Oleh: Vina Gunawan*
Penyebaran hoaks menjelang pelaksanaan Pilkada justru semakin meningkat. Hoaks yang tersebar di ruang digital bertujuan untuk menyerang dan menurunkan kredibilitas para lawan politik hingga merusak jalannya pesta demokrasi. Berbagai hoaks yang disebarkan oleh pihak tertentu biasanya berupa kabar bohong seputar politik identitas, isu SARA, maupun tuduhan-tuduhan lain yang memanipulasi isi dari konten tersebut. Apalagi saat ini Artificial Intelligence (AI) semakin marak digunakan untuk kepentingan tertentu.
Pemerintah dinilai harus mengantisipasi bahaya penggunaan teknologi AI atau kecerdasan buatan tersebut dalam membuat hingga menyebarkan berita palsu (hoaks) di momentum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Nantinya, juga akan banyak deep fake yang sengaja dibuat-buat atau dimanipulasi saat mendekati pelaksanaan Pilkada.
Head of Consulting Ensign Infosecurity, Aditya Nugraputra mengatakan bahwa terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan Pemerintah untuk menangkal serangan berita palsu yang diproduksi oleh teknologi AI. Pertama, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) harus memberikan edukasi kepada masyarakat terkait cara membedakan informasi hoaks hasil produksi teknologi AI dan informasi hoaks yang bukan hasil dari AI.
Dengan adanya penyuluhan yang maksimal, masyarakat akan memiliki kesadaran untuk lebih teliti dalam memilih informasi di media sosial. Masyarakat akan bisa menyaring dan mengecek kebenaran informasi sebelum menerima dan menyebarkannya di ruang digital. Penyuluhan ini pun dinilai dapat menurunkan emosi masyarakat saat membaca informasi hoaks karena telah mendapat literasi digital yang baik.
Kemudian, Pemerintah harus meningkatkan teknologi khusus untuk mendeteksi informasi yang cenderung hoaks. Teknologi terbarukan tersebut akan bisa mendeteksi berita palsu tersebut mulai dari gerakan berbentuk video, suara, ataupun data-data berbentuk narasi. Aditya Nugraputra melanjutkan bahwa dengan adanya teknologi inilah Pemerintah dapat dengan mudah menyaring informasi yang tersebar di media sosial. Aditya menambahkan bahwa penting bagi Pemerintah untuk mengikuti perkembangan teknologi guna mendeteksi modus lain yang mungkin akan lebih modern dari teknologi AI sehingga penyebaran berita yang menyesatkan oleh teknologi AI selama masa Pilkada 2024 dapat diminimalisir.
Melihat banyaknya fenomena AI yang sering disalahgunakan untuk pembuatan hoaks, Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi mengatakan bahwa masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan terkait berita hoaks di masa Pilkada ini. Masyarakat perlu berhati-hati jika mendapatkan informasi yang rawan dimanipulasi dan meminta agar masyarakat selalu merujuk kepada sumber terpercaya jika mencari informasi di sumber terbuka.
Budi Arie Setiadi pun menambahkan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan upaya takedown dan memberikan label disinformasi terhadap konten-konten yang dinilai merupakan informasi hoaks. Masyarakat juga diharapkan untuk tidak mudah terpancing dan terprovokasi oleh kabar sensasional sehingga konflik sosial antar pihak bisa diredam. Tidak lupa pula untuk membandingkan berita yang kontroversial dengan berita serupa dari beberapa sumber berbeda untuk memastikan kebenarannya.
Selain itu, pihaknya juga mengatakan bahwa Kominfo bekerja sama dengan semua platform media sosial untuk mencegah penyebaran hoaks di Pilkada 2024. Pihak kominfo dengan semua pihak platform media sosial berkomitmen untuk men-takedown konten hoaks dalam 1×24 jam. Salah satunya yaitu platform media sosial Meta dan Google yang akan men-takedown semua konten yang teridentifikasi hoaks dan melanggar UU ITE. Menurutnya, kerja sama ini dilakukan untuk meningkatkan kualitas demokrasi di Indonesia.
Hoaks dalam pesta demokrasi adalah masalah serius yang sering dihadapi setiap lima tahun sekali. Disinformasi yang tersebar akan menghadirkan kegaduhan di masyarakat. Pengamat Politik Universitas Airlangga, Suko Widodo mengatakan bahwa riak-riak politik jelang Pilkada sudah sangat terasa, masyarakat diminta untuk berhati-hati karena perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat seperti adanya AI, hoaks bisa dibuat dengan sangat mudah dan hampir tidak terdeteksi kebohongannya.
Suko Widodo mengatakan bahwa saat ini manusia sedang hidup di dua platform, yaitu tatap muka dan digital. Jadi, menurutnya perilaku baru ini dapat menimbulkan berbagai hoaks baru yang meresahkan masyarakat. Pada posisi sekarang, AI dinilai sebagai mesin yang mengerikan karena dapat memecah belah persatuan bangsa apabila disalahgunakan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Sementara itu, Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jawa Timur, Eka Rahmawati mengatakan bahwa hoaks dalam Pilkada adalah instrumen politik yang ditujukan untuk mempengaruhi proses penyelenggaraan maupun hasil dalam pemilihan. Bahkan, Eka menegaskan bahwa hoaks seringkali ditujukan kepada penyelenggara Pemilu seperti KPU dan Bawaslu. Hoaks yang beredar biasanya memiliki tujuan untuk mendiskreditkan Pemerintah, para penyelenggara Pemilu, hingga menjatuhkan lawan politiknya.
Oleh karena itu, pentingnya menjaga iklim demokrasi, sebab demokrasi yang sehat tentunya akan melahirkan pemimpin yang betul-betul mengabdi bagi bangsa dan negara. Keterlibatan masyarakat dalam menciptakan suasana Pilkada yang kondusif akan menjadi gambaran terlaksananya demokrasi yang matang dan berujung pada pelaksanaan Pilkada yang aman dan damai.
*Penulis adalah Mahasiswa Pengamat Politik dari Nusa Bangsa Institute.