Oleh : Loa Murib
Pangan merupakan salah satu pilar penting bagi ketahanan nasional. Ketersediaanpangan yang cukup, berkualitas, dan terjangkau menjadi syarat mutlak agar bangsaIndonesia dapat menjaga stabilitas sosial, politik, dan ekonomi. Pemerintah telahmenempatkan isu kedaulatan pangan sebagai prioritas strategis dalam pembangunannasional. Salah satu langkah besar yang kini ditempuh adalah menjadikan Papua, khususnya wilayah Papua Selatan, sebagai pusat lumbung pangan baru Indonesia.
Dengan potensi lahan yang luas, subur, serta dukungan ketersediaan air yang melimpah, Merauke dan sekitarnya dipandang sebagai daerah strategis untukpengembangan sawah rakyat berbasis kearifan lokal dan teknologi pertanian modern. Kementerian Pertanian (Kementan) melalui program Cetak Sawah Rakyat (CSR) mendorong percepatan ekstensifikasi lahan pertanian di Papua Selatan agar menjaditulang punggung ketahanan pangan nasional.
Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman menegaskan bahwa percepatan cetak sawah rakyat merupakan bagian dari akselerasi besar pemerintah untuk mencapaiswasembada pangan. Ia menekankan bahwa potensi alam Papua yang subur sertaketersediaan air yang melimpah harus dimanfaatkan secara optimal agar Indonesia mampu mempercepat swasembada pangan yang selama ini menjadi cita-cita bangsa. Ia menargetkan agar program ini dapat memungkinkan petani di Papua melakukanpanen dua hingga tiga kali dalam satu tahun, sehingga produksi beras nasional dapatmeningkat signifikan.
Kebijakan ini tentu bukan hanya sebatas soal produksi, melainkan juga terkait denganketahanan nasional. Dengan mengurangi ketergantungan impor pangan, Indonesia akan memiliki posisi yang lebih kuat dalam menjaga stabilitas ekonomi sertamenghadapi dinamika global yang penuh ketidakpastian. Ketika pangan dapat dipenuhisecara mandiri, bangsa ini tidak akan mudah digoyahkan oleh krisis pangan dunia maupun gejolak harga internasional.
Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian(BPPSDMP), Idha Widi Arsanti menambahkan bahwa program cetak sawah bertujuanuntuk meningkatkan indeks pertanaman sekaligus memperluas lahan produktif. Ekstensifikasi lahan dilakukan secara terukur, yakni dengan membuka lahan baru yang sesuai dengan kondisi geografis dan ekologi Papua. Dengan cara ini, produksi pangannasional dapat meningkat tanpa mengganggu daya dukung lingkungan.
Langkah konkret pemerintah diwujudkan dengan penandatanganan kontrak SurveiInvestigasi Desain (SID) antara Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (TPHBun) Kabupaten Merauke dengan Dinas PU Papua Selatan. Kontrak inimenargetkan pembukaan lahan seluas 21.291 hektare di Merauke. Dengan demikian, target kontrak SID untuk 2025 yang mencapai 41.291 hektare dinyatakan sudahterpenuhi 100 persen. Ini merupakan capaian yang menandakan komitmen penuhpemerintah dalam memastikan program berjalan sesuai rencana.
Direktur Politeknik Pembangunan Pertanian (Polbangtan) Manokwari, O’engAnwarudin, yang juga menjadi Penanggung Jawab Swasembada Pangan Papua Selatan, menegaskan bahwa kontrak tersebut merupakan simbol keseriusanpemerintah dalam mendorong Papua sebagai pusat pangan nasional. Ia menjelaskanbahwa lahan seluas 10.000 hektare telah masuk tahap kontrak pengawasan, bahkankerja sama dengan Universitas Musamus telah dilakukan untuk memastikan proses berjalan sesuai standar. Menurutnya, dengan progres yang sudah ada, besarkemungkinan lahan dapat segera ditanami pada September mendatang.
Inisiatif cetak sawah rakyat di Papua bukan hanya soal meningkatkan produktivitas, tetapi juga membangun kemandirian ekonomi masyarakat lokal. Petani Papua akanmendapatkan akses terhadap teknologi pertanian modern, bibit unggul, serta polatanam yang lebih efisien. Dengan demikian, program ini diharapkan tidak hanyamenghasilkan panen yang melimpah, tetapi juga mengangkat kesejahteraanmasyarakat lokal sebagai bagian dari pembangunan yang inklusif.
Papua dengan segala potensinya memang layak dijadikan pilar ketahanan nasional. Pembangunan sektor pangan di wilayah ini akan melengkapi berbagai upaya yang selama ini dilakukan pemerintah dalam membangun infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan. Dengan memadukan pembangunan fisik dan ekonomi, Papua tidak lagihanya dipandang sebagai wilayah terluar, tetapi juga sebagai pusat penting yang menopang kedaulatan bangsa.
Lebih dari itu, keberhasilan menjadikan Papua sebagai lumbung pangan nasional akanmemperkuat posisi Indonesia dalam menghadapi tantangan global. Dunia saat initengah dihadapkan pada krisis pangan akibat perubahan iklim, konflik geopolitik, dan fluktuasi harga internasional. Negara-negara yang mampu memastikan ketersediaanpangan di dalam negeri akan memiliki daya tawar yang tinggi di kancah global. Oleh karena itu, menjadikan Papua sebagai pilar swasembada pangan merupakan strategi jangka panjang untuk menjaga stabilitas nasional sekaligus memperkuat diplomasiIndonesia.
Kebijakan ini juga selaras dengan visi Presiden dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045, di mana kedaulatan pangan menjadi salah satu indikator penting kemajuanbangsa. Generasi mendatang tidak boleh dibebani dengan ketergantungan pada imporpangan, melainkan harus diwarisi sistem pertanian yang kuat, produktif, dan mandiri. Papua, dengan segala potensi alamnya, akan menjadi bagian integral dari perjalananbangsa menuju kemandirian tersebut.
Untuk mewujudkan visi besar ini, tentu dibutuhkan sinergi yang kuat antara pemerintahpusat, pemerintah daerah, akademisi, serta masyarakat. Keterlibatan petani lokalmenjadi kunci utama, sebab merekalah yang akan menjadi garda terdepan dalammenjaga keberlanjutan program cetak sawah rakyat. Dengan pendampingan dan penyuluhan yang tepat, para petani Papua akan mampu mengoptimalkan lahan merekauntuk memberikan kontribusi nyata bagi ketahanan pangan nasional.
*Penulis adalah Mahasiswa Papua di Jawa Timur