ayo buat website

Ekonom Sambut Positif PPN 12 Persen Hanya Untuk Barang Mewah

Suara Papua - Saturday, 4 January 2025 - 14:20 WITA
Ekonom Sambut Positif PPN 12 Persen Hanya Untuk Barang Mewah
 (Suara Papua)
Penulis
|
Editor

Jakarta – Ekonom menyambut positif keputusan pemerintah yang hanya menerapkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% untuk barang-barang mewah. Kebijakan ini dianggap lebih efisien dan dapat mengurangi potensi beban bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah.

Chief Economist Permata Bank sekaligus Head of Permata Institute for Economic Research (PIER), Josua Pardede memandang, kebijakan PPN 12 persen yang hanya diberlakukan untuk barang mewah mencerminkan upaya untuk menciptakan sistem perpajakan yang lebih adil.

“Barang mewah dikonsumsi oleh golongan masyarakat berpenghasilan tinggi, sehingga beban pajak lebih proporsional terhadap kemampuan bayar,” kata Josua.

Dengan membebani pajak untuk barang mewah, ia mengatakan bahwa konsumsi barang-barang yang bersifat sekunder atau tersier dapat terkendali, sementara barang-barang kebutuhan pokok tetap terjangkau. Barang yang terkena pajak mewah meliputi kendaraan bermotor dan barang konsumsi premium lainnya.

“Fokus ini memastikan bahwa sektor esensial seperti bahan pangan dan kebutuhan dasar tidak terkena dampak langsung,” ujar dia.

Josua mengatakan, pembatalan kenaikan tarif PPN yang semula akan diberlakukan pada sebagian barang dan jasa ini memang berpotensi mengurangi ruang fiskal karena penerimaan dari PPN barang non-mewah menjadi terbatas. Namun, dengan menetapkan tarif yang lebih rendah (misalnya 11 persen), pemerintah dapat mengurangi risiko beban pajak bagi masyarakat luas.

“Tarif PPN yang lebih rendah pada barang non-mewah dapat meningkatkan daya beli masyarakat, mendorong konsumsi domestik, dan menggerakkan sektor riil,” kata Josua.

Sementara itu, ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengatakan kenaikan PPN 12 persen untuk barang mewah berdampak lebih positif terhadap ekonomi.

“Kenaikan PPN 12 persen hanya untuk barang mewah lebih positif ke ekonomi, meski saat ini harga barang terlanjur naik karena aturan teknis peraturan Menteri Keuangan (PMK) terlambat terbit,” kata Bhima.

Ia mengapresiasi pemerintah pada akhirnya mempertimbangkan aspek daya beli masyarakat menengah ke bawah dan UMKM. Selain itu, banyak opsi yang tersedia bagi pemerintah untuk menggantikan penerimaan PPN yang tidak jadi naik. Salah satunya, pemerintah bisa mulai merancang pajak kekayaan total harta orang super kaya dapat dipungut pajak sebesar 2 persen.

“Jadi bukan pajak penghasilan, ya. Tapi pajak harta yang selama ini Indonesia belum punya. Estimasinya akan diperoleh Rp81,6 triliun sekali penerapan pajak kekayaan. OECD dan G20 kan mendorong pemberlakuan pajak kekayaan juga,” ucapnya.

Tinggalkan Komentar

Close Ads X
ayo buat website