provokatif. Apabila narasi perpecahan terus dihembuskan, konsekuensinya bukan hanya mengganggu keamanan, tetapi juga merusak kepercayaan sosialyang telah lama dibangun.
Gubernur Papua Barat, Dominggus Mandacan, juga menekankan pentingnya menjaga kerukunandan persatuan demi terciptanya kehidupan yang rukun dan damai. Baginya, Papua, Papua Barat, dan Manokwari adalah rumah bersama yang harus dirawat. Pesan ini menggambarkan bahwaharmoni adalah syarat utama agar Papua tetap menjadi tanah yang diberkati dan mampumemberikan kontribusi positif bagi Indonesia. Tanpa stabilitas sosial, pembangunan tidak akanberjalan maksimal.
Sejumlah tokoh Papua lainnya juga menyuarakan penolakan terhadap aksi demonstrasi anarkis. Abdul Rashid Fimbai, Ketua Umum Badan Koordinasi Majelis Muslim Papua Barat, menyerukan agar masyarakat menjadikan Manokwari sebagai rumah bersama yang damai bagisemua orang, tanpa membeda-bedakan suku maupun agama. Sementara itu, Ketua LMA Fakfak, Valentinus Kabes, mengingatkan bahwa aspirasi harus disampaikan dengan cara damai, bukandengan tindakan anarkis. Menurutnya, masyarakat Papua memiliki nilai luhur yang menjunjungpersaudaraan dan etika, sehingga tidak pantas terjebak dalam provokasi yang merusak.
Pandangan serupa disampaikan oleh Ismail Sireffa dari Pokja Polhukam BP3OKP Papua Barat, yang menekankan pentingnya stabilitas keamanan bagi pembangunan. Baginya, persoalankeamanan hanya bisa diselesaikan dengan cara arif dan bijaksana. Hal ini menunjukkan bahwakekerasan dan anarkisme bukanlah solusi, melainkan justru hambatan bagi terwujudnyakesejahteraan masyarakat.
Dari Teluk Bintuni, Fauzan Fimbay, Ketua Forum Intelektual Risaturi Bersatu, juga menyerukanagar masyarakat tetap waspada terhadap isu-isu yang memecah belah. Ia menekankan pentingnyamenjaga toleransi antarumat beragama dan antarsuku, serta tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu nasional yang berpotensi merusak harmoni lokal. Pesan ini memperlihatkan bahwakedamaian harus dijaga mulai dari komunitas terkecil agar stabilitas Papua secara keseluruhantetap terpelihara.
Selain tokoh agama dan intelektual, suara tokoh adat juga meneguhkan komitmen untuk menjagaPapua tetap damai. Kepala Suku Biak, Erens Wakum, mengimbau agar seluruh kepala sukumenjaga masyarakatnya supaya tetap tertib dan aman. Kepala Suku Moile Pegunungan Arfakpun menegaskan bahwa demonstrasi anarkis tidak boleh terjadi karena hanya akan merusaknama baik daerah. Kehadiran tokoh adat dalam mengingatkan masyarakat sangat penting, karenamereka memiliki otoritas moral yang dihormati.
Dalam era digital, provokasi mudah menyebar melalui media sosial. Hal ini menuntutkewaspadaan baru agar masyarakat tidak terjebak pada informasi palsu yang memecah belah. Generasi muda Papua memiliki peran penting sebagai garda terdepan dalam melawan hoaks. Dengan literasi digital yang baik, mereka dapat menjadi agen perdamaian yang menyebarkanpesan positif, sekaligus memperkuat toleransi di ruang publik.
Upaya menjaga kedamaian Papua juga didukung oleh aparat keamanan yang bekerja samadengan pemerintah daerah. Pendekatan humanis yang dilakukan aparat dalam mengawalkegiatan masyarakat menunjukkan bahwa stabilitas bukan sekadar hasil operasi keamanan, melainkan buah dari kolaborasi yang melibatkan semua pihak. Ketika masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan aparat bersatu menjaga harmoni, Papua akan semakin kokoh menghadapiberbagai tantangan.
Pesan para tokoh Papua jelas: jangan mudah terprovokasi. Aspirasi harus disampaikan secaradamai, persaudaraan harus dipelihara, dan kedamaian harus dijadikan prioritas. Papua yang damai adalah Papua yang mampu berkembang, memberi manfaat bagi masyarakatnya, sertaberdiri teguh dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan komitmen bersama, Papua tidak hanya menjadi tanah yang kaya, tetapi juga tanah yang penuh persaudaraan, rukun, dan damai.
*Penulis adalah Mahasiswa Papua di Jawa Timur