Netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) merupakan aspek krusial dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Sebagai pelayan publik, ASN memiliki peran dan tanggung jawab besar untuk tetap netral dalam setiap proses politik guna menjamin berlangsungnya Pilkada yang adil, transparan, dan sukses. Menjelang Pilkada 2024, isu netralitas ASN kembali menjadi sorotan penting mengingat dampaknya yang signifikan terhadap integritas dan kredibilitas proses demokrasi di Indonesia.
ASN memiliki peran yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik. Mereka adalah tulang punggung birokrasi yang harus bekerja secara profesional, adil, dan tidak memihak. Ketika ASN terlibat dalam politik praktis atau menunjukkan dukungan terhadap salah satu kandidat, hal ini dapat merusak integritas dan objektivitas mereka sebagai pelayan publik. Oleh karena itu, menjaga netralitas ASN merupakan langkah penting untuk memastikan bahwa Pilkada 2024 berjalan dengan baik dan hasilnya dapat diterima oleh semua pihak.
Netralitas ASN diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, serta Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Dalam aturan tersebut, ASN diwajibkan untuk bersikap netral dan tidak terlibat dalam kegiatan politik praktis. Mereka dilarang untuk memberikan dukungan kepada calon tertentu, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta tidak diperbolehkan menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan politik.
Meskipun aturan mengenai netralitas ASN sudah jelas, tantangan dalam implementasinya tetap ada. Salah satu tantangan utama adalah tekanan politik dari berbagai pihak, baik dari dalam maupun luar pemerintah. Tekanan ini bisa datang dalam bentuk permintaan untuk mendukung calon tertentu atau ancaman terhadap karier ASN jika mereka tidak mematuhi permintaan tersebut. Selain itu, budaya patronase dan loyalitas terhadap pimpinan politik juga bisa menjadi hambatan dalam menjaga netralitas ASN.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) kembali mengingatkan aparatur sipil negara (ASN) untuk tidak terlibat dalam kampanye Pilkada 2024, baik secara langsung maupun tidak langsung. Meskipun ASN memiliki hak suara, Bawaslu berharap agar mereka menjalankan tugas sesuai dengan fungsi dan tanggung jawab masing-masing.
Anggota Bawaslu, Herwyn JH Malonda mengatakan diharapkan ASN tidak terlibat dalam pelaksanaan pemilihan secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga ASN benar-benar menjalankan tugas sesuai dengan fungsi mereka masing-masing. Tugas-tugas lainnya akan dilaksanakan oleh instansi lain.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyatakan, ASN diperbolehkan hadir saat kampanye pasangan calon Pilkada serentak 2024. Aturan yang memperbolehkan ASN hadir saat kampanye tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Meskipun diperbolehkan hadir, tetapi peran ASN hanya sampai mendengarkan visi misi calon pemimpin daerah saja, sehingga mereka memiliki referensi untuk memilih sosok pemimpin. Sebagai bentuk netralitas, Tito Karnavian secara tegas tetap melarang ASN aktif berkampanye, apalagi menggerakan atau mengarahkan orang lain kepada salah satu pasangan calon kepala daerah.
Sekretaris Daerah (Sekda) Kutai Kartanegara (Kukar), Sunggono mengajak Aparatur Sipil Negara (ASN) menyukseskan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024. Seluruh ASN di Kukar diingatkan untuk mengingat pada 27 November, memastikan diri hadir ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan memberikan hak pilihnya dalam pemilihan bupati dan wakil bupati (wabup).
Abdi negara yang menggunakan hak pilihnya dapat membantu meningkatkan jumlah partisipasi pemilih di Kukar. Partisipasi pemilih merupakan elemen penting syarat terpenuhinya sistem demokrasi berbasis kedaulatan rakyat. Gunakan hak pilih dengan baik, tetap menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam politik praktis jelang Pilkada Serentak 2024 mendatang.
Di tahun politik ini, ASN harus dewasa dalam berpolitik dan tidak saling menjatuhkan, meski berbeda pandangan politik. Perbedaan pandangan sudah menjadi hal biasa dalam dunia pesta demokrasi, tapi tak menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk saling bermusuhan.
Kebersamaan dan kesatuan harus dijaga bersama untuk menjaga keamanan kondusifitas, tidak mudah terpecah belah, serta menjadi contoh baik bagi masyarakat. ASN harus dapat menempatkan posisinya dengan benar agar tidak menimbulkan konflik kepentingan yang merugikan negara dan masyarakat. Jika tidak netral, bakal ada konsekuensi dan sanksi yang harus ditanggung sesuai aturan. ASN terancam hukuman disiplin dan pidana pemilu.
Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Barat, Bey Machmudin mengingatkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) Pemdaprov Jabar tetap netral dan tidak terlibat politik praktis terlebih mendekati Pilkada 2024 yang serentak akan dilaksanakan pada 27 November mendatang.
Bey meminta komitmen para ASN dengan menunjukkan integritasnya sebagai abdi negara dan abdi rakyat, dengan tidak terlibat sama sekali dalam percaturan politik. Hak politik ASN sebagai warga negara hanya bisa disalurkan di bilik suara pada hari pencoblosan, dan tidak ditunjukkan dalam keseharian apalagi sampai terekam di media sosial.
Menurutnya, ASN memiliki tugas pokok melayani masyarakat tanpa melihat latar belakang dan keberpihakan politik seseorang untuk meningkatkan kesejahteraan. Selain itu, edukasi kepada ASN penting dilakukan mengingat pilkada serentak tinggal lima bulan lagi. Karena itu sosialisasi kepada ASN hari ini digelar. Selama tahapan pilkada terus berjalan di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Bey meminta seluruh ASN tetap fokus bekerja dan tidak tergoda ikut campur dalam politik praktis.
Menjaga netralitas ASN merupakan tantangan yang tidak mudah, tetapi sangat penting untuk diwujudkan demi suksesnya Pilkada 2024. Dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga pengawas, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa ASN dapat menjalankan tugasnya secara profesional dan tanpa intervensi politik. Dengan ASN yang netral, kita dapat mewujudkan Pilkada yang adil, transparan, dan demokratis, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap proses pemilihan dan hasilnya.